Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bima Arya di Mata Wakil Rakyat Kota Bogor

Kompas.com - 15/01/2018, 16:36 WIB
Ramdhan Triyadi Bempah

Penulis

BOGOR, KOMPAS.com - Banyak perubahan yang telah terjadi selama tiga tahun masa kepemimpinan Bima Arya Sugiarto sebagai wali kota Bogor.

Warga pun menaruh harapan besar kepada Bima Arya di sisa masa kerjanya agar bisa mengubah wajah Kota Bogor menjadi lebih baik.

Sejak dilantik pada 7 April 2014, Bima Arya memang langsung bergerak cepat dengan melakukan berbagai gebrakan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di Kota Bogor. Ia pun berjanji akan menyelesaikan masalah tersebut.

Ada enam bidang masalah yang menjadi target pemerintah kota untuk segera dituntaskan, yaitu penataan transportasi dan angkutan masal, pemberdayaan pedagang kaki lima (PKL), kebersihan, penanggulangan kemiskinan, transformasi budaya dan reformasi birokrasi, serta penataan ruang terbuka hijau. Target tersebut lebih dikenal dengan sebutan enam skala prioritas.

Untuk menyelesaikan masalah-masalah itu, Bima pun mengambil keputusan yang beberapa kali melahirkan pro-kontra di sejumlah kalangan. Kontroversi memang kerap mewarnai perjalanannya dalam memimpin kota hujan itu.

Terlebih, saat ini, Kota Bogor juga sedang diarahkan memiliki tiga identitas kota, yaitu Bogor sebagai kota hijau (green city), sebagai kota pusaka (heritage city) dan sebagai kota cerdas (smart city).

Baca juga : Uu Ruzhanul Ulum di Mata Wakil Rakyat Kabupaten Tasikmalaya

Sejauh ini, program-program pemerintahannya dalam menuntaskan enam skala prioritas itu memang telah berjalan, meski beberapa pihak menganggapnya belum maksimal.

Fraksi Gerindra

Wakil Ketua DPRD Kota Bogor dari Fraksi Gerindra, Sopian Ali Agam mengkritik belum adanya payung hukum yang jelas untuk menjawab penyelesaian masalah kemacetan di Kota Bogor.

Penataan transportasi dan angkutan masal untuk menuntaskan persoalan kemacetan memang menjadi salah satu prioritas yang harus diselesaikan Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto. Hal itu tertuang dalam Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bogor.

"Ada yang sudah berjalan seperti pembangunan taman, tapi ada beberapa juga yang belum tuntas. Misalnya kemacetan, penataan pedagang kaki lima (PKL)," ucap Sopian, Minggu (14/1/2018).

Sopian mengapresiasi langkah Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor dalam melakukan tata kelola transportasi untuk mengurangi beban kapasitas jalan serta kemacetan.

Namun, Sopian menilai, program-program yang dijalankannya itu justru belum matang dan cenderung tidak memiliki visi dan misi yang jelas.

Ia mencontohkan, penerapan sistem satu arah (SSA) di sekitar Kebun Raya Bogor yang tujuannya untuk mengatasi kemacetan di kawasan tersebut, justru akhirnya tidak bisa menjawab persoalan itu.

"Seperti kemarin itu, minta subsidi. Ya, kita (DPRD) tolak, karena payung hukumnya belum ada. Perda lalin (lalu lintas) juga belum beres. Bagaimana kita mau mensubsidi, subsidi ke mana. Ibarat kita punya air, tapi nggak punya wadahnya," kata Sopian.

Dia berharap, Bima dapat menginstruksikan dinas-dinasnya atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk menjawab segala permasalahan. Untuk menjawab itu, kata Sopian, harus disiapkan payung hukumnya.

"Saya rasa, nggak semua program beliau bisa terselesaikan di sisa masa kepemimpinannya sesuai dengan RPJMD dan janji politiknya," pungkasnya.

Fraksi PDI Perjuangan

Anggota Komisi D DPRD Kota Bogor, Atty Somaddikarya menilai, banyak program yang telah gagal dijalankan oleh pemerintah kota di bawah kepemimpinan Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto. Salah satunya di sektor pembangunan.

