KUTA, KOMPAS.com - Pemenuhan hak korban terorisme masih banyak kendala. Hal ini disampaikan oleh Kepala Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Abdul Haris Semendawai saat gelar Focus Group Discussion(FGD) di Kuta, Badung, Bali, Selasa(6/9/2016).
"Korban yang mengalami penderitaan akibat peristiwa terorisme terkadang tidak mendapat perhatian. Penderitaan yang dialami bukan hanya seketika kejadian tapi pasca-kejadian," kata Abdul Haris Semendawai.
"Puluhan tahun mereka masih mengalami penderitaan baik fisik maupun psikologis. Kondisi inilah yang harus dipulihkan. Implementasinya pemenuhan, hak korban segera dijalankan, saat ini masih ada kendala," ujarnya.
Menurut Abdul Haris, kendala pemenuhan hak korban peristiwa terorisme di antaranya lemahnya pendataan siapa saja yang menjadi korban. Selain itu, hal lainnya surat keterangan dari kepolisian terkait dirinya menjadi korban, dan pemenuhan hak pemulihan medis dan psikologis korban yang mana tidak hanya LPSK saja bertanggung jawab, tetapi pihak terkait seperti pemerintah daerah maupun kementerian.
Diskusi yang mengangkat tema "Pentingnya pemenuhan Hak Korban Terorisme" ini dilaksanakan untuk dapat melihat kesulitan korban dalam mendapatkan haknya, juga menyederhanakan proses pemenuhan hak terorisme sehingga para korban bisa segera mendapatkan haknya, termasuk kompensasi hak korban.
Upaya ini akan terus dilakukan oleh LPSK berdasarkan UU NO 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU No 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Pemenuhan hak yang dimaksudkan adalah pemberian bantuan medis dan rehabilitasi psikososial dan psikologis.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.