Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahasiswa Ini Sulap Bonggol Pisang Menjadi Abon

Kompas.com - 19/01/2017, 13:46 WIB
Reni Susanti

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com - Banjir yang kerap melanda Indramayu memicu inovasi Hera Wijaya (22). Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Cirebon ini menyulap bonggol pisang jadi abon dan keripik.

"Di rumah saya di Karang Ampel, Indramayu, banyak sekali pohon pisang. Saat banjir, pohon ini tercerabut dari akarnya," ujar Hera kepada Kompas.com belum lama ini.

Pohon-pohon tersebut menghalangi jalannya air, sehingga banjir sulit surut. Tak hanya itu, lama-kelamaan pohon ini busuk dan menebarkan bau kemana-mana.

"Enggak enak dilihat. Kalau didiamkan busuk," terangnya.

Ia pun memutar otak dan teringat zaman SMA bahwa pohon pisang memiliki banyak manfaat. Namun informasi tentang bonggol pisang untuk makanan tidak ada.

"Bonggol pisang itu banyak getahnya. Takut malah jadi racun," ungkapnya.

Hera terus mencari informasi tentang kandungan bonggol pisang. Hingga suatu hari sang kakak bercerita pada zaman Belanda, kakeknya biasa mengonsumsi bonggol pisang.

"Ide ini muncul sejak lulus SMA 2014 lalu, tapi baru direalisasikan tahun lalu," terangnya.

Setidaknya, ia delapan kali gagal dalam uji coba. Bonggol pisang masih menyimpan banyak kandungan air dan bau pohonnya itu sendiri.

Beberapa kali mencoba, ia pun menemukan solusi. Yakni merendamnya sehari menggunakan kapur sirih. Fungsinya untuk menghilangkan getah dan bau.

"Sebelum diproses, diparut, direndam, dikukus untuk mematangkan dan menghilangkan getah selama 15 menit," ucapnya.

Setelah itu, campurkan bumbu seperti daun salam, bawang merah, bawang putih, lengkuas, sereh, dan bumbu rahasia. Lalu disangrai.

"Rasanya enggak jauh beda sama abon ayam dan sapi. Abon pisang ini bisa menjadi alternatif," ungkapnya.

Saat ini, Hera memasarkan produknya di Indramayu dan online. Untuk pasar Indramayu, ia memberdayakan ibu-ibu yang tidak berpenghasilan di kampungnya.

Untuk pasar online, ia memasarkannya masih seputar Jawa Barat dan Yogyakarta. Ke depan ia ingin memberdayakan pengangguran di daerahnya sebagai tenaga pemasaran.

"Saya jual Rp 30.000 per 200 gram. Agar tahan lama, abon dikemas dalam toples," imbuhnya.

Harga tersebut, sambung dia, jauh lebih murah dibanding abon ayam dan sapi. Apalagi, Hera nyaris tidak mengeluarkan modal dalam pembuatannya.

"Bumbu ada tinggal ambil di kebun, pohon pisang juga banyak banget di kampung saya. Jadi hampir tidak ada modal uang yang keluar," terangnya.

Untuk menjaga kesehatan, produk yang diberi merek Aboping ini menggunakan bahan alami. Ia lebih memilih kapur sirih daripada baking powder dan toples dibanding plastik untuk pengemasan.

"Bisnis abon baru tiga bulan dan ini pertama kalinya di Indonesia," ucapnya.

Selain abon, ia memproduksi kripik bonggol pisang sejak setahun lalu. Produksinya mencapai 200 bungkus per hari dengan nilai jual Rp 7000/bungkus/100 gr.

Untuk mengembangkan bisnisnya, Hera mengikuti lomba Astra Start up Challange dan lolos. Ia menjadi satu dari 25 proposal yang akan mendapat pelatihan dan pendampingan sekitar enam bulan.

"Yang mengirimkan proposal 1.157. Dari sana disaring 25 orang dan akan dipilih menjadi 3 terbaik," ucap Head of Public Relation PT Astra International Tbk, Yulian Warman.

Yulian menjelaskan, kegiatan ini baru pertama kalinya diadakan dan diikuti 20 provinsi di Indonesia. Ke depan, cakupannya akan diperluas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com