Baca juga : Ridwan Kamil di Mata Wakil Rakyat Kota Bandung

Atty menyoroti soal gagal lelang proyek penambahan 300 kamar untuk kelas 3 di RSUD Kota Bogor. Menurutnya, kondisi rumah sakit milik pemerintah daerah itu sudah melebihi kapasitas dalam menampung pasien. Sehingga, penambahan kamar atau ruang rawat inap pasien sangat dibutuhkan.

"Itu uangnya udah ada untuk membangun 300 kamar itu. Tapi gagal. Gimana di wilayah lain, mau membangun rumah sakit duitnya nggak ada. Bogor mah ada lho. Berarti apa yang salah," ucapnya.

Atty menyebut, pemerintah kota seharusnya bisa memanfaatkan anggaran yang sudah disetujui oleh dewan sebesar Rp 72 miliar itu.

Ia menjelaskan, DPRD Kota Bogor sudah melakukan rapat pembahasan anggaran tersebut sejak tahun 2016. Namun ternyata gagal lelang pada tahun 2017. Dengan gagal lelang itu, dewan kemudian mengusulkan menganggarkan kembali untuk tahun 2018. Tapi dengan berbagai alasan tidak bisa dianggarkan di tahun ini.

"Kita (dewan) aja membahas soal ini sampai berdarah-darah untuk memperjuangkan. Ini menjadi evaluasi buat masyarakat Kota Bogor apakah menjelang Pilkada akan memilih kepala daerah yang seperti itu lagi," kata Atty.

Fraksi PPP

Anggota Komisi B dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Ahmad Aswandi menilai, kinerja pemerintahan Bima Arya dalam menyelesaikan masalah di Kota Bogor belum maksimal karena tidak fokus.

Aswandi mengatakan, seharusnya di sisa masa jabatannya, Bima harus fokus menentukan penyelesaian masalah dari enam skala prioritas tersebut. Misalnya, penataan transportasi dan angkutan masal untuk mengatasi masalah kemacetan di Kota Bogor.

Ratusan sopir angkutan kota (angkot) di Kota Bogor saat melakukan aksi unjuk rasa dari Jalan Padjajaran sampai depan Kantor Balaikota Bogor, Rabu (27/4/2016). Para sopir angkot menuntut Pemkot Bogor agar kebijakan Sistem Satu Arah (SSA) di seputar kawasan Istana Bogor dan Kebun Raya Bogor ditiadakan.KOMPAS.com / RAMDHAN TRIYADI BEMPAH Ratusan sopir angkutan kota (angkot) di Kota Bogor saat melakukan aksi unjuk rasa dari Jalan Padjajaran sampai depan Kantor Balaikota Bogor, Rabu (27/4/2016). Para sopir angkot menuntut Pemkot Bogor agar kebijakan Sistem Satu Arah (SSA) di seputar kawasan Istana Bogor dan Kebun Raya Bogor ditiadakan.

Aswandi menyebut, langkah Bima Arya dalam melakukan tata kelola transportasi dan angkutan masal belum bisa dikatakan berhasil. Menurutnya, program orang nomor satu di Kota Bogor itu masih belum berjalan semuanya.

"Langkah-langkah Bima mengatasi kamacetan itu hanya sebagai salah satu alternatif saja. Semua program dari konsep yang ada juga belum berjalan seluruhnya," ucap Aswandi.

Aswandi menjelaskan, pada dasarnya, DPRD sangat mendukung program skala prioritas Bima Arya. Ia menyebut, DPRD akan membantu program wali kota yang membutuhkan support.

Meski begitu, perbedaan pandangan antara legislatif dan eksekutif sempat terjadi saat Rapat Paripurna DPRD Kota Bogor dalam agenda pembahasan anggaran prioritas, beberapa waktu lalu.

Saat itu, DPRD menolak usulan pemberian subsidi sebesar Rp 78 miliar kepada perusahaan jasa angkutan masal. Penolakan itu kemudian disikapi Bima dengan meminta waktu 15 menit untuk briefing dengan SKPD saat rapat berlangsung.

"Sebetulnya bukan ditolak, itu kan kesiapan dari eksekutif sendiri dalam hal ini Dinas Perhubungan (Dishub). Mereka mengajukan subsidi, tapi nggak jelas. Subsidi untuk apa, siapa. Subsidi termasuk dana hibah bansos sekarang itu harus jelas," sebutnya.

