Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wae Rebo, Negeri Tersembunyi di Flores

Kompas.com - 05/11/2016, 11:28 WIB

Penulis

Termasyhurnya Wae Rebo mengubah hidup dan nasib warganya. Dahulu, warga Wae Rebo hidup terbelakang. Mereka hanya makan apa yang mereka dapatkan dari kebun dan hutan. Kini kemampuan ekonomi mereka bertambah, dari Rp 600.000 menjadi Rp 3 juta setahun. Sejumlah anak muda kini fasih berbahasa asing dan banyak yang menimba ilmu di perguruan tinggi.

Kopi hutan Wae Rebo pun naik daun. Biji kopi yang dahulu hanya dihargai Rp 25.000 per kilogram di pasar, kini menjadi Rp 48.000-Rp 50.000 per kg. Eksotisme Wae Rebo menarik para pemilik kedai kopi dari Jakarta untuk datang ke kampung itu.

Meski membawa perbaikan ekonomi, perubahan yang begitu cepat membuat sesepuh Wae Rebo khawatir. Harga kopi Wae Rebo yang melambung, misalnya, tak akan lagi bisa dijangkau warga desa sekitar.

Perbedaan latar belakang sosial antara warga dan wisatawan pun rawan jadi persoalan. "Saya sering ditegur sesepuh karena ada saja wisatawan berbaju terlalu terbuka. Sebenarnya saya sudah berpesan agar memakai baju kaus, tetapi kadang baju kaus mereka tertutup di depan, bolong di belakang," cerita Martinus.

Para sesepuh Wae Rebo pun memberikan batasan dan aturan. Di Wae Rebo, anak-anak tidak dibiasakan menerima pemberian dari tamu. Jika ada hadiah, sesepuh yang akan membagikannya agar nanti tak timbul sifat meminta kepada tamu.

Segala sesuatu pun dibicarakan secara kekeluargaan. Juni lalu, misalnya, seusai menjamu tamu, para sesepuh desa mengadakan pertemuan mendadak untuk membahas Kartu Indonesia Pintar yang baru sampai ke kampung mereka. Tidak semua anak usia sekolah mendapatkan kartu tersebut. Agar tidak menimbulkan masalah, akhirnya sesepuh memutuskan untuk bertanya ke perangkat desa tentang nasib anak yang tak mendapat kartu dan menahan sementara kartu yang ada.

Warga Wae Rebo dan warga desa sekitarnya juga mempunyai cara tersendiri untuk bisa menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi. Menyadari pendapatan mereka yang kecil, warga mengadakan acara amal untuk membiayai anak mereka yang kuliah. Di acara amal ini, tuan rumah akan memotong ternak untuk jamuan para tamu. Tamu yang juga tetangga dan tetangga desa mereka akan datang dan menyumbang semampunya sebagai bentuk kepedulian pendidikan sang anak.

"Dari cara ini, warga bisa mengumpulkan uang sampai Rp 15 juta untuk membiayai sekolah anak bahkan ada yang beruntung mendapatkan 25 juta. Cara ini dilakukan bergilir. Nanti saat anak saya sudah masuk usia kuliah, giliran saya menjamu para tamu," kata Yosef Katup, sesepuh Wae Rebo.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com