Uang tersebut ia gunakan untuk makan dan keperluannya sehari-hari. Ia pun mampu menyisihkan uang Rp 500.000 per bulan untuk orang tuanya.
Seusai berjualan, ia dan teman-temannya tinggal di sebuah rumah berukuran 8x4 meter. Ia dan enam teman sebayanya tinggal disana.
Namun sejak pamannya Tajudin di penjara, ia enggan berjualan. Ia memilih untuk memproduksi ulekan. Setiap hari ia mulai bekerja pukul 08.00 WIB. Ia memahat batu menjadi ulekan yang dihargai Rp 1.500 per ulekan. Setiap hari, ia mampu mengantongi uang Rp 20.000.
"Lebih enak dagang, tangan tidak sakit dan untungnya lebih besar. Tapi masih takut," tuturnya.
Hingga kini, Cepi enggan sekolah. Sampai akhirnya dia dibujuk oleh Ketua DPD Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi untuk sekolah bola di Purwakarta. Dengan berpikir panjang, ia pun mengatakan iya. Karena sejak kecil cita-citanya menjadi pesepakbola.
"Anak ini (Cepi dan Dendi) akan disekolahkan di SMPN 6 Purwakarta, tempat anak-anak ASAD (Asli Sepakbola Anak Desa) belajar," ucap Dedi Mulyadi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.