Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/07/2016, 08:37 WIB

KOMPAS.com - Pagi itu, Senin (4/7/2016), jalur alternatif dari Brebes ke Purwokerto di Jawa Tengah, persisnya di ruas Jalan Songgom-Larangan, dipadati kendaraan bermotor. Kendaraan memenuhi dua lajur jalan dan seluruhnya bergerak ke arah Purwokerto. Tak ada lagi lajur jalan tersisa untuk kendaraan ke Cirebon.

Di tengah kemacetan, sebuah bus menepi, di dekat pos komando (posko) kesehatan yang dibuat Puskesmas Larangan, Brebes.

Dari bus kemudian terlihat seorang penumpang dipapah penumpang lainnya. Penumpang bernama Susyani (36) itu awalnya hanya mengeluh pusing karena bus terjebak kemacetan berjam-jam lamanya di Brebes.

"Namun ternyata begitu turun dari bus, dia pingsan," ujar Deni (37), sopir ambulans dari Puskesmas Larangan yang sedang bertugas di posko kesehatan.

Melihat Susyani, Deni, dibantu oleh perawat yang sedang tugas jaga di posko, langsung memasukkannya ke ambulans. Lampu sirene ambulans dinyalakan. Deni pun melajukan ambulans itu ke Puskesmas Larangan.

Ini sama sekali bukan perkara mudah. "Jalan dan bahu jalan sudah padat oleh mobil dan motor. Jadi, walaupun sirene sudah dinyalakan, tidak bisa berbuat banyak. Ambulans hanya bisa bergerak pelan untuk menembus kemacetan," kenang Deni.

Akhirnya, dibutuhkan waktu empat jam untuk tiba di Puskesmas Larangan. Padahal, jarak posko ke puskesmas hanya 15 kilometer. Jika lalu lintas normal, jarak itu bisa dijangkau dalam waktu tidak sampai 30 menit.

Ketika tiba di puskesmas, Susyani sudah tidak tertolong. Kori, petugas medis di Puskesmas Larangan, mengatakan, Susyani terkena serangan jantung.

Petugas Kepolisian Resor Brebes, Ajun Inspektur Satu Anggik, juga memiliki pengalaman yang hampir sama. Dia bahkan terpaksa menolong korban kecelakaan lalu lintas, Tri Okta Utami (36), dengan memboncengkannya di sepeda motor.

Ambulans sudah tidak mungkin lagi digunakan karena jalanan sudah dipadati kendaraan. Dengan sepeda motor saja, Anggik butuh waktu setidaknya satu jam untuk tiba di Rumah Sakit Umum Daerah Brebes. Padahal jarak lokasi kejadian dengan rumah sakit hanya 10 kilometer. Jarak itu dengan sepeda motor seharusnya bisa dijangkau dalam waktu sekitar 15 menit.

Pengalaman Deni dan Anggik itu setidaknya menjadi gambaran buruknya skema tanggap darurat jika seseorang mengalami kecelakaan atau sakit berat di tengah kemacetan. Korban butuh waktu lama untuk mendapatkan pertolongan di puskesmas atau rumah sakit. Padahal tidak semua korban memiliki waktu lama untuk memperoleh pertolongan.

Dalam kondisi ini, tidak heran jika Kepala Dinas Kesehatan Brebes Sri Gunadi Parwoko menyatakan belasan orang meninggal saat kemacetan parah terjadi, sejak keluar jalan tol di Brebes hingga jalur pantura di Brebes, saat arus mudik Lebaran.

Kemacetan mungkin bukan penyebab utama mereka meninggal. Mereka bisa saja sebelumnya sudah memiliki penyakit. Namun ketika penyakit itu kambuh atau saat kecelakaan terjadi, mereka tidak bisa segera mendapat pertolongan karena kondisi jalan yang macet parah.

(Baca juga: Ini Daftar 17 Orang yang Meninggal dalam Arus Mudik di Brebes)

Inilah yang harus menjadi pelajaran pemerintah menjelang puncak arus balik Lebaran yang diprediksi akan terjadi Sabtu (9/7/2016) hingga Minggu (10/7/2016).

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Brebes Eko Andalas berjanji akan menambah posko kesehatan di jalur macet. Posko juga akan ditambah peralatan medis-nya. Bahkan akan disiapkan ambulans motor untuk membawa korban menembus kemacetan.

Namun, hendaknya kejadian di Brebes tak sebatas menjadi pelajaran di Brebes, tetapi juga di lokasi lain. Juga menjadi pelajaran untuk mudik dan balik Lebaran selanjutnya. (Dionisius Reynaldo Triwibowo/Angger Putranto)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 Juli 2016, di halaman 2 dengan judul "Pelajaran dari Brebes".

 

Kompas TV Inilah Penyebab Macetnya Tol Brebes Timur

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com