Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Upaya Petani di NTT agar Tidak Menjadi TKI ke Luar Negeri

Kompas.com - 12/10/2017, 07:15 WIB
Sigiranus Marutho Bere

Penulis

SOE, KOMPAS.com - Tingginya angka kematian Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT), yang bekerja di Malaysia, membuat sejumlah warga di Desa Kesetnana, Kecamatan Mollo Selatan, TTS membentuk kelompok tani.

Warga membentuk kelompok tani sebagai upaya untuk mencegah pemuda dan pemudi di wilayah itu untuk bekerja di luar negeri.

Dari data Balai Pelayanan Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Kupang, dalam rentang waktu 10 bulan (Januari-Oktober 2017) terdapat 45 TKI asal NTT yang meninggal di Malaysia.

TKI yang meninggal itu berasal dari 14 kabupaten di NTT, dan terbanyak berasal dari Kabupaten TTS, yakni 10 orang.

Kondisi itulah yang membuat Arnoldus Maunino bersama warga lainnya membentuk kelompok tani yang fokus menanam tanaman sayuran berbagai jenis.

Pada lahan seluas lebih dari satu hektar, Arnoldus bersama tetangga dan kerabatnya yang tergabung dalam satu kelompok menanam 20 jenis tanaman dan 28 varietas.

"Kami mulai pembersihan lahan mulai bulan April, selanjutnya pengolahan lahan di bulan Mei, kemudian di Bulan Juni kami mulai membuat bedengan dan persemaian, dan akhir Juni kami mulai tanam cabai keriting, tomat, kol dan sejumlah sayuran lainnya. Saat ini kami siap untuk panen," kata Arnoldus kepada Kompas.com, Rabu (11/10/2017).

Menurut Arnoldus, anggota kelompoknya berjumlah 16 orang. Namun saat bekerja, mereka akan dibantu oleh pemuda dan juga para pelajar yang ada di desa mereka.

"Dengan adanya pekerjaan ini kami mengharapkan agar anak-anak jangan lagi jadi TKI dan TKW ke Malaysia karena sumber daya alam di sini sudah cukup. Lebih baik jadi petani sukses di kampung, daripada jadi TKI di Malaysia," tegas Arnoldus.

Arnoldus mengatakan, dengan hasil pertanian yang bagus, sudah sangat membantu perekonomian warga dan dirinya bisa menyekolahkan anaknya.

"Kami juga sangat terbantu dengan adanya bimbingan dari Yayasan Bina Tani Sejahtera (YBTS). Kami berharap hasil pertanian kami ini bisa diekspor keluar NTT," paparnya.

Sementara itu, Ketua Yayasan Bina Tani Sejahtera (YBTS) Edwin Saragih mengatakan, pihaknya membina 500 petani asal Kabupaten Kupang dan Kabupaten TTS.

Pembinaan itu dilakukan melalui pameran Budidaya Sayuran di Desa Kesetnana.

Ekspo itu digagas oleh Yayasan Bina Tani Sejahtera (YBTS) bersama dengan PT East West Seed Indonesia (Ewindo), produsen benih sayuran tropis hibrida Cap Panah Merah.

Tema ekspo itu yakni membingkai kemitraan dan kebersamaan melalui budidaya sayuran yang berkelanjutan.

Acara ini melibatkan 500 petani dari kelompok tani Desa Oinlasi, Desa Pusu, Desa Oe-ue, Desa Noemeto, Kota Soe, dan Desa Boentuka Kabupaten TTS, serta tiga desa di Kecamatan Takari Kabupaten Kupang.

Baca juga: "Lebih Baik Jadi Petani Sukses di Kampung, Daripada TKI di Malaysia"

Menurut Edwin, ekspo ini bertujuan untuk memperkuat penghidupan dan mencetak petani yang tangguh dalam meminimalisasi risiko bencana iklim, terutama musim kering berkepanjangan yang sering terjadi di kawasan Indonesia Timur.

“Kami optimistis petani NTT akan menjadi petani sayuran yang tangguh dan adaptif terhadap kondisi iklim yang pada ujungnya mampu meningkatkan kesejahteraan mereka,” kata Edwin

Edwin Saragih menjelaskan, untuk mencapai tujuan tersebut telah dan akan dilaksanakan sejumlah kegiatan, di antaranya adalah transfer pengetahuan tentang cara bertanam yang baik kepada kelompok-kelompok tani melalui serangkaian pelatihan dan demo plot.

