Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak-anak Nelayan Tanjung Batu Mengimpikan Emas...

Kompas.com - 23/09/2016, 05:40 WIB
Dani Julius Zebua

Penulis

TANJUNG BATU, KOMPAS.com - Kulitnya gosong, aroma matahari, obrolannya sepatah-sepatah, khas anak pantai. Itulah Muhamad Ikwan (15), pelajar kelas 8 SMP Tanjung Batu, Kecamatan Derawan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.

Tubuhnya jangkung, lebih tinggi dari rata-rata anak seusianya. Orang-orang mengenal Ikwan sebagai anak Sudirman, nelayan dengan alat tangkap bagan.

Ibunya tak bekerja, kakaknya hanyalah seorang asisten pelatih bagi anak-anak pemula di dunia olahraga perahu layar, sedangkan sang adik masih 9 tahun.

Ikwan mengaku punya mimpi berbeda meski masih belia. Dirinya melihat masa depan anak nelayan tidak harus jadi nelayan juga.

Ikwan melihat laut bisa memberi penghasilan yang lebih baik dari sekadar mencari ikan, yakni dengan berkutat di dunia olahraga perahu layar.

Semua berawal dari enam tahun silam, pada tahun 2010, sejak Ikwan melihat teman-teman sebaya sudah bermain perahu layar kelas optimis.

Dia juga mendengar cerita dan menyaksikan bagaimana para atlet bisa dapat bonus besar karena menang pertandingan.

"Apalagi kakak (Samsul sang asisten pelatih layar) saya juga sudah bekerja sebagai pelatih," katanya.

Ikwan merasa tidak boleh terlambat. Dia bertekad bergabung dengan bocah-bocah sepantarnya dan berlatih perahu layar.

"Tadinya tidak boleh sama orangtua. Katanya, saya masih kecil. Tapi, lama-lama boleh juga. Kakak yang disuruh menjaga," kata Ikwan.

Ikwan berumur 9 tahun saat pertama kali mencoba, saat masih duduk di kelas 2 sekolah dasar. Berlatih perahu seperti bermain.

Laut tak menakutkan bagi anak nelayan seperti Ikwan. Kebetulan latihan perahu layar mulai pukul 14.00. Jadi sepulang sekolah, dia segera meluncur ke tepi pantai.

Ikwan dinilai berbakat di laut. Tiga tahun kemudian, Ikwan berlaga di Kejurnas Junior di 2013.

"Saya dapat nomor tiga saat itu," kata Ikwan.

Kemenangan itu melecutnya untuk makin berprestasi di kancah berikutnya. Ia sempat pula turun di Pra PON 2015 di Jawa Barat. Sayang, Ikwan tak lolos. Dari keberhasilan sebelumnya, Ikwan mengumpulkan bonus yang menjanjikan.

"Rasanya lebih besar dari penghasilan orang tua. Saya dapat Rp 10 juta dari dua kejuaraan itu," kata Ikwan.

Dia bertekad untuk terus mendalami dunia perahu layar hingga menembus kancah pertandingan yang lebih tinggi. Pasalnya, dia melihat seniornya, Rizky Ramadhani, bisa menyabet bonus Rp 100 juta dari emas yang pernah dikoleksinya dari SEA Games 2013 di Myanmar.

"Pokoknya mau latihan terus," kata Ikwan.

Tak heran, Ikwan menjadi salah satu dari bocah-bocah yang paling awal tiba di gudang penumpukan perahu layar di dermaga Tanjung Batu. Dia sudah nongol pada pukul 14.00 WIB, meski latihan baru dimulai pukul 15.00 WIB.

Serupa Ikwan, rekannya yang bernama Muhamad Razwan (13), pelajar kelas 7 dari SMP 06 Tanjung Batu, bermimpi menyabet gelar juara di layar dan menerima bonus suatu saat nanti.

Meski bertubuh mungil, Razwan bahkan sudah membuktikan pernah memetik medali emas di Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) 2015.

"Dapat Rp 4 juta. Uangnya langsung kukasih mamakku," kata Razwan.

KOMPAS.com/Dani J Selain berlatih perahu layar, Tanjung Batu juga jadi tempat latihan atlet selancar angin.
Dia mengatakan, ingin menunjukkan bagaimana kepiawaiannya di layar bisa membanggakan kedua orangtua, terlebih sang ayah.

Di tingkat cukup mahir, Razwan berharap bisa membuat sang ayah tergugah bahwa dia bisa memetik prestasi meski dari anak nelayan.

Sayang, sang ayah yang diharapkan menonton malah tak pernah muncul saat latihan, apalagi bertanding. Bahkan ketika bertanding di kampung sendiri.

"Dia tidak pernah lihat saya latihan. Inginnya dilihat bapak," katanya.

Razwan mengaku tak mengerti alasan ayahnya tak pernah menonton.

"Mungkin sibuk melaut. Mungkin dia ingin saya jadi seperti dia," katanya.

Dia mengingat bagaimana di hari libur di masa belum mengenal olahraga layar, Razwan harus menemani sang ayah melaut, menangkap ikan dengan pancing dan bagan. Ia pergi semalam dan pulang bawa ikan.

Telanjur tertarik, Razwan nekad ikut bergabung. Menyadari teman sepermainannya senang-senang dengan perahu dan layar, dia memberanikan diri pergi.

"Minta izin ke bapak. Bilangnya hanya: tanya mamakmu saja," kata Razwan mengenang izin sang ayah.

