Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjuangan Seliwati Melawan Kesewenangan dengan Jengkol

Kompas.com - 04/11/2016, 06:50 WIB


Seliwati dan suaminya, Esrom, juga mengingatkan bahwa pohon jengkol penting untuk menjaga kelestarian alam. Akar pohon jengkol menyebar dan menancap di bawah permukaan tanah sehingga berguna untuk menahan air.

Untuk membuktikannya, Seliwati dan beberapa temannya menanam jengkol di pinggiran sungai. Setelah empat tahun, bantaran sungai yang sering ambles saat musim hujan menjadi kokoh berkat tanaman jengkol.

Para petani pun akhirnya berbondong-bondong menanam jengkol. Pada 2016, ada 30 kepala keluarga yang menanam jengkol. Rata-rata setiap keluarga memiliki lahan seluas 1 hektar.

Kini lahan tersebut 70 persen ditanami jengkol. Sisanya ditanami durian dan merica agar warga juga bisa memiliki variasi hasil tani. Lahan yang awalnya hanya berisi semak dan sedikit pepohonan kini subur dan hijau. Pohon jengkol yang berusia tujuh tahun ke atas mampu menghasilkan buah hingga 3 kuintal dan sudah sangat baik untuk dibibitkan.

Melihat lahan yang produktif, perusahaan perkebunan tidak melakukan ekspansi ke lahan warga. Berkat Seliwati, jengkol kini menjadi simbol perlawanan warga untuk mempertahankan hak kedaulatan pangan mereka.

Bahkan, perlahan tetapi pasti, warga mulai menanami lahan yang berada di dalam lingkup perusahaan perkebunan. Wilayah di pinggiran tapal batas sedikit-demi sedikit diakuisisi petani dengan pohon-pohon jengkol.

Itulah bentuk perlawanan warga untuk merebut kembali hak milik mereka. Selama tiga tahun, perusahaan tidak melakukan apa pun terhadap tindakan warga.

"Kami ingin menunjukkan bahwa kami tidak bisa berdiam diri. Tanah leluhur berfungsi untuk menyejahterakan warga, jadi itu yang kami lakukan," papar Seliwati. (Laraswati Ariadne Anwar)


Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Oktober 2016, di halaman 16 dengan judul "Melawan dengan Jengkol".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com