"Kemarin itu, bukan kita menolak tapi karena memang dasar hukumnya tidak memungkinkan. Kalau semua dasar hukumnya memungkinkan, apalagi termasuk skala prioritas kita pasti dukung," tambah dia.

Fraksi Golkar

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor dari Fraksi Golkar, Heri Cahyono menilai, belum maksimalnya program pemerintahan yang telah dijalankan, disebabkan karena lemahnya penataan birokrasi di lingkungan Pemerintahan Kota Bogor.

Menurut Heri, keputusan Bima Arya dalam memilih orang atau merotasi jabatan para pejabat di setiap satuan perangkat kerja daerah (SKPD) tidak dilakukan secara matang. Sehingga, pejabat publik yang masuk ke struktur organisasi diisi oleh orang-orang yang tidak mumpuni di bidangnya.

Baca juga : Deddy Mizwar di Mata Wakil Rakyat Jawa Barat

Heri mengatakan, penataan birokrasi yang baik oleh seorang pemimpin harus dibarengi dengan pengetahuan mengenai latar belakang anak buahnya. Ia melihat, sejauh ini, jabatan di lingkungan SKPD masih mengadopsi pola lama sehingga terkesan seperti wisata jabatan.

"Sebagai seorang pemimpin, seharusnya Bima mampu menempatkan orang-orang yang tepat di sana (SKPD). Ketika itu diisi oleh orang-orang tidak menguasai bidangnya, ya pasti akan menjadi hambatan," ujar Heri.

Sambungnya, untuk membangun Kota Bogor dan menjalankan program enam skala prioritasnya, diperlukan kerja sama yang baik dari semua pihak terkait. Maka, ketika tidak didukung oleh manajemen pemerintahan yang bisa mengikuti alur pemikiran Bima, hasilnya tidak akan maksimal.

Dirinya mencontohkan, sesuatu yang tidak memenuhi target, misalnya adalah Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Bogor yang hingga saat ini tak kunjung selesai dibahas.

Menurutnya, fungsi RDTR itu sangat penting untuk investasi yang masuk. Sebab, kalau tidak diatur, maka pembangunan di Kota Bogor akan melanggar aturan, acak-acakan, dan Kota Bogor akan tumbuh menjadi sebuah kota yang tidak jelas.

"Syarat RDTR itu harus ada revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Kalau Bappeda kita dorong tidak mampu terus sampai dua tahun nggak selesai-selesai, RDTR itu tidak akan kunjung dibahas," ungkap politisi Partai Golkar itu.

"Harusnya, Bima bisa bilang kamu mampu nggak setengah bulan selesai (revisi RTRW). Nggak selesai, ganti, cari orang yang mampu, mana yang ngerti tentang ilmu perencanaan wilayah, taruh di sana (Bappeda)," lanjut dia.

Dalam pandangannya, ia melihat sosok Bima memiliki kemampuan sebagai seorang pemimpin. Hal itu, kata dia, terlihat dari semangat, energi, serta kecerdasannya untuk membangun Kota Bogor menjadi lebih baik.

Namun, apa yang dimilikinya sebagai modal dasar seorang pemimpin itu belum cukup. Bahwa cita-cita untuk membawa Kota Bogor menjadi lebih baik, rakyat sejahtera, serta didukung wali kota yang cerdas, tidak akan berjalan sempurna ketika tidak didukung oleh perangkat pemerintahan yang baik pula.

"Fungsi kepala daerah itu ya memimpin, memberikan instruksi-instruksi, capaian-capaian, dan gagasan terkait tujuan tadi. Nah, SKPD ini harus mengikuti. Kalau bisa mengikuti, maka target yang dicapai Bima pasti tidak akan melenceng dari capaiannya," sebut dia.

Fraksi Demokrat

Ketua Komisi II DPRD Kota Bogor dari Fraksi Demokrat, Anita Primasari Mongan mengatakan, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto sudah berupaya melakukan penataan dalam aspek tata kelola transportasi dan angkutan masal untuk mengatasi kemacetan.

Meski begitu, langkah Bima untuk menyelesaikan kemacetan di Kota Bogor tidak dibarengi dengan sarana dan prasarana yang mendukung, sehingga hasilnya belum bisa dikatakan sempurna.

