Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meski Tak Lagi Tinggal di Gubuk Reyot, Nenek Mariyam Tetap Menderita

Kompas.com - 28/07/2016, 16:23 WIB
Sukoco

Penulis

NUNUKAN, KOMPAS.com - Dalam usia 90 tahun, nenek Mariyam harus memasak makanan sendiri di gubuk reyot yang berada di tengah ngarai berbelukar di Silisun, Kelurahan Nunukan Selatan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.

Untuk makan sehari-hari, dia harus mencari buah-buahan seperti pisang yang tumbuh di area kebun milik tetangga di sekitar gubuk tempat tinggalnya.

Hanya pisang yang sering mengganjal perutnya karena banyak tersedia dan tidak susah untuk mendapatkan dengan tubuhnya yang renta.

Mariyam tinggal sendiri karena anak laki-laki satu-satunya, Karyadi (42), tinggal di Pasar Jamaker sekitar 10 km dari tempat tinggal Mariyam.

Karyadi mengais rejeki sebagai penarik gerobak. Hanya sesekali ia bisa menjenguk ibunya karena kesulitan perekonomian.

"Sekali-kali kita baru bisa jenguk. Anak saya lima, sementara kerjaan kita narik gerobak. Sejak Pasar Jamaker terbakar, cari uang susah," ujar Karyadi, Rabu (27/7/2016).

Pagi itu, Karyadi sibuk membabat semak dan ranting-ranting di depan pekarangan gubuk ibunya. Karena jarang dibersihkan, jalan yang sering dilalui Mariyam mulai ditumbuhi semak.

Kemiskinan juga yang membuat Karyadi tidak mampu membuatkan tempat tinggal yang layak bagi ibunya.

Gubuk berukuran 3 meter x 3 meter yang ditinggali Mariyam hanya ditutup dengan tripleks dan papan ala kadarnya. Ketika hujan, Mariyam basah kuyup dalam tidurnya.

Sehari-hari wanita yang hanya bisa berbahasa Bugis ini hanya mencari buah, memasak, dan sesekali berkunjung ke rumah tetangga terdekatnya yang berjarak sekitar 200 meter dari rumah.

"Sehari-harinya ya begini, masak, paling berkunjung ke tetangga untuk ngobrol," imbuh Karyadi.

KOMPAS.com/SUKOCO Rumah baru yang dibangun oleh Kapolres Nunukan untuk Mariyam di Silisun, Kelurahan Nunukan Selatan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.
Karyadi mengaku tidak mampu berbuat banyak karena kondisinya pun terbatas. Ia mengaku tidak mampu membawa ibunya berobat karena tidak memiliki jaminan kesehatan dari pemerintah.

Mariyam bahkan tidak memiliki KTP Nunukan sejak diboyong anaknya dari Sulawesi ke Nunukan tahun 2004. Suami Mariyam telah tiada.

Karyadi mengaku kesulitan mengurus surat pindah sebagai persyaratan mengurus KTP untuk ibunya.

Karena tak memilik KTP, Mariyam pun tidak pernah mendapat santunan apa pun dari pemerintah daerah.

"Ibu saya bawa ke sini daripada sendirian di Sulawesi. Mau ngurus surat pindah bagaimana, buat hidup saja susah," kata Karyadi.

Keadaan Mariyam sedikit berubah setelah Kepala Polres Nunukan AKBP Pasma Royce membangunkan rumah untuknya pada Juni 2016. Ukurannya sama dengan gubuk yang ditinggali Mariyam.

Namun, bangunan sederhana yang terbuat dari papan dan berlantai semen ini lebih layak ditinggali oleh Mariyam. Mariyam tidak lagi kepanasan ataupun basah karena hujan.

"Bersyukur Kapolres membantu membangun rumah baru di depan gubuk. Bangunnya puasa kemarin," ujar Karyadi.

Selama sebulan terakhir, Karyadi lebih sering menjenguk ibunya karena kondisi Mariyam semakin lemah akibat sakit. Selain sakit pinggang, Mariyam menderita sakit berak darah.

Karyadi tak bisa berbuat apa-apa untuk membawa ibunya sekadar berobat ke puskesmas. Lagi-lagi kemiskinan menjadi alasannya.

"Maunya dapat BPJS supaya dapat berobat ke puskesmas. Tapi KTP saja enggak punya. Akhirnya pasrah saja saya," kata Karyadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com