Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Lebih Dekat Para Insinyur yang Membidani Kelahiran N219

Kompas.com - 23/08/2017, 13:05 WIB
Dendi Ramdhani

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com - Mesin pesawat N219 berderu di landasan pacu Bandara Husein Sastranegara, Bandung, Rabu (22/8/2017) pagi. Kapten penerbang Esther Gayatri Saleh menjadi pilot utama didampingi kopilot Kapten penerbang Adi Budi Atmoko.

Tepat pukul 09.03 WIB, pesawat buatan PT Dirgantara Indonesia (PT DI) itu melesat ke angkasa. Matahari pagi mulai terik. Setelah berkeliling sekitar 20 menit, pesawat mendarat mulus diiringi tepukan tangan para pegawai dan petinggi PT DI.

Kapten Esther turun dari pesawat dengan simpul senyum yang merekah. Ia pun sukses menjalani tes flight N219 untuk kedua kalinya. Di tengah keriuhan acara uji terbang N219, muncul sejumlah orang berpakaian biru.

Wajah semringah mereka terpancar jelas. Mereka adalah para insinyur atau engineer yang membidani kelahiran pesawat N219. Mereka lebih dikenal dengan sebutan Jig Boring Crew. Agus Susanto (58) mencurahkan kisah suka dan dukanya saat membuat peswat N219.

(Baca juga: Uji Coba dengan Pilot Perempuan, Pesawat N219 Terbang Mulus)

 

Agus telah 30 tahun bekerja di PT DI. Pengerjaan rangka pesawat N219 pertama kali dikerjakan pada 2014 lalu. Proyek N219 merupakan salah satu tantangan besar dalam kariernya di bidang dirgantara.

"Awal itu tahun 2009 angkat desain. Tahun 2014 potong material pertama kali," kata Agus saat berbincang dengan Kompas.com.

Agus sadar bahwa proyek yang ia kerjakan saat ini cukup berat. Boleh jadi, jabatannya turut dipertaruhkan. Kerja lembur kerap menambah rutinitasnya selama kurang lebih dua tahun proyek berlangsung.

"Kita kerja tiap hari rata-rata 8 jam. Tapi kalau over time bisa sampai 16 jam lembur," ujar pria yang menjabat sebagai Supervisi Manufacturing Machining tersebut.

Meski sudah senior, rasa gugup kerap menyelimutinya tiap kali Agus mengerjakan salah satu bagian rangka pesawat di dalam hanggar. Kekhawatirannya tak berlebihan, sebab ia bertanggung jawab penuh atas aspek keamanan dan keselamatan pesawat.

"Yang paling deg-degan itu mengajarkan yang toleransinya ketat, misalkan jarak lubang yang harus presisi. Ada bagian-bagian tertentu yang safety class tidak boleh ada cacat pokoknya harus sempurna," tutur Agus.

Kesempurnaan Harga Mutlak

Ketelitian dalam bekerja tak pelak membuat para insinyur jarang sekali bersenda gurau. Rasa penat pun tak bisa dihindari. Namun risiko besar yang membayangi kariernya membuat Agus dan tim terlatih bekerja lebih fokus. Sebab ia sadar, secuil kelalaian akan berakibat fatal.

"Di udara itu kan kita punya kelaikan pesawat itu beda sekali dengan kendaraan lain, lebih rumit. Dalam pekerjaan kita serius tidak ada bekerja sambil bercanda," tutur Agus yang sudah memproduksi ratusan pesawat karya PT DI.

Agus mengaku sering tak bisa tidur saat membuat pesawat N219. Hal itu terjadi tatkala ia melakukan kesalahan. Kegelisahan menyerang dan membuatnya terkadang panik.

Singkat kata, sambung Agus, dari sedikit kesalahan akan muncul banyak kerugian. Dari material yang terbuang hingga ancaman keselamatan.

(Baca juga: PT DI Beberkan Keunggulan Pesawat N219)

"Seluruh karyawan PT DI kalau merasa dirinya bersalah dalam pekerjaannya pasti tidak bisa tidur. Saya pernah mengalami itu berkali-kali. Contohnya saya mengerjakan hal safety class, saya instruksikan ke teman kerja saya, ternyata instruksi saya salah, saya nggak bisa tidur," akunya.

"Itu sudah naluri karena barangnya barang mahal tidak bisa diproduksi langsung, dengan cari penggantinya harus perlu waktu lagi," tuturnya.

Ia berkesimpulan, risiko terbesar dari seorang teknisi adalah takut salah. Maka dari itu ia selalu berupaya untuk mencari kesalahan sebanyak-banyaknya dalam pekerjaannya untuk melahirkan produk yang sempurna.

"Risiko terbesar dari seorang engineering adalah takut salah dalam mengerjakan sesuatu. Salah membuat keputusan, salah intruksi, salah perhitungan, kalau dari engineer salah ke sananya akan salah, jadi 100 persen harus benar," kata pria berkacamata itu.

Air Mata Kebanggaan Pesawat N219 mejeng dengan gagah di hadapan hanggar yang sudah disesaki para pegawai dan pejabat penting dari sejumlah kementrian. Mereka sibuk berfoto mengabadikan momentum lahirnya salah satu karya terbaik anak bangsa.

(Baca juga: Berita Foto: N219 Terbang Perdana dengan Pilot Esther Gayatri Saleh)

Di samping pesawat, Agus bersama Jig Boring Crew hanya memberi tatapan kosong dengan sepotong senyum. Air matanya terurai membasahi kulit wajahnya yang mulai berkeriput. Rasa haru dan bangga bercampur dalam tiap bulir keringat dan tenaga yang ia curahkan.

Agus masih tak menyangka di usia senjanya, ia bisa menjadi bagian lahirnya sebuah karya besar anak negeri.

"Saya sudah bekerja 30 tahun. Hampir semua jenis pesawat pernah saya kerjakan, kalau dihitung mungkin sudah ratusan," ucapnya.

"Saya bangga sekali tidak ada yang mengira bisa membuat pesawat baru di tengah kondisi ekonomi kita yang seperti ini. Dana terbatas, harus selesai tepat waktu dalam waktu singkat. Yang paling penting ini lahir dari tangan orang lokal, " tambahnya.

Kebanggan serupa turut dirasakan Agus Rifki (54), rekan seangkatan Agus Susanto. Ia mengatakan, rampungnya purwarupa N219 seperti mendapatkan sesuatu yang selama ini ia cari.

"Kalau kita cari emas yang dapat ya harus emas. N219 ini adalah yang saya cari. Saya sangat bangga sekali, " jelas pria yang yang menjabat sebagai Lead Engineer Jig Boring Crew tersebut.

Peluh keringat dan tenaga yang telah dicurahkan tim Jig Boring terbayar seiring munculnya gelombang apresiasi dari masyarakat dan pemerintah. Kini kebanggaannya bisa mengangkasa bersama N219. 

Kompas TV Pesawat Karya Anak Bangsa N219 Mengudara
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com