Mengejar mimpi

Puluhan anak punya mimpi seperti Ikwan dan Razwan. Saban hari, tiap sepulang sekolah, mereka segera berkumpul di anjungan pelabuhan Tanjung Batu, tempat dimana perahu-perahu layar kelas optimis ditumpuk dan digudangkan.

Mereka yang tiba lebih dulu punya kesempatan melakoni latihan paling awal. Gudang itu berisi 12-an perahu untuk nomor optimis dan beberapa perahu nomor Internasional 420.

Mereka yang hadir pertama punya kesempatan menyiapkan kapal yang akan dikemudinya, memasang tiang layar, membentangkan layar, dan mengikat simpul tali di sana sini. Rasanya seperti bermain sendiri di atas kapal.

Bagaimana tidak, layar itu jadi kendali sekaligus kemudi. Terasa benar-benar nyata ketimbang hanya menonton.

"Sangat menyenangkan," kata Ariska Oktavia Ramadani, 12 tahun, kelas 1 SMP 6 Tanjung Batu.

Rizka mengaku baru pulang sekolah siang itu. Setelah belajar mengaji sebentar, Riska buru-buru mengayuh sepeda ke dermaga Tanjung Batu sebelum pukul 14.00. Ia langsung memilih perahu dan layar berwarna putih, memasang tiangnya, layarnya, dan mengikat simpul tali.

"Semakin cepat datang bisa makin lama latihan, karena satu race bisa 20 menit. Kalau datang sore malah tidak kebagian," kata Riska.

Tidak bisa berenang bukanlah soal. Dua kali panik saat terjatuh ke air tidak menyurutkan niat terus belajar.

"Sempat dua kali kejebur. Panik, nangis-nangis. Tapi sekarang sudah tak takut," katanya.

Gigih berlatih, gadis mungil ini sempat memetik perunggu di Porprov 2015. Ia juga pernah menyodok ranking 5 di Kejurnas Junior 2015.

Belajar dari Para Juara

Di Tanjung Batu, kampung di Kecamatan Derawan, Kabupaten Berau, Kaltim, terdapat pelabuhan transit menuju gugus pulau Derawan, baik Kakaban, Maratua, Sangalagi, Bakungan, dan puluhan lain.

Peradaban di sana sudah maju namun masih sepi dan lengang. Luas daerah ini 16 kilometer persegi. Penduduknya hanya 6000 jiwa. Tanjung Batu naik daun ketika pertandingan cabang olahraga layar Pekan Olahraga Nasional 2008 berlangsung di pantainya.

Kini pemusatan latihan layar Kaltim juga terkonsentrasi di sana. Sejak itu lahirlah nama-nama besar dari sana.

Rizky Ramadhani dan Nugie Triwira yang menyabet emas Internasional 420 di Sabah, Malaysia, Agustus 2016 lalu, beberapa nama atlet yang sudah berkibar di kancah nasional. Mereka mengharumkan nama Tanjung Batu, Berau, dan khususnya Kaltim.

Belum lagi atlet belia seperti Fitriani dan Kadriyati yang berumur 13 tahun tapi sudah pandai di kelas optimis. Keduanya kini berangkat ke PON 2016 di Jawa Barat.

"Ada juga si Jendriadi. Mereka juara di mana-mana," kata Rizka.

"Mereka gampang senyum, suka bercanda, suka mengajar, dan tidak sombong. Mereka selalu bilang jangan pernah takut angin kencang. Satu bulan pertama belajar 'dorong dan tunduk', jadi cepat bisa. Dulu penakut, sekarang berani," tambahnya.

Samsul, sang asisten pelatih, mengungkapkan hal yang sama. Para senior, juara layar dan selancar menjadi motivator bagi para pemula.

"Paling kelihatan banyak anak datang kalau senior ada. Ketika pergi bertanding seperti PON ini, anak-anak malah jarang datang," kata Samsul.

Senior berperan penting bagi mereka. Mereka bukan hanya jadi kebanggaan warga, tetapi juga suka berbagi pengalaman dan mengajar. Itulah yang makin membuat para pemula mau dan betah berlatih di sana.

Kontributor Balikpapan, Dani Julius Zebua Dermaga Tanjung Batu menjadi tempat persiapan para atlet layar. Temuilah mereka saat ramai berlatih pada waktu sore hari.

Latihannya padat. Tiga hari latihan fisik, tiga hari latihan di laut. Hari Sabtu sering digunakan untuk acara makan bersama sebagai bagian untuk mempererat persaudaraan. Begitulah olahraga layar terus berkembang di Berau.

Sebuah perusahaan batubara, Berau Coal, yang kebetulan menjadi bapak angkat olahraga ini makin memuluskan pembinaan atlet dan berjalannya program latihan. Peminatnya makin hari makin banyak.

Samsul, sang asisten pelatih, mengatakan, rata-rata mereka berasal dari keluarga nelayan pancing, pukat, dan bagan. Mereka saling mengajak bila ingin ikut serta. Jadi, banyak yang datang sendiri. Padahal semula, tak sedikit orangtua gamang memberi izin.

"Kalau sudah ramai kumpul, anak-anak ini bisa lebih dari 50 orang," kata Samsul.

Berlatih layar di sini tak dikenai ongkos. Mereka hanya diwajibkan setor fotokopi KTP dan kartu keluarga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com