Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Toleransi di Tanah Intoleran (1)

Kompas.com - 16/11/2016, 16:01 WIB
Reni Susanti

Penulis

PURWAKARTA, KOMPAS.com - Perdebatan sengit terjadi di Gedung Dakwah, Jalah Ahmad Yani, Purwakarta. Para ulama tengah beradu argumen tentang Syiah. Sekelompok ulama setuju dengan rencana gerakan anti-Syiah di daerahnya. Sekelompok ulama lainnya menolak gerakan anti-Syiah karena potensi konfliknya besar.

Perdebatan semakin panas. Setiap ulama kukuh dengan pendiriannya masing-masing. Di antara para ulama tersebut terlihat Ketua Forum Kerukunan Antar Umat Beragama (FKUB) Purwakarta, KH M John Dien Thahir.

John Dien mengernyitkan dahi. Sesekali dia mengambil air minum di tengah perdebatan panjang yang berlangsung alot ini.

“Kayak mau perang,” ucapnya menggambarkan perdebatan tentang anti-Syiah di Purwakarta, 2015 lalu.

Perdebatan ini menggambarkan apa yang ada di luar. Saat itu, organisasi yang menamakan dirinya Aliansi Nasional Anti Syiah (Annas) begitu masif menyuarakan anti Syiah. Bahkan mereka berniat mendeklarasikan anti Syiah di beberapa daerah di Indonesia.

Annas semakin percaya diri ketika salah satu daerah di Jawa Barat melarang peringatan Asyura oleh kaum muslim Syiah daerahnya, Oktober 2015 lalu. Tekad mereka untuk menyuarakan anti-Syiah di Indonesia pun semakin kuat.

Perdebatan juga terjadi di media sosial. Setidaknya kata “Syiah” digunakan netizen lebih dari 530.000 kali selama Januari-Oktober 2015. Padahal pada tahun-tahun sebelumnya, kata Syiah maupun tagar anti-Syiah nyaris tak terdengar.

Salah satu bidikan Annas saat itu adalah Purwakarta. Rencananya, mereka akan menggelar deklarasi, Minggu, 15 November 2015, di Aula Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Purwakarta.

Surat Edaran

Tiga hari sebelum deklarasi dilakukan, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi menggelar konferensi pers di kantornya. Ia memperlihatkan dan membaca surat edaran nomor 450/2621/Kesra tentang Jaminan Melaksanakan Ibadah Berdasarkan Keyakinan.

Surat itu berbunyi: “Dalam rangka memupuk sikap toleransi di tengah-tengah keberagaman dalam beragama dan keyakinan berdasarkan Pancasila dan UUD  1945 dalam Pasal 29, bahwa hak memeluk dan melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing merupakan hak yang paling asasi dimiliki seluruh umat manusia dan dilindungi oleh negara.

Sehubungan dengan hal tersebut, Pemkab Purwakarta bersama jajaran TNI dan Polri menjamin seluruh pendudukKabupaten Purwakarta untuk dapat melaksanakan peribadatan sesuai dengan gama dan keyakinan masing-masing, selama kegiatan peribadatan dimaksud tidak bertentangan dengan asas ketertiban umum.”

Surat tersebut ditandatangani Bupati Purwakarta, 10 November 2015, dan berlaku sejak surat tersebut ditandatangani.

Dedi beralasan, surat ini keluar karena ia melihat ada tanda-tanda perbedaan paham di daerahnya yang jika dibiarkan bisa menimbulkan konflik. Padahal kebebasan beribadah jelas diatur dalam UUD 1945.

Pasca-surat edaran, Annas membatalkan rencana aksinya, sedangkan Dedi menguatkan surat edaran Jaminan Melaksanakan Ibadah Berdasarkan Keyakinan dengan mengeluarkan Surat Keputusan pendirian Satuan Tugas Toleransi Agama/Kepercayaan.

Tugas satgas toleransi

Untuk menakhodai Satgas ini, Dedi memilih Ketua FKUB, M John Dien Thahir. Meski menerimanya, John Dien mengaku kebingungan karena Satgas ini lembaga baru di Indonesia.

