Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Syukur kepada Tuhan, Akhirnya Anak Kami Bebas dari Pasung" (1)

Kompas.com - 18/01/2018, 22:07 WIB
Markus Makur

Penulis

BORONG, KOMPAS.com - Hujan yang mengguyur Kota Waelengga, ibu kota Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT, Rabu (17/1/2018), tidak menyulutkan niat baik untuk melayani sesama orang yang mengalami gangguan jiwa yang sedang dipasung di Kampung Wolokolo, Kelurahan Kota Ndora, Kecamatan Borong.

Panggilan nurani sebagai sesama manusia ciptaan Tuhan mendorong jurnalis di Kabupaten Manggarai Timur tergerak hati mereka untuk peduli terhadap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang dipasung keluarganya selama dua tahun.

Jurnalis di Manggarai Timur dan Manggarai yang tergabung dalam lembaga lokal Persatuan Wartawan Manggarai Timur (PWMT), Aliansi Jurnalis Online (AJO), dan Solidaritas Wartawan Manggarai (STAR), baik media cetak maupun media elektronik, peduli dengan sesama yang mengalami gangguan jiwa.

Setelah berkumpul di rumah keluarga di Golokarot, Kelurahan Ranaloba, Kecamatan Borong, Manggarai Timur, sejumlah jurnalis itu bergerak menuju ke Kampung Wolokolo untuk bergabung dengan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) Elisabeth dan Yayasan Permata Flores (YPF) Manggarai Timur untuk berjumpa dengan keluarga dari ODGJ itu.

Tujuan dari gabungan jurnalis dan beberapa lembaga sosial itu berjumpa dengan keluarga dari ODGJ tersebut untuk membongkar pasungannya serta selanjutnya didampingi dan diantar ke Panti dan Klinik Renceng Mose di Kecamatan Langke Rembong, Kabupaten Manggarai, Flores, NTT.

“Kami berangkat secara rombongan dengan menumpang mobil pikap dari rumah keluarga di kompleks Golokarot dan selanjutnya bergabung dengan seorang ibu dari LKS Elisabeth dan Yayasan Permata Flores Manggarai Timur. Jarak dari rumah keluarga menuju ke kampung Wolokolo sekitar satu kilometer dengan jarak tempuh 40 menit dengan kendaraan roda empat," ungkap Kepala LKS Elisabeth, Marna Babut, didampingi Direktur YPF, Yohanes Sahaya, serta Koordinator Jurnalis Manggarai Timur dan Manggarai dari Kompas.com, Rabu (17/1/2018).

Baca juga: Kado Natal untuk Orang dengan Gangguan Jiwa di Flores dari Anggota DPR

Marna mengatakan, rombongan tiba dan disambut gembira oleh keluarga dari ODGJ tersebut. Sebelum ke pondok tempat ODGJ itu, terlebih dahulu rombongan berjumpa dengan Fransiska, orang yang sembuh dari gangguan jiwa setelah dirawat di Panti Renceng Mose. 

Dari rumah Fransiska, rombongan menuju pondok ODGJ yang dipasung di tengah-tengah kebun kelapa. Pondok berukuran 3 meter x 4 meter dengan tinggi sekitar dua meter itu beratapkan seng serta berdinding papan kayu.

Di situlah Hubertus Lothe (36) hidup. ODGJ yang lahir pada1980 itu pernah merantau ke Malaysia belasan tahun silam. Setelah pulang dari tanah perantauan, ia mengalami gangguan jiwa selama 17 tahun. Awalnya, gangguan itu belum terlalu parah. Ia masih bisa bekerja dan menimba air untuk kebutuhan keluarga di kompleks Wolokolo.

Selama 17 tahun itu, ia tidak pernah mengganggu orang lain di kompleksnya. Tetangga di kompleks juga merasa tidak terganggu dan mengganggap bahwa ia masih sehat karena kesehariannya selalu menimba air dari Sungai Waebobo dengan jarak satu kilometer. Hubertus pun memikul air bersih dengan jeriken kecil untuk kebutuhan keluarganya.

Tak tahu apa penyebabnya sehingga ia mengalami gangguan jiwa yang parah pada 2015. Ia selalu telanjang saat berada di kompleksnya, kadang-kadang juga ia mengganggu sesamanya. Lantas, keluarganya bersama warga setempat memutuskan untuk memasungnya dengan sebuah balok berukuran 12 sentimeter.

Balok itu dari kayu mahoni. Selanjutnya, warga bersama keluarga membuat sebuah pondok yang tak jauh dari kompleks itu. Di situlah Hubertus dibaringkan, beralaskan pelupuh bambu. Mereka juga membuat lubang ke tanah agar ia bisa membuang kotorannya, baik water closet (WC) besar maupun kecil.

Selama dua tahun ia terbaring sendirian di dalam pondok itu. Rambutnya panjang dan tak terurus. Sehari-hari ia diberi makan oleh saudarinya, Wihelmina Ega. Kadang-kadang ia berteriak pada tengah malam untuk meminta minuman kopi dan rokok. Ia sendirian dalam ruangan yang sangat sempit itu.

“Saya sangat kasihan sekali dengan nasib saudara saya ini. Saya sangat sedih melihat ia tidur sendirian siang dan malam dan kaki kirinya dipasung di dalam sebuah balok besar. Saya sering memandikannya. Saya sering mengganti bajunya. Saya juga sering membawa minuman kopi Flores apabila ia berteriak tengah malam," ujar Wihelmina Ega kepada Kompas.com, Rabu (17/1/2018).