Selain itu, dilakukan upaya perlindungan dan konservasi sumber mata air, konstruksi sarana air untuk irigasi lahan pertanian, peningkatan akses petani terhadap data dan informasi iklim, peningkatan pendapatan petani termasuk pendampingan pengolahan dan pengemasan produk pertanian serta membuka akses pasar.

Selain kegiatan tersebut, pada kesempatan ini petani juga diperkenalkan dengan sejumlah varietas unggul sayuran. Varietas-varietas tersebut di antaranya Kubis Sehati F1, Paria Raden F1, Oyong Aggun F1, Labu Suprema F1, Kacang Panjang Kanton Tavi, Bawang merah Tuk tuk, Cabai Rawit Dewata 43 F1, Buncis Maxipro dan Melon Aramis F1.

Hambatan produksi

Berdasarkan data BPS NTT, produksi sayuran di Provinsi NTT sebesar 10.312 ton pada tahun 2016. Namun, secara kuantitas angka ini terus menurun jauh dari produksi sayuran di NTT pada tahun 2015, yakni sebesar 13.102 ton dan 13.609 ton pada tahun 2014.

Menurunnya produksi sayuran ini sebagian besar disebabkan musim kemarau panjang yang melanda NTT dalam beberapa tahun terakhir. Musim kemarau terjadi dari Mei, dan puncaknya diperkirakan terjadi pada Oktober.

Selain bencana kekeringan, kurangnya informasi dan pengetahuan budidaya pertanian merupakan hambatan yang dialami oleh petani di wilayah NTT yang berdampak pada minimnya pendapatan yang diperoleh, sehingga penting bagi petani untuk dapat beradaptasi dan mengelola air sebaik mungkin untuk penghidupan pertaniannya.

Saat ini, petani lebih banyak memanfaatkan musim hujan untuk penanaman padi dan palawija untuk memiliki persediaan pangan.

Kondisi iklim dan permasalahan ini juga melanda wilayah yang merupakan cakupan pendampingan YBTS yang sebagian besar mengalami masalah kekeringan terbesar.

Oleh karena itu, melalui pembelajaran pada demo plot di setiap kelompok dampingan, bersama Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan, YBTS melakukan transfer ilmu dan pengetahuan tentang usaha budidaya sayuran yang teritegrasi dengan upaya konservasi tanah dan air.

Kegiatan ini juga diharapkan mampu meningkatan kepercayaan diri petani untuk melakukan budidaya sayuran dan merasakan manfaat melalui penjualan hasil yang diperoleh serta memberikan penguatan kapasitas berupa pelatihan perencanaan usaha bagi kelompok tani dampingan.

Pendekatan terpadu untuk peningkatan penghidupan (livelihood) dan ketangguhan petani ini merupakan kerja bersama antara YBTS yang didukung oleh KARINA Jogja yang tergabung dalam aliansi Global Partner for Resilience dan didanai Pemerintah Belanda.

Proyek peningkatan penghidupan dan ketangguhan ini dimulai awal tahun 2014 di tiga desa, yakni Ponain dan Kotabes (Kabupaten Kupang) dan Desa Tubuhue (Kabupaten TTS). Proyek ini sudah memberikan dampak positif bagi desa-desa sekitarnya.

Baca juga: Petani Trenggalek Manfaatkan Pompa Hidram, Tanpa Listrik Tanpa BBM

Proyek ini menyasar lebih 400 kepala keluarga agar lebih sejahtera dan lebih tangguh dalam menghadapi, khususnya ancaman kekeringan di desa mereka.

“Melalui program alih teknologi dan penggunaan benih unggul berkualitas yang disinergikan dengan kegiatan pengurangan risiko bencana, adaptasi perubahan iklim serta konservasi air dan lingkungan, kami optimistis ketahanan pangan di Indonesia Timur khususnya untuk sayuran dapat segera tercapai. Lebih dari itu ketika kesejahteraan petani sayuran meningkat perekonomian di perdesaan juga akan ikut tumbuh,” kata Edwin.

Kompas TV Petani Semangka di Sini Dapat Berkah Kemarau
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com