Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengintip Gedung Papak, Saksi Bisu Kisah Jugun Ianfu di Grobogan...

Kompas.com - 02/09/2017, 11:51 WIB
Puthut Dwi Putranto Nugroho

Penulis

GROBOGAN, KOMPAS.com - Penjajahan Belanda dan Jepang di Indonesia memang sudah berakhir.

Meski demikian, noda hitam yang ditorehkan penjajah tak lenyap begitu saja dalam memori rakyat Indonesia.

Selama 3,5 tahun Indonesia dijajah Jepang, sedangkan pendudukan Belanda di Indonesia lebih lama lagi, yakni 350 tahun.

Kekejaman penjajah pada masa sebelum kemerdekaan RI itu meninggalkan jejak-jejak luka masa lalu.

Di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, berdiri sebuah bangunan tua yang disebut menyimpan sejarah kelam kebrutalan tentara Belanda dan tentara Jepang.

"Gedung Papak", begitu warga setempat menyebut rumah kuno seluas 338,5 meter persegi tersebut.

Dinamai "papak" karena atapnya datar tak bergenting. Gedung Papak berdiri di atas lahan Perhutani KPH Gundih di Desa Geyer, Kecamatan Geyer, Grobogan.

(Baca juga: Jepang Diminta Hentikan Manipulasi Jugun Ianfu)

Lokasinya di tengah perkampungan yang tak jauh dari KPH Gundih. Bangunan megah dengan arsitektur khas Belanda tempo dulu itu tak terawat kendati tercatat sebagai bangunan cagar budaya.

Gumpalan debu kotor menempel di mana-mana hingga sarang laba-laba pun menggantung tak beraturan di banyak sudut ruangan.

Ada delapan ruangan kamar yang luas. Empat ruang di lantai bawah dan empat ruang di lantai atas.

Setiap pintu masuk berukuran tiga meter tak selazimnya bangunan rumah pada umumnya.

Lantai beralaskan plester menyerupai semen. Ada juga kamar mandi dengan bak kecil serta dapur yang dilengkapi kompor tanam berupa tungku.

Untuk menuju lantai kedua dari lantai pertama, ada tangga usang terbuat dari kayu dengan anak tangga selebar setengah meter.

Beberapa ranjang besi berkelambu tanpa kasur juga dibiarkan tergeletak di kamar. Tak ada hiasan yang menempel di dinding. Hanya keheningan yang memancar dari baliknya. 

kamar di gedung papak yang dipakai tentara jepang melmuaskan hasrat seksual dengan gadis pribumiKOMPAS.com/Puthut Dwi Putranto kamar di gedung papak yang dipakai tentara jepang melmuaskan hasrat seksual dengan gadis pribumi
Kesan angker kental terasa saat KOMPAS.com memasuki Gedung Papak, Jumat (1/9/2017) siang.

Entah terbawa suasana karena sudah lama tak berpenghuni atau terbayang sisa-sisa kisah tragisnya.

Bagian dalam bangunan lawas yang berkonstruksi dinding serta kayu itu begitu kotor, sunyi, dan gelap.

Penjaga Gedung Papak pun sengaja membuka sejumlah jendela di rumah klasik itu untuk mempersilakan cahaya dan udara segar menyusup.

Meski tak terurus, bangunan masih terlihat kokoh dan tak meninggalkan unsur keasliannya. Gedung Papak menjadi salah satu bukti adanya praktik perbudakan seks yang dilakukan kolonialisme Jepang.

Jejak "jugun ianfu"

Pada masa pendudukan Jepang, istilah "jugun ianfu" sangat terkenal di telinga beberapa kalangan, terutama para gadis-gadis asli Indonesia waktu itu.

Jugun Ianfu dijabarkan sebagai tawanan budak seks bagi para tentara Jepang. Istilah yang digunakan kolonialisme Jepang saat Perang Dunia II untuk menyebut para wanita yang dipaksa menjadi pemuas nafsu pasukannya.

Siapa sangka Gedung Papak dahulunya adalah rumah bordil yang dihuni para tawanan yaitu gadis-gadis belia yang merupakan warga asli Kabupaten Grobogan.

Para bunga desa yang malang itu dipaksa untuk memuaskan hasrat seksual tentara Jepang kala itu.

"Kebanyakan wanita yang menjadi korban kekerasan seksual tentara Jepang malu dan menghilang. Ada seorang nenek saksi bisu yang menjadi korban budak seksual tentara Jepang. Setahun sekali ia datang diantar keluarganya ke Gedung Papak. Namanya Sri Sukanti," tutur Sokiran (60), penjaga Gedung Papak.

gedung papakKOMPAS.com/Puthut Dwi Putranto gedung papak
Menurut Sokiran, nenek itu kerap menangis dan marah ketika datang ke Gedung Papak. Nenek itu kemudian menceritakan sejarah kelam gedung tersebut.

"Di kamar di Gedung Papak, ia dan gadis lain yang diculik digilir paksa jadi tawanan budak seks tentara Jepang," kata Sokiran.

Administratur Perum Perhutani KPH Gundih Divisi Regional Jateng Sudaryana menyampaikan, Gedung Papak dibangun tahun 1919 sebagai markas besar tentara Belanda.

Gedung tersebut juga difungsikan sebagai tempat penyiksaan pribumi yang dianggap membangkang aturan pasukan Belanda kala itu.

"Hingga akhirnya Gedung Papak dikuasai tentara Jepang. Pada masa itulah Gedung Papak dijadikan rumah bordir yang diisi jugun ianfu atau gadis-gadis pribumi yang dijadikan tawanan budak seks tentara jepang. Mereka digilir saat usia masih belia. Ibu Sri Sukanti adalah saksi bisu kekejaman tentara Jepang. Keberadaan beliau kini belum diketahui lagi," tutur dia. 

(Baca juga: Kisah Tawanan Jepang, Lepas dari Jugun Ianfu karena Menyamar sebagai Lelaki)

Perkembangannya, setelah tentara Jepang hengkang dari Indonesia pada 1953, Gedung Papak diambil alih Perum Perhutani sebagai rumah dinas Administratur KPH Gundih.

Sejak itu, Gedung Papak belum pernah dipugar. "Saat itu satu keluarga Administratur KPH Gundih meninggal dunia karena kecelakaan lalu lintas. Setelah itu, Gedung Papak tidak difungsikan lagi dan kami tugaskan warga untuk menjaganya," kata dia. 

Kini, KPH Gundih berencana menghidupkannya dengan mempercantik bangunan serta mengelolanya menjadi obyek wisata unggulan di Kabupaten Grobogan.

Setelah perbaikan bangunan terealisasi nanti, Gedung Papak akan diusulkan sebagai bagian dari paket wisata.

"Akan kami jadikan sebagai museum. Biar masyarakat tahu ada sejarah kelam kejahatan tentara Belanda dan Jepang di Grobogan. Tentunya kami akan berkoordinasi dengan pemerintah Belanda atau Jepang mengingat besarnya anggaran nantinya," ujar Sudaryana.

Wakil Administratur KPH Gundih Kuspriyadi menambahkan, konon, Gedung Papak memiliki penjara bawah tanah peninggalan tentara Belanda yang dijadikan sebagai tempat penyiksaan pribumi.

Kebenaran mengenai informasi itu akan ditelusuri setelah Gedung Papak difungsikan lagi nanti.

"Gedung Papak sudah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh BPCB Jateng. Konon ada ruang bawah tanah dan bahkan ada peninggalan emasnya juga," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com