Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Dusun di Yogya Ini Hidup Bersama Ribuan Burung Kuntul

Kompas.com - 31/08/2017, 18:53 WIB
Wijaya Kusuma

Penulis

YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Sebelum tahun 1997, suasana Dusun Ketingan, Desa Tirtoadi, Mlati, Sleman sama dengan dusun-dusun lainnya di Kabupaten Sleman. Namun setelah munculnya ribuan Burung Kuntul atau bernama ilmiah Ardeidae, Ketingan menjadi salah satu dusun wisata yang ramai dikunjungi wisatawan dan peneliti dari Indonesia hingga mancanegara.

Kehadiran ribuan Burung Kuntul ke dusun Ketingan, tidak pernah disangka oleh warga masyarakat. Sebab sebelumnya dusun Ketingan bukan menjadi salah satu tempat bagi burung berkaki panjang dan leher panjang ini.

Semua itu berawal pada tahun 1997. Pada waktu itu warga bekerja bakti pengerasan jalan. Setelah jalan sudah jadi, lantas diresmikan oleh Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Selang beberapa Minggu setelah diresmikan itulah, ribuan burung mendadak bersarang di pohon-pohon Dusun Ketingan. Sementara dusun di sebelahnya yang juga memiliki karakteristik sama dengan Ketingan, yakni banyak pohon besar namun tidak dijadikan sarang bagi burung Kuntul.

Baca juga: Dulu Kesulitan Air, Kini Bleberan Jadi Desa Wisata Berpendapatan Miliaran Rupiah

"Yang meresmikan Sri Sultan HB X pada 15 Mei 1997. Selang beberapa Minggu, ada dua burung yang datang, lalu bertambah banyak, padahal sebelumnya tidak ada burung kuntul sama sekali di Ketingan," ucap Haryono (71) Ketua Pengelola Desa Wisata Ketingan saat ditemui Kompas.com, Kamis (31/08/2017).

Kehadiran burung kuntul di Dusun Ketingan awalnya ditanggapi negatif oleh warganya. Sebab warga beranggapan burung bernama ilmiah Ardeidae ini menjadi hama yang akan menurunkan hasil panenan Melinjo. Selain itu, kotoran burung Kuntul yang begitu banyak membuat aroma tidak sedap di dusun Ketingan, terlebih saat musim penghujan tiba.

"Warga awalnya tidak senang, setiap hari berusaha mengusir dengan menggunakan katapel. Bahkan tiap sore ada yang menggunakan galah panjang," ucapnya.

Usaha warga mengusir tidak membuahkan hasil, justru burung kuntul semakin banyak yang datang bertengger di pohon-pohon Dusun Ketingan. Sampai akhirnya dinas terkait datang ke Dusun Ketinga.

"Dari Dinas datang kesini, lalu memberi penyuluhan ke warga jika burung kuntul itu masuk dalam kategori satwa dilindungi. Warga diminta untuk ikut menjaga serta melestarikan keberadaannya," ucapnya.

Berkat penyuluhan tersebut, warga akhirnya mau berbagi tempat dengan ribuan burung kuntul di Dusun Ketingan. Anggapan burung kuntul menjadi hama pun terbantahkan dengan hasil panenan Melinjo warga yang justru lebih berlipat ganda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

"Pohon-pohon besar di pertahankan sebagai habitat kuntul, lalu memasang larangan tidak boleh berburu. Kalau ada yang berburu dengan kesadaran warga akan memperingatkan," ucapnya.

Seiring berjalannya waktu, keberadaan burung kuntul di Dusun Ketingan menjadi berkah bagi masyarakatnya. Dusun Ketingan berubah menjadi salah satu destinasi wisata di Kabupaten Sleman dengan burung kuntul sebagai daya tariknya. Bahkan, warga membuka homestay bagi wisatawan yang ingin menginap dan berbagai agenda acara budaya.

"Desa wisata di-launching pada 29 September 2002. Warga membangun homestay, bisa menampung sekitar 200 orang," ujarnya.

Setelah menjadi desa wisata, Dusun Ketingan banyak di kunjungi wisatawan baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Bahkan Ketingan menjadi tujuan untuk penelitian hingga kerja praktik lapangan para mahasiswa.

"Yang kesini ada dari sekolahan, orang umum, mahasiswa S1, S2, profesor. Ada yang datang dari Australia, Jerman, sampai Timor Leste," tuturnya.

Baca juga: Ini 10 Desa Wisata Terbaik yang Dapat Penghargaan Mendes

Dia bercerita, beberapa kali angin besar melanda Kabupaten Sleman, termasuk Dusun Ketingan. Akibatnya berapa pohon di Dusun Ketingan ambruk dan banyak burung kuntul yang jatuh.

"Warga dan dinas kehutanan bersama-sama mengumpulkan yang masih bisa diselamatkan lalu dibawa ke ruang perawatan yang pembuatanya dibantu dinas. Dari dinas juga membantu untuk perawatan dan biaya makannya," katanya.

Hingga sekarang ketika warga menemukan ada burung kuntul yang jatuh dan bisa diselamatkan akan dibawa ke ruang perawatan. Warga masyarakat yang hidup berdampingan dengan burung kuntul pun akhirnya hafal dengan aktivitas burung berkaki panjang ini. Mulai dari membuat sarang, masa kawin, menetas, mencari makan hingga kapan waktunya migrasi dan kembali ke Ketingan.

Menurut dia, dari hasil pendataan terakhir, saat ini populasi burung kuntul di Dusun Ketingan ada sekitar ribuan dari tiga jenis Kuntul. "Yang menetas setiap tahun saja bisa ribuan. Kalau dari pendataan terakhir pada 2012 lalu populasinya mesih ada 10.000 lebih," sebutnya.

Jumlah itu akan berkurang ketika burung kuntul kembali ke Ketingan setelah bermigrasi. Sebab tidak semua burung Kuntul akan kembali ke Ketingan. "Biasanya awal bulan Agustus bermigrasi dan tak satupun burung kuntul bisa ditemui di Dusun Ketingan," ujarnya.

Haryono menyampaikan bagi wisatawan yang akan berkujung ke dusun Ketingan untuk melihat burung kuntul disarankan datang saat bukan musim migrasi.

"Bulan September baru kembali dari migrasi, paling lambat November. Tapi tidak semuanya, ada yang ketempat lain, kalau 10.000 ke sini semua bisa tidak cukup lokasinya," pungkasnya. 

Kompas TV Minat anak untuk membaca sangat kurang di Dusun Prawiranegara. Untungnya, ada sosok perempuan inspiratif penggerak literasi bernama Nursida
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com