Dia mengaku terus memohon dalam doa agar saudaranya itu mengalami kesembuhan. Ibunya juga sedih melihat anaknya yang dipasung. Namun, ibunya tak bisa berbuat banyak karena sudah usia lanjut. Dia hanya mendampingi dari luar rumah.

Wihelmina menjelaskan, awalnya Hubertus merantau ke Malaysia. Selama di sana, ia mengirim uang untuk kekasihnya yang kuliah di salah satu perguruan tinggi di Flores, NTT, sampai selesai kuliahnya. Setibanya di Pulau Flores, kekasihnya itu menikah dengan lelaki lain. Mulai saat itulah Hubertus stres dan frustrasi berat sampai mengalami gangguan jiwa.

“Kami sekeluarga selalu menasihatinya agar melupakan kekasihnya itu. Namun, kadang-kadang ia menyanyi sendirian untuk mengenang kekasihnya itu. Sedih sekali nasibnya sampai akhirnya mengalami gangguan kejiwaan. Kami sesungguhnya tidak tega memasungnya. Namun, salah satu jalan terbaik agar ia tidak mengganggu orang lain di kompleks maupun berkeliaran di jalan raya di Kota Borong dan kompleks maka kami memutuskan memasungnya dengan sebuah balok. Awalnya kami berat mengambil keputusan untuk memasungnya,” tutur Wihelmina sambil meneteskan air matanya.

Baca juga: Pelayanan Kesehatan yang Bermartabat bagi Orang dengan Gangguan Jiwa

Doa-doa yang dipanjatkan selama ini, lanjut Wihelmina, mendapatkan tanggapan dari sekelompok pekerja media di Kabupaten Manggarai Timur, bersama dengan Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, lembaga Yayasan Permata Flores (YPF), dan seorang pengusaha di Kota Borong. 

Pada Jumat, 22 Desember 2017, rombongan itu tiba di rumah sambil membawakan bingkisan kado natal berupa beras, mi instan, susu, telur, sabun, pasta gigi dan sikat gigit, rokok, serta uang untuk keperluan saudara kami yang dipasung. Ketika mereka tiba di rumah Wihelmina, dia merasa terharu dan dalam hati berbicara bahwa doanya dikabulkan Tuhan. Di bawah rintik hujan di sekitar kompleks Wolokolo, rombongan itu menuju ke pondok Hubertus untuk melihat langsung kondisinya.

Setiba di pondok, lanjut Wihelmina, rombongan itu satu per satu masuk dan melihat serta berbincang-bincang dengan Hubertus. Rombongan itu pun mengucapkan selamat Natal bagi Hubertus. Selanjutnya, mereka kembali pulang pada hari tu juga.

Kemudian, tibalah kabar gembira melalui tetangganya yang juga salah satu pengurus YPF, Yohanes Sahaya, bahwa Hubertus akan dirawat di Panti dan Klinik Renceng Mose. Pasungannya pun akhirnya dibongkar.

Pada Rabu (17/1/2018), lanjut Wihelmina, rombongan gabungan jurnalis di Manggarai Timur dan Manggarai datang bersama dengan Ketua LKS Elisabeth bersama dengan Direktur YPF Manggarai Timur. Mereka langsung ke pondok untuk melihat langsung Hubertus. 

“Mereka mengambil gambar, shooting dengan alat canggih dan sebagiannya mengambil data dan informasi berkaitan dengan kisah saudara kami yang dipasung. Setelah selesai semuanya, akhirnya kayu palang yang besar itu dibongkar oleh keluarga bersama dengan awak media. Sebelum dibawa keluar dari pondok, terlebih dahulu rombongan awak media bersama dengan warga memanjatkan doa bersama agar perjalanan saudara kami hari ini berjalan dengan baik sampai tiba di Panti dan Klinik Renceng Mose Ruteng," ujar Wihelmina.

Perawatan dan terapi di Renceng Mose

Singkat cerita, setelah berdoa bersama, Hubertus masuk ke salah satu mobil rombongan dan dibawa menuju ke Panti dan Klinik Renceng Mose Ruteng. Rombongan berangkat dari Borong sekitar pukul 14.00 Wita, hingga tiba di halaman kompleks Renceng Mose Ruteng di Leda sekitar pukul 16.00 Wita.

“Kami diterima oleh Kepala Panti dan Klinik Renceng Mose Bruder Ferdinandus FC bersama rekannya serta seluruh perawat dan bagian farmasi di tempat itu. Selanjutnya kami berbincang-bincang sambil mengambil data dan informasi liputan. Kami dikejutkan bahwa saudara orang dengan gangguan jiwa itu tidak mau turun dari mobil walaupun dibujuk berkali-kali. Selanjutnya pihak panti mengambil upaya dengan memberikan obat penenang kepadanya. Setelah ia (Hubertus) tenang, ia turun dari mobil. Semua orang merasa gembira dan senang karena ia turun sendiri dari mobil,” tutur Marna Babut.

Selanjutnya, seorang perawat dari panti itu mendampinginya bersama bruder dan perawat lainnya untuk masuk ke kamar yang sudah disediakan baginya. Setibanya di kamar, Hubertus langsung dibaringkan oleh perawat dan langsung tidur akibat obat penenang tersebut. Setelah ia tidur, rombongan pun pulang dengan membawa seorang asal Waerana, Kelurahan Ronggakoe, yang sudah sembuh setelah dirawat selama lima bulan 17 hari.

Bersambung: "Mukjizat Tuhan Terus Bekerja dalam Orang yang Dilupakan..." (2)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com