Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Petani Seluma yang Dipenjara karena Memanen Sawit di Kebun Sendiri

Kompas.com - 07/09/2016, 12:09 WIB
Firmansyah

Penulis

BENGKULU, KOMPAS.com - M Jopa Kusnadi (14), siswa kelas II SMP 31, Desa Rawa Indah, Kecamatan Ilir Talo, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu, berseragam sekolah duduk memeluk kedua kakinya.

Matanya lurus menatap ibu jari kakinya. Matanya sayu dan tak banyak bicara.

Hari itu, Senin (5/9/2016), ia memutuskan minta izin tidak masuk sekolah karena harus ke Kota Bengkulu membesuk ayahnya, Nurdin (60) di Lapas Bentiring. Jarak dari tempat tinggal Jopa ke Kota Bengkulu sekitar 70 kilometer.

Nurdin, ayah Jopa, sudah tiga minggu dipenjara karena dituduh mencuri buah kelapa sawit di perkebunan milik PT Agri Andalas pada Agustus 2016.

"Saya masih ingat saat kami memanen kelapa sawit di kebun kami, datang beberapa pria bersenjata laras panjang menembak ke langit, membentak dan menuduh ayah mencuri buah sawit perusahaan, saya ketakutan. Keesokan harinya ayah ditangkap di rumah," cerita Jopa.

Sejak ayahnya dipenjara, Jopa menjalani hidup sendiri. Ibunya tiga tahun lalu meninggal dunia, sementara empat kakaknya telah berkeluarga tinggal jauh di luar daerah. Setiap hari Jopa harus terbiasa memasak, mencuci, menyeterika baju sendiri. Intuk hidup, ia harus membongkar uang simpanannya di tiga celengan ayam yang ia isi selama tiga tahun.

"Untuk uang sehari-hari, saya mengandalkan tabungan celengan, kakak juga sesekali membantu kirim uang untuk hidup saya, kami semua keluarga miskin," ujarnya.

Nurdin, ayah Jopa, merupakan keluarga miskin dan tinggal di rumah papan berukuran 4x4 meter. Bekerja sebagai tani dan buruh, ia tinggal di Desa Rawa Indah sejak beberapa tahun yang lalu dengan cara membeli lahan transmigrasi.

Lahan yang ia beli seluas dua hektar untuk rumah dan kebun sawit dengan sertifikat yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

"Saya heran, kenapa ayah ditangkap, padahal ia memanen di kebun kami sendiri, kami memiliki sertifikat tanah," kata Eni, kakak perempuan Jopa.

Tanah dicaplok perusahaan

Kisah keluarga Nurdin merupakan representasi dari penderitaan masyarakat Desa Rawa Indah.

Rubino, salah seorang transmigran mengisahkan pada tahun 1992 ia bersama 500 kepala keluarga (KK) dari Pulau Jawa didatangkan ke daerah itu. Satu kepala keluarga mendapatkan dua hektar lahan bersertifikat. 

kompas.com/Firmansyah Rumah Nurdin terlihat sepi

Kedatangan transmigran itu diperkuat dengan SK Gubernur Bengkulu Nomor 355 tahun 1982 tentang tanah lokasi transmigrasi dan penempatan yang ditandatangani Gubernur Soeprapto. Tanah pembagian transmigrasi itu ditanami dengan kelapa sawit.

Namun pada tahun 2004, Bupati Seluma Husni Thamrin menerbitkan Izin Usaha Perkebunan (IUP) kelapa sawit PT Agri Andalas dengan SK Nomor 498 tahun 2004 dengan luasan 2.000 hektar yang berbatasan dengan Desa Rawa Indah.

Saat IUP diterbitkan, konflik perusahaan dengan petani bermunculan karena tanah masyarakat Desa Rawa Indah diklaim juga sebagai milik perusahaan.

"Tanah yang bersengketa dengan perusahaan sekitar 575 hektar, dengan rincian 500 hektar tanah transmigran, 375 hektar tanah cadangan desa, semua diambil perusahaan, masyarakat yang terlanjur menanam kalau panen akan ditangkap dan dipenjara," jelas Rubino.

Berbagai upaya telah dilakukan masyarakat agar tanah mereka kembali, termasuk meminta bupati dan DPRD ikut menyelesaikan persoalan tersebut, namun tak membuahkan hasil.

Petani menguasai sertifikat namun tak dapat mengakses tanah untuk digarap. Dalam surat risalah pertemuan antara petani Desa Rawa Indah dan BPN Provinsi Bengkulu nomor 2/II/BIDV/2014 yang ditandatangani Kepala Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, Provinsi Bengkulu, Ali Ritamsi, menyebutkan bahwa BPN tak pernah mengeluarkan Hak Guna Usaha (HGU) PT Agri Andalas di dalam Desa Rawa Indah.

"Perusahaan tidak ada izin berkebun di dalam Desa Rawa Indah, BPN tak keluarkan izin, tapi entah mengapa mereka mencaplok lahan transmigran di Desa Rawa Indah, ini kan aneh, saya menduga ada pelanggaran," tambah Rubino.

Empat petani dipenjara

Kepala Desa Rawa Indah Rubimanto menjelaskan, sepanjang ia menjabat sebagai kades terdapat sekitar empat orang warga yang dipenjara dengan kasus dituduh mencuri buah sawit milik perusahaan.

Mahmud (58), adik Nurdin misalnya, sempat dipenjara tujuh bulan karena dituduh mencuri buah sawit. Padahal versi Mahmud saat itu ia hanya mencari ikan di sungai yang berada di dalam kawasan perkebunan.

"Kami meminta bupati, gubernur dapat tegas menyelesaikan persoalan ini, saya kasihan lihat warga ditangkapi karena dituduh mencuri, padahal mereka memanen kelapa sawit di tanah mereka sendiri, sawit yang juga mereka tanam sendiri," jelas Rubimanto.

Baca juga: Petani yang Jadi Korban Konflik Agraria Terbanyak Ada di Bengkulu

Direktur Walhi Bengkulu, Benni Ardiansyah mencatat, sejak tahun 2010 kasus serupa atau kriminalisasi petani di Kabupaten Seluma cukup tinggi.

Dalam catatan Kompas.com sejak tahun 2015 di Kabupaten Seluma terdapat empat orang petani dipenjara karena dituduh mencuri di lahan sendiri dan mendekam dipenjara.

"Sejak 2010 ada 38 petani dipenjara karena dituduh mencuri buah sawit milik perusahaan, sementara mereka memiliki sertifikat, Kabupaten Seluma produktif melahirkan petani menjadi narapidana," kata Beni.

Baca juga: Derita Petani Renta di Balik Jeruji Penjara...

Beni juga mendesak pemerintah segera merealisasikan reforma agraria sejati yang digadang oleh Presiden Joko Widodo.

Kompas.com mengunjungi kantor pusat PT Agri Andalas di Jalan P Natadirja, Kota Bengkulu, untuk melakukan konfirmasi terkait masalah itu. Namun manajemen tak dapat memenuhi permintaan untuk diwawancara.

“Manajemen tidak ada di kantor,” ungkap salah seorang sekuriti perusahaan tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com