Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seorang Bayi di Cirebon Bertahan Hidup dengan Hati Rusak

Kompas.com - 15/10/2016, 17:15 WIB
Muhamad Syahri Romdhon

Penulis

CIREBON, KOMPAS.com – Sungguh malang nasib Canthiqa Annindya. Bayi berusia satu tahun asal Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, itu bertahan hidup dengan kondisi empedu dan hati yang sudah rusak.

Susanti, ibunya, tidak mampu membiayai pengobatan putrinya yang mencapai lebih dari Rp 1 miliar. Susanti hidup sebagai orangtua tunggal. Suaminya pergi entah ke mana ketika sang bayi masih dalam kandungan.

Susanti tinggal bersama buah hatinya tinggal di rumah sederhana perumahan Bumi Arumsari, Desa Kepompongan, Kecamatan Talun.

Susanti tidak tega meninggalkan bayinya karena kondisi si kecil yang kian memprihatinkan. Di pelukannya, Canthiqa terus menangis dan mengerang menahan kesakitan di perutnya yang kian membesar.

Setiap tiga jam sekali, Canthiqa harus mengonsumsi air susu khusus. Bukan melalui mulut layaknya bayi pada umumnya, melainkan melalui selang yang terpasang pada hidungnya.

Susanti menuturkan, penyakit tersebut menyerang anaknya sejak lahir. Kulit Canthiqa terus menguning dan setiap hari ukuran perutnya kian membesar.

Meski terus dibawa berobat, rupanya penyakit tersebut dengan cepat menyebar ke sejumlah organ dalam sang bayi.

"Canthiqa sakit atresia bilier, tidak terbentuknya saluran empedu dengan baik, sehingga menyebabkan sirosisi hepatitis alias kerusakan hati sejak dua bulan. Perutnya membesar dari yang seukuran sekitar 7 cm hingga kini sekitar 48 cm," kata Susanti sambil terus menggendong sang putri.

Karena kondisinya itu, Canthiqa menjalani berbagai macam pengobatan. Selama di Cirebon, Susanti membawa anaknya menjalani perawatan di Rumah Sakit Mitra Plumbon.

Karena jarak RS cukup jauh, ia memindahkan pengobatan ke RS Putra Bahagia. Peralatan di RS terbatas, sehingga Susanti memindahkan pengobatan anaknya RS Ciremai.

Dokter di RS Ciremai merujuknya ke Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) di Bandung karena memiliki peralatan lebih lengkap.

"Namun hal serupa kembali terjadi, demi penanganan serius, Chantiqa dirujuk ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta," kata Susanti.

Saat ini, Canthiqa menjalani perawatan dan pengobatan di RSCM Jakarta. Dokter di sana menganjurkan agar pasien segera menjalani transplanttasi atau cangkok hati.

"Namun yang diklaim BPJS itu hanya Rp 250 juta dari total yang harus dibayarkan Rp 1,2 miliar rupiah. Biaya pendonor untuk screening-nya tidak diklaim BPJS yang membutuhkan sekitar Rp 40 juta sampai Rp 200 juta," kata Susanti.

Susanti juga harus membeli susu khusus seharganya Rp 320.000 untuk dua hari. Itu karena Canthiqa tidak dapat mengonsumsi susu protein sapi seperti pada umumnya.

Beban hidupnya bertambah karena bank sudah berulang kali menagih dan mengirimkan surat penyegelan rumahnya. Sepeda motor satu-satunya yang ia miliki juga akan ditarik.

"Saya sudah tidak mampu, rumah saya sudah mau disita. Bapaknya Canthiqa sudah tidak bertanggung jawab, jadi saya berjuang sendiri untuk Canthiqa," kata Susan seraya menahan tangis.

Demi ingin menjaga putrinya, Susanti melepas pekerjaannya sebagai pegawai di Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI).

Susanti terus berdoa dan berharap pemerintah atau orang lain berkenan membantu transplantasi hati demi keselamatan Chantiqa.

"Saya ingin sekali menyelamatkan anak saya. Saya enggak tega, enggak kuat lihat kondisi Canthiqa seperti ini," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com