Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengunjungi Sekolah untuk Anak TKI Sawit di Sarawak, Malaysia

Kompas.com - 26/07/2016, 06:41 WIB
Kontributor Pontianak, Yohanes Kurnia Irawan

Penulis

SARAWAK, KOMPAS.com - Mengenyam pendidikan sekolah dasar bagi anak-anak TKI yang terpaksa ikut merantau mengikuti orangtua bekerja tentu menjadi dambaan mereka.

Apalagi, jumlah anak-anak itu tak sedikit dan tersebar di berbagai penjuru Malaysia, salah satunya di negara bagian Sarawak.

Hari menjelang siang, waktu menunjukkan pukul 13.00 waktu setempat. Rombongan kendaraan dari Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kuching memasuki kawasan perkebunan Tradewins Plantation Berhad di kawasan Ladang Simunjan, Sarawak.

Perlahan, kendaraan mulai memasuki barak atau perumahan para pekerja yang mayoritas dihuni oleh warga Indonesia. Perkebunan itu mempekerjakan lebih dari 800 orang TKI.

Pada salah deret bangunan barak tampak sebuah ruangan berukuran 6 x 6 meter persegi yang dipadati puluhan anak berseragam merah putih dan seragam ungu.

Ruangan tersebut awalnya merupakan salah satu rumah yang dihuni pekerja. Ruangan dengan tiga ruang kecil di dalamnya itu disulap sedemikian rupa menjadi sekolah.

Di bagian pintu ruangan itu menjuntai pita berwana merah muda yang melintang di antara kedua sisi. Puluhan anak tersebut tampak sedikit bingung.

Maklum, hari ini, Senin (25/7/2016) adalah hari pertama mereka mengenakan seragam sekolah. Mereka adalah peserta didik Community Learning Center (CLC), yang menjadi pusat kegiatan belajar anak-anak yang terpaksa ikut orangtua mereka bekerja di ladang.

Seragam merah putih dikenakan anak-anak yang memasuki jenjang usia sekolah dasar. Sedangkan seragam ungu dikenakan anak-anak jenjang pendidikan TK.

Konsul Jenderal KJRI Kuching, Jahar Gultom kemudian turun dari mobil dinasnya. Perlahan ia kemudian menyapa dan menyalami warga yang ada di tempat itu.

Tak lama kemudian, ia didaulat memegang gunting yang selanjutnya digunakan untuk menggunting pita sebagai simbolis bahwa CLC Ladong secara resmi mulai beroperasi.

Meski terlambat satu minggu dari jadwal masuk sekolah secara nasional di Indonesia, namun tak mengurangi semangat membangun akses pendidikan untuk anak-anak TKI tersebut. Keberadaan sekolah tersebut juga tak terlepas dari dukungan pihak perusahaan yang berkenan menyediakan tempat dan fasilitas untuk sekolah itu.

"Anak-anak ini berada di sini karena terpaksa harus ikut orangtuanya bekerja di Sarawak," kata Jahar Gultom saat berbincang dengan Kompas.com seusai peresmian tersebut, Senin (25/7/2016) sore.

3.600 Anak TKI

Peresmian tersebut juga bertepatan dengan peringatan Hari Anak Nasional yang jatuh pada tanggal 23 Juli yang lalu.

Dalam konteks tersebut, pendidikan merupakan hak asasi setiap anak-anak dan telah menjadi kesepakatan internasional. Untuk itu, membiarkan atau tidak memberikan akses pendidikan kepada anak bisa dikatakan kesalahan atau "kejahatan" terhadap anak.

"Diperkirakan terdapat sekitar 3.600 anak-anak TKI usia sekolah di Sarawak yang terpaksa harus ikut orangtuanya. Sebagian besar dari mereka adalah anak-anak TKI yang bekerja di perkebunan kelapa sawit," ungkap Jahar.

Sayangnya, anak-anak TKI itu tidak mendapatkan pendidikan formal sebagaimana mestinya, mengingat tidak adanya akses pendidikan bagi mereka.