"Wali kota berusaha menata lalu lintas untuk sedikit demi sedikit mengurai kemacetan. Tapi, ya karena sarana prasarananya belum siap, akhirnya belum sempurna dalam pencapaiannya," tutur Anita.

Anita menyebut, pencapaian enam skala prioritas itu bisa terwujud jika semua pihak mau bekerja sama, baik dari unsur pemerintah maupun masyarakat itu sendiri.

"Ini berpulang lagi kepada mental kita sebagai warga Bogor. Apakah angkutan umum atau pribadi sudah berhenti dan parkir di tempat yang sudah disediakan dan tidak sembarangan? Apakah pejalan kaki sudah tertib menyeberang di tempat yang sudah dipersiapkan?" ucapnya.

Di sisi lain, soal penanggulangan kemiskinan, juga masih belum mengena ke masyarakat. Anita menyarankan, agar wali kota bisa melakukan koordinasi yang lebih baik lagi dengan seluruh pemangku kepentingan yang ada.

"Saya melihat beberapa program Kang Bima itu sudah berjalan dan on progress. Tapi, ada juga yang perlu ditindaklanjuti, jadi belum semuanya selesai," pungkasnya.

Fraksi PKS

Anggota DPRD Kota Bogor dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Abuzar Usman menilai, masalah transportasi masih menjadi momok.

Abuzar melihat, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor masih belum bisa menyelesaikan masalah kemacetan, termasuk persoalan yang menyangkut perusahaan daerah jasa transportasi (PDJT).

Dirinya mengatakan, pembentukan PDJT antara lain untuk mengonversi angkutan kota (angkot) serta mengurangi beban kapasitas jalan. Namun, saat ini justru perusahaan tersebut sedang dalam masa-masa sulit.

"Ini kita lihat masih belum berhasil. Kita masih melihat kota ini masih dihadapi masalah kemacetan. Ini memang PR yang cukup panjang dihadapi wali kota-wali kota terdahulu," sebutnya.

Di sisi lain, ada beberapa pencapaian yang cukup berhasil dibangun di era Bima Arya, antara lain pembangunan taman dan pedestrian di beberapa sudut kota. Termasuk pencapaian dalam aspek transparansi sistem keuangan.

Hal itu dapat dilihat dari pencapaian Pemkot Bogor mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diapresiasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Artinya ada pencapaian yang cukup baik dari sistem keuangan," tuturnya.

Menurut dia, agar semua program bisa dijalankan dengan baik, Bima harus konsisten terhadap pencapaian yang sudah digariskan di rencana strategis atau Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bogor.

Bima, lanjutnya, juga harus lebih banyak berkomunikasi dengan stakeholder dan shareholder seperti DPRD, Muspida, dan unsur-unsur pemerintah daerah lainnya.

"Politik ini kan banyak seninya, apalagi beliau itu lulusan doktor ilmu komunikasi politik. Seharusnya beliau paham itu," tutup dia.

Fraksi PAN

Ketua Fraksi Amanat Bintang Restorasi Bangsa DPRD Kota Bogor dari Partai Amanat Nasional (PAN) Ahmad Romdhoni menilai, kinerja Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto sejauh ini sudah maksimal.

Menurut Romdhoni, Bima Arya telah memenuhi janji-janji kampanyenya serta sesuai dengan Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bogor.

"Tinggal satu yang tersisa, yaitu masalah kemacetan. Tapi itu sudah mulai tertangani dari mulai adanya sistem satu arah (SSA) sampai program rerouting angkot," ucap Romdhoni.

Dirinya menambahkan, hanya saja ada sedikit catatan bersama dari legislatif soal tidak terlaksananya pembangunan 300 kamar kelas 3 di RSUD Kota Bogor di tahun 2017.

Kata dia, hal itu bukan hanya menjadi catatan bagi Pemkot Bogor saja, tetapi juga untuk legislatif sendiri agar mengevaluasi diri.

"Intinya wali kota sudah bekerja maksimal, walaupun pada akhirnya nanti penilaian ada yang subjektif maupun objektif," sebutnya.

Kompas TV Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif mengonfirmasi pengunduran diri Direktur Pembinaan Jaringan dan Kerjasama Antarkomisi dan Instansi KPK Dedie Rachim.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com