Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nenek Sebatang Kara Ini Tinggal di Rumah Kumuh Penuh Kotoran Tikus

Kompas.com - 23/09/2016, 19:33 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana

Penulis

MAGELANG, KOMPAS.com - Hidup sebatang kara. Tinggal di rumah reot, sebagian atap ambruk, dan sangat kumuh.

Itulah kehidupan yang sehari-hari dijalani oleh seorang nenek lanjut usia bernama Asmo Welas Asih (86) di kampung Nambangan, RT 7 RW 20, Kelurahan Rejowinangun Utara, Kota Magelang, Jawa Tengah.

Matanya berbinar-binar, senyumnya menyungging, tatkala seorang jurnalis datang ke rumahnya membawa sebungkus nasi untuk makan siangnya, Jumat (23/9/2016) siang.

"Terima kasih, semoga Tuhan membalas kebaikan Anda," ucapnya menggunakan bahasa Jawa.

Mbah Asmo, sapaan akrabnya, sudah bertahun-tahun tinggal sendiri di rumah yang tidak layak huni itu. Sekitar dua minggu yang lalu, atap rumah bagian belakang ambruk akibat termakan usia dan hujan deras beberapa hari terakhir.

Tampak kayu-kayu penyangga, genting, batu bata, masih berserakan bersama dengan perkakas dapur yang sudah sangat kumuh.

Di sudut ruang depan ada dipan (tempat tidur kayu) yang biasa dipakai Mbah Asmo tidur. Hanya dipan itulah satu-satunya tempat yang paling nyaman untuk Mbah Asmo.

Tempat tidur berada di bawah atap genteng yang masih utuh sehingga ia bisa berlindung dari panasnya matahari dan dinginnya guyuran hujan. Ia rela bersisihan dengan selimut dan guling lusuh serta barang-barang usang.

Di sudut ruangan lainnya, hanya ada lemari dan kursi usang, serta tumpukan kayu-kayu tak terpakai. Sampah botol bekas minuman, plastik, hingga kotoran tikus, berserakan di lantai yang becek. Aroma tidak sedap tercium di sudut ini.

"Kalau tidur malam, sembahyang, ya hanya di sini. Kalau hujan ya banjir, saya cuma duduk di sini karena (ruangan) lainnya sudah tidak bisa dipakai," tutur Mbah Asmo.

Rumah Mbah Asmo yang berkukuran sekitar 4x5 meter itu hanya diterangi oleh satu lampu kecil. Aliran listriknya dari tetangga sebelah rumah. Apabila hendak mandi atau buang air kecil, Mbah Asmo harus menimba air di sumur milik tetangga tidak jauh dari rumahnya.

Sebatang kara

Mbah Asmo yang asli Muntilan, Kabupaten Magelang, itu menceritakan, dirinya tinggal di rumah tersebut sejak menikah dengan Asmo Marsin puluhan tahun silam. Sejak suaminya meninggal sepuluh tahun lalu, ia hidup sebatang kara karena tidak memiliki anak kandung.

Setiap hari Mbah Asmo berjalan kaki pergi ke Pasar Rejowinangun yang berjarak sekitar 1,5 kilometer dari rumahnya untuk mencarai nafkah atau sekedar mencari hiburan.

"Bangun tidur pagi-pagi, lalu saya sembahyang, terus ke pasar jalan kaki, pulangnya kadang siang atau sore," katanya.

Mbah Asmo mengaku tidak ingin merepotkan orang lain. Ia juga tidak pernah meminta belas kasihan orang lain meski ia menyadari kehidupannya sangat memprihatinkan. Untuk makan sehari-hari saja tidak pasti apalagi jika harus memperbaiki rumah. Baju yang melekat ditubuhnya adalah satu-satunya pakaian yang ia miliki.

"Kadang-kadang enten sing maringi nggih kulo tampi (kadang ada yang memberi (makan) ya saya terima). Wingi enten sing maringi pelem niki (kemarin ada yang memberi mangga ini)," ujarnya sembari menunjukkan beberapa buah mangga di keranjang.

Menurut Mbah Asmo, selama ini belum ada bantuan dari pemerintah, baik bantuan kesehatan, beras, atau renovasi rumah. Apabila sakit, ia cukup membeli obat di warung.

Mbah Asmo mengaku pernah ada dermawan yang ingin membawanya ke panti jompo tapi ia menolak karena tetap ingin tinggal di rumah.

"Tidak mau saya, nang ngomah wae (di rumah saja)," tandasnya.

Sementara itu, Fatonah (57), tetangga Mbah Asmo, mengaku prihatin dengan kondisi Mbah Asmo saat ini. Dahulu saat masih ada suaminya, rumah tersebut pernah direnovasi dari bentuk gedeg (bambu) menjadi tembok bata.

“Itu sudah lama sekali dan sampai sekarang tidak pernah lagi direnovasi. Ambrolnya genteng rumah Mbah Asmo ini baru saja, sekitar 6 September 2016 dan sampai sekarang masih dibiarkan begitu saja,” tuturnya.

Menurut Fatonah, sehari-hari, segala kebutuhan hidup diurus sendiri dan sesekali menerima belas kasih tetangga atau aktivis sosial. Mbah Asmo sudah mendapat bantuan dari dinas sosial setempat berupa matras, selimut, kain, dan terpal. Akan tetapi, mengingat kondisi rumah rusak parah, bantuan itu masih disimpannya.

Warga dan perangkat kampung setempat sudah bermusyawarah untuk bergotong-royong membersihkan dan merenovasi rumah Mbah Asmo. Namun sejauh ini warga masih kesulitan biaya lantaran kerusakan rumah tergolong parah sehingga membutuhkan banyak biaya.

"Warga sepakat akan bantu merenovasi rumahnya, meskipun untuk dana masih kami cari. Sekarang, kami bantu sebisanya, seperti makanan dan minuman. Barangkali ada sukarelawan atau orang dermawan yang mau membantu, kami sangat berterima kasih,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com