Selain lokasi tempat tinggal mereka yang jauh di pedalaman, mereka juga tidak dapat diterima di sekolah milik pemerintah karena regulasi setempat mengatur bahwa pekerja asing tidak diperbolehkan membawa keluarga.

KJRI Kuching dalam hal ini memberikan imbauan kepada pemilik perusahaan agar memberikan fasilitas pendidikan sementara kepada anak-anak tersebut.

Imbauan ini pun mendapat sambutan dari beberapa perusahaan. Ada yang menyediakan ruangan khusus, bahkan ada juga yang membangun gedung khusus untuk kegiatan belajar dan mengajar anak-anak itu.

"Minimal mengajarkan mereka untuk bisa membaca, menulis dan berhitung. Untuk tenaga pengajar, atas saran dari KJRI, perusahaan merekrut guru dari kalangan TKI itu sendiri yang minimal memiliki pendidikan SMA yang gajinya juga dibayar oleh perusahaan," jelas Jahar.

Meski tenaga pengajar direkrut perusahaan, bukan berarti KJRI lepas tangan. Dalam hal ini, pihak KJRI Kuching berperan memberikan pelatihan keguruan kepada guru-guru yang direkrut perusahaan tersebut untuk meningkatkan dan menjamin mutu pendidikan anak-anak TKI agar tidak jauh tertinggal dengan pendidikan di tanah air.

 

Selain itu memberikan bantuan peralatan dan perlengkapan sekolah untuk peserta didik tersebut.

"Kurikulum yang diajarkan disesuaikan dengan kurikulum pendidikan dasar yang digunakan di Indonesia. Sehingga kelak mereka bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi selepas mengenyam pendidikan di sini (CLC)," pungkasnya.

Saat ini, negara bagian Sarawak memiliki 15 unit CLC yang tersebar di sejumlah perkebunan kelapa sawit di daerah Miri dan Bintulu. Dari jumlah tesebut, sedikitnya 805 peserta didik anak TKI mengenyam pendidikan di tempat itu.

"Yang kita resmikan hari ini ada sekitar 30 lebih anak-anak peserta didik dari berbagai jenjang, mulai dari TK hingga SD kelas satu sampai enam. Sedangkan untuk gurunya baru satu orang, yaitu ibu Rosdiana," ujar Jahar.

Keberadaan CLC sendiri sudah disetujui dan diakui oleh pemerintah Malaysia melalui Menteri Sosial, Wanita dan Pembangunan Wanita yang diberi amanat untuk menangani masalah tersebut di Sarawak.

Persetujuan tersebut berdasarkan hasil rapat kabinet Sarawak pada tanggal 26 Februari 2015 dan diumumkan melalui media pada tanggal 10 Maret 2015 yang lalu.

Garis panduan secara terperinci mengenai mekanisme pendaftaran CLC kepada pemerintah Malaysia dalam hal ini Kementerian Pendidikan Malaysia telah diberikan secara lengkap dan terperinci.

Namun, ada perbedaan mendasar mengenai pendaftaran CLC di Sarawak dengan negara bagian lainnya seperti Sabah. Untuk pendaftaran di Sarawak harus dilakukan langsung oleh penanggung jawab CLC yaitu perusahaan tempat berdirinya CLC dan bukan diajukan oleh perwakilan Republik Indonesia.

Setelah proses pendaftaran dan pendirian SLC kepada Kementerian Pendidikan Malaysia selesai, maka pemerintah Indonesia akan lebih leluasa untuk memberikan akses pendidikan kepada anak-anak TKI di CLC. Akses tersebut di antaranya pengiriman guru-guru profesional dari Indonesia serta penyaluran dana-dana pendidikan.

 

"Kita tidak tahu di antara mereka anak-anak ini nanti ada yang jadi dokter, guru, polisi, tentara, atau bahkan pejabat tinggi negara ke depannya. Jika hal ini terjadi, semua tidak terlepas dari peran kita semua Pemerintah Indonesia, pihak perusahaan, dan pihak lainnya yang terlibat," harap Jahar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com