Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jam Bencet, Penentu Waktu Shalat di Masa Lalu yang Tetap Eksis

Kompas.com - 17/06/2016, 10:27 WIB
Kontributor Ungaran, Syahrul Munir

Penulis

SALATIGA, KOMPAS.com - Jauh sebelum ada jam analog apalagi jam digital, umat Muslim sudah mengenal sebuah teknologi sederhana dalam membaca alam untuk menandai masuknya waktu ibadah shalat.

Alat tersebut mempunyai beragam nama, antara lain jam bencet, jam matahari atau jam syamsiyah dan jam istiwak.

Secara umum, jam bencet bekerja dengan cara menghitung waktu saat matahari menempati posisi tertentu. Ini yang dipakai sebagai penunjuk waktu shalat. Sejak adanya jam analog, penggunaan jam bencet mulai ditinggalkan.

Namun di Kota Salatiga, tepatnya di Masjid Al Muttaqin, Desa Kalibening, Kecamatan Tingkir masyarakat setempat masih menggunakan jam istiwak sebagai patokan utama untuk memulai shalat.

Setiap menjelang waktu shalat, muazin selalu melihat dahulu jam bencet. Bahkan karena akurasinya diyakini sangat tinggi, maka mushala di desa sekitar selalu menjadikan azan di Masjid Al Muttaqin sebagai patokan sebelum mengumandangkan panggilan shalat.

Menurut Takmir Masjd Al Muttaqin, Ahmad Tasdiq Pranoto, keberadaan jam istiwak di masjid Al Muttaqin diperkirakan sudah berusia satu abad lebih. Sebab melihat penanggalan dalam prasasti pembangunan masjid, tertera angka 1920.

Masyarakat setempat merawat jam istiwak ini dengan baik sebagai salah satu warisan budaya, sehingga jam istiwak ini harus dilestarikan sekaligus dipertahankan fungsinya.

"Sejak dulu itu patokan untuk umat Islam untuk waktu Sholat itu menggunakan sinar matahari. Sebab (dulu) selain sinar matahari kan nggak bisa. Kalau (arah) matahari itu kan paling geser ke selatan, geser ke utara, itu sudah tertentu, jadi tidak bisa berubah-ubah," kata Pranoto, Kamis (16/6/2016).

Jam bencet ini berbentuk lempeng cekung setengah lingkaran dari tembaga. Terdapat guratan garis-garis teratur dan beberapa angka. Sebuah besi yang kedua ssisinya lancip berukuran 10 cm melintang presisi di atas lempeng cekung tersebut.

Lempengan cekung tersebut ditopang tonggak berdiameter sekitar 3-4 cm setinggi 15 cm yang ditempatkan pada sebuah bidang datar persegi dengan tinggi 1,5 meter. Penempatan jam bencet dilakukan dengan perhitungan tertentu karena cara kerja jam ini tidak lepas dari keberadaan pantulan sinar matahari.

Bahkan pada saat dilakukan renovasi masjid pada tahun 2013 silam, pihak takmir masjid terlebih dahulu berkonsultasi dengan ahli falak agar akurasi jam bencet tersebut tetap terjaga.

Cara kerjanya, sinar matahari ditangkap dalam wahana lempeng cekung, kemudian bayangan dari jarum menunjuk pada angka atau garis tertentu. Lantara mengandalakan sinar matahari, praktis jam bencet ini tidak bisa digunakan saat cuaca mendung atau menandai waktu shalat di subuh dan malam hari.

Bagi masyarakat setempat, