Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nanang Qosim, Pemuda Tuna Netra yang Ciptakan 18 Nada Azan

Kompas.com - 02/06/2017, 10:53 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis

BANYUWANGI,KOMPAS.com - Seorang laki-laki mengenakan baju putih dan memegang tongkat terlihat membuka gerbang Masjid Baitul Muttaqin di Dusun Labansukadi, Desa Labanasem, Kecamatan Kabat, Banyuwangi, Kamis (1/6/2017).

Ia kemudian menuju ke tempat wudu dan masuk ke dalam masjid setelah mengenakan kopiah putih. Dengan cekatan, ia menuju pengeras suara dan mengambil microphone dan melantunkan shalawat tarhim dengan suara yang merdu.

Saat masuk waktu azan Dzuhur, lelaki yang memiliki nama lengkap Nanang Qosim tersebut berdiri dan mengkumandangkan azan dengan suara yang merdu.

Kegiatan tersebut rutin dilakukan lelaki kelahiran Banyuwangi 9 Desember 1993 ini setiap masuk waktu shalat lima waktu.

Apalagi saat Ramadhan. Nanang tidak pernah absen shalat lima waktu, membaca tarhim, dan azan di masjid yang berjarak sekitar 100 meter dari rumahnya.

"Sejak saya lulus SD, saya sudah azan di masjid ini. Diusahakan setiap waktu shalat ke masjid apalagi Ramadhan seperti ini," jelas Nanang kepada Kompas.com Kamis (1/6/2017).

(Baca juga: Hanya dengan Mendengar, Gadis Tuna Netra Ini Hafal Al Quran Sejak Kelas 5 SD)

 

Dia juga memilih mengumandangkan shalawat tarhim secara langsung. Padahal banyak masjid yang memilih memutar shalawat tarhim melalui kaset atau VCD.

Dia beralasan, dengan melantunkan shalawat tarhim secara langsung, lebih menggugah masyarakat untuk berjamaah di masjid. "Bershalawat langsung pasti lebih baik dan rasanya beda dibandingkan mutar kaset VCD," kata Nanang.

Bukan hanya melantunkan shalawat tarhim secara langsung, Nanang juga menciptakan nada Azan yang berbeda setiap hari. Total, ada 18 nada azan yang ia ciptakan dan dilantunkan pada setiap waktu shalat.

"Setiap hari beda-beda. Jadi nada azan shalat subuh hari Senin dan hari Selasa berbeda. Nada azan sholat dzuhur dan ashar pada hari Senin juga beda. Pokoknya, dalam satu hari, nada azan di lima waktu shalat beda-beda. Besoknya pun beda lagi.

Ia sengata membuat sendiri nada azan. Selain agar dirinya tidak bosan, yang mendengar pun ikut tidak bosan. "Dipikir yang azan orangnya banyak padahal ya cuma satu orang, ya saya ini," ujarnya sambil tertawa.

 

Anak tunggal pasangan Zubaidi (53) dan Sumaiyah (50) tersebut mengaku belajar azan pada guru mengajinya. Dia juga menghapal beberapa ayat suci Al Quran.

Cara menghapalnya adalah dengan mendengarkan dari kaset atau meminta kawannya untuk membacakan ayat suci Al Quran berulang-ulang. Setelah hapal, Nanang membacakan ulang di depan guru mengajinya untuk dikoreksi panjang dan pendek nadanya.

"Jika salah saya ulang lagi. Untuk shalawat tarhim saya butuh waktu 2 tahun lebih untuk menghapal dan berani mengumandangkannya lewat pengeras suara," katanya.

(Baca juga: Meski Tuna Netra, Pemuda Ini Sukses Dirikan Perusahaan Bernilai Rp 100 Miliar)

Ia mengaku, untuk menjaga kualitas suaranya, Nanang mempunyai kebiasaan mengosongkan perut satu jam sebelumnya. Selain itu, dia juga berlatih dengan membenamkam kepala ke bak mandi dan menahan napas selama 1 menit.

"Itu rutin saya lakukan agar napasnya panjang," tambahnya.

Dia juga menjaga makan minum dan pantang minum es dan air jahe agar suaranya tidak serak dan berat. "Alhamdulilah sering dapat undangan ke masjid-masjid lain atau diundang menjadi qori' kalau ada acara pernikahan, atau peringatan hari besar Islam," tambahnya.

Al Quran Braile

Kepada Kompas.com, Nanang bercerita jika dia terlahir normal. Namun sejak kelas 5 SD penglihatannya terganggu sehingga dia memilih tidak melanjutkan sekolah setelah lulus SD. Sehari-hari dia memilih mengaji sendiri di rumah dan menjadi muadzin di masjid dekat rumahnya.

"Sekarang penglihatan saya hanya tinggal 5 persen dan alhamdulilah sejak 4 bulan terakhir saya kenal teman dari komunitas tuna netra dan mulai belajar braille. Seminggu sekali saya ke Banyuwangi," katanya.

Walaupun usianya sudah menginjak 24 tahun, dia akan tetap melanjutkan sekolah di SLB dan belajar membaca Al Quran braille. "Jika sudah bisa baca dan punya Al Quran braille saya bisa lebih banyak menghapal ayat-ayat suci Al Quran. Tapi harga Al Qurannya mahal," katanya.

Saat ditanya cita-citanya, Nanang mengaku ingin sekali azan di Masjid Raya Al-Akbar Surabaya yang dekat dengan rumah asal ibunya. Ia mengaku pernah ke masjid tersebut dan meminta izin untuk azan saat masuk waktu shalat, tapi tidak diperbolehkan.

Selain itu, dia juga ingin merekam suaranya saat melantunkan shalawat tarhim dan azan agar bisa diputar di masjid-masjid lainnya. "Yang bisa saya lakukan ya hanya ini agar bisa bermanfaat buat orang lain," jelasnya.

(Baca juga: Bantu Anak Tuna Netra, Mahasiswa ITS Buat Braille Hardware)

Sementara itu Zubaidi, ayah kandung Nanang mengaku sengaja memberikan nama anak laki-lakinya Nanang Qosim, sama seperti nama pembaca al-quran yang suaranya sering dia dengarkan di kaset yang diputar di masjid.

"Sejak awal saya kagum sama suaranya Nanang Qosim. Akhirnya saat punya anak, ya saya kasih nama yang sama dan alhamdulilah anak saya juga memiliki suara yang bagus saat azan dan mengaji," jelasnya.

Dia juga mengaku bangga memiliki anak Nanang Qosim dan akan mendukung setiap keinginan anaknya.

"Walaupun dia tuna netra tapi dia punya kelebihan yang tidak dimiliki orang lain. Menghidupkan masjid dengan suaranya. Dulu saya nggak kepikiran untuk melanjutkan sekolah ke SLB. Kalau sekarang mau sekolah lagi saya akan mendukungnya," pungkas Zubaidi.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com