“Kami bingung harus mencontoh ke mana. Akhirnya kami mencoba membuat arahnya sendiri,” tuturnya.

Satgas toleransi terdiri dari 30 orang yang terdiri dari tokoh enam agama yang diakui negara beserta ormas-ormas keenam agama tersebut. Ke-30 orang tersebut menyebar di seluruh kecamatan.

Inti dari tugasnya yakni memfasilitasi, pembinaan, berkonsultasi,  menyelesaikan, dan memberikan rekomendasi terkait berbagai persoalan toleransi kehidupan beragama/kepercayaan di masyarakat. Pihaknya pun berkewajiban memberikan rekomendasi dan laporan terkait persoalan toleransi ke Pemkab Purwakarta.

Tak hanya itu, tugas dari Satgas adalah menanamkan toleransi sejak dini. Karena itu, berbagai kegiatan terus digelar.

Misalnya pelaksanaan malam takbiran bersama seluruh agama, pembagian takjil gratis, pelaksanaan berlombaan olahraga yang diikuti seluruh agama, kelas ideologi untuk menangkal gerakan yang menyimpang dari NKRI dan Pancasila.

Saat ini, sambung John Dien, pihaknya tengah menyiapkan 482 pendidik agama untuk program pengkajian kitab masing-masing agama untuk pelajar di Purwakarta. Guru-guru ini nantinya akan mendapat honor Rp1 juta-1,5 juta per bulan. Selain itu, Satgas Toleransi tengah menyiapkan rencana youth camp.

Nominator

Kebijakan pendirian satgas membuat Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menominasikan Purwakarta sebagai daerah paling toleran di Indonesia.

Bupati Purwakarta pun mendapatkan penghargaan dari Komnas HAM terkait pemerintah daerah yang berdedikasi dalam perlindungan dan pemenuhan atas hak kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Bahkan Kementerian Agama akan menjadikan program pengkajian kitab kuning untuk muslim, serta berbagai kitab lainnya untuk masing-masing agama non muslim sebagai role model dan diterapkan di Indonesia.

Toleransi di Tanah Intoleran

Masuknya Purwakarta menjadi nominator daerah paling toleran berseberangan dengan penilaian terhadap Jawa Barat sendiri yang dinilai provinsi paling intoleran.

Kongres Kebebasan Beragama 2016 menyebutkan, Jawa Barat menduduki peringkat pertama provinsi intoleran atau menolak kebebasan beragama. Sejak 2011, Jawa Barat berkali-kali masuk daftar teratas dengan masyarakat yang tidak menghargai kebebasan beragama.

Komisioner Komnas HAM untuk bidang Kebebasan Beragama, Imdadun Rahmat mengatakan, masih bertahannya Jawa Barat sebagai wilayah intoleran karena berbagai faktor. Hal paling kentara adalah belum adanya formula efektif untuk masyarakat dan pemerintah menyelesaikan konflik agama.

Hal senada diungkapkan Direktur The Wahid Institute Yenny Zannuba Wahid. Mengacu pada aduan yang diterima lembaganya, ada 46 aduan pelanggaran kebebasan beragama di Jabar. Penyebabnya, karena masifnya pertumbuhan kelompok intoleran dan kecilnya kesadaran terhadap hak kebebasan beragama.

Penelitian sebelumnya pernah dilakukan Universitas Paramadina yang menyebutkan, dalam kurun waktu 1990-2008 terjadi 832 insiden konflik keagamaan. Aksi kekerasan dominan di beberapa daerah.

Jawa Barat menduduki posisi kedua dengan 102 kasus, terdiri dari 57 aksi damai dan 45 aksi kekerasan, di bawah Sulawesi Tengah dengan 76 kasus yang terdiri dari 28 aksi damai dan 76 aksi kekerasan.

Bersambung: Toleransi di Tanah Intoleran (2)

 

Tulisan berseri ini adalah hasil liputan Reni Susanti, kontributor Kompas.com di Bandung, sebagai pemenang program Fellowship Liputan Keberagaman 2016 yang diinisiasi oleh Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (Sejuk).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com