Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjuangan Seliwati Melawan Kesewenangan dengan Jengkol

Kompas.com - 04/11/2016, 06:50 WIB


Selang dua tahun, pohon-pohon kakao yang ditanam perusahaan ternyata gagal panen. Perusahaan lantas mengganti tanaman kakao dengan kelapa sawit.

Seliwati sadar benar bahwa perkebunan sawit akan berdampak negatif terhadap lingkungan Desa Uraso. Pasalnya, sawit membutuhkan lahan yang kering. "Kalau air tanah dikuras dengan menebangi pohon, bisa-bisa desa kami longsor nantinya," ucapnya.

Menanam jengkol

Warga desa dihadapkan pada dua ancaman besar. Pertama, ketergantungan ekonomi pada pemilik perkebunan. Kedua, ancaman bencana yang ditimbulkan perkebunan sawit. Seliwati berpikir, harus ada solusi yang cepat untuk mengatasi dua persoalan itu.

Perempuan berusia 45 tahun itu kebingungan mencari tanaman pengganti. Ia tidak mungkin menanami semua lahan dengan merica dan durian karena dua tanaman itu memerlukan perawatan ekstra.

Ia kemudian berkunjung ke desa-desa lain dan menemukan sejumlah petani menanam jengkol. Setelah ia pelajari, ternyata tanaman jengkol tidak memerlukan pupuk. Petani hanya perlu membersihkan gulma dan benalu dari pohon.

Pada 2011, Seliwati mulai menanam 200 batang pohon jengkol di lahan miliknya yang seluas 2 hektar. Sebagian bibit jengkol ia beli di pasar, sebagian lagi ia beli dari petani jengkol. Sisa lahan di dekat rumahnya tetap ia tanami merica.

Empat tahun berlalu, ratusan pohon jengkol milik Seliwati berbuah lebat. Padahal, pohon jengkol ia tanam di lahan yang relatif kering karena dikepung perkebunan sawit. Setiap pohon jengkol rata-rata menghasilkan 1 kuintal buah.

Sebagian jengkol ia jual ke pengepul, sisanya ia gunakan untuk pembibitan. Setelah itu, bibit-bibit tersebut ia tawarkan kepada para petani lain di desanya. Awalnya, para petani sangsi dengan ajakan Seliwati untuk menanam jengkol. Mereka berpikir, jika semua petani menanam jengkol, produksi akan surplus. Lantas, bagaimana menjual jengkol sebanyak itu?

Seliwati ternyata sudah mengantisipasi kemungkinan itu. Ia menggandeng para pengepul yang akan mengirim jengkol ke Pulau Jawa melalui Surabaya, Jawa Timur.

"Harga yang ditawarkan para pengepul cukup adil dan menguntungkan bagi petani," ujarnya.

Satu kilogram jengkol dihargai Rp 10.000 hingga Rp 20.000, bergantung pada mutunya. Jika satu pohon menghasilkan 100 kilogram jengkol, hasil penjualan jadi Rp 1 juta hingga Rp 2 juta. Padahal, modal untuk menanam jengkol hanya Rp 50.000 per hektar. Itu pun hanya untuk pemupukan di tahap awal ketika pepohonan masih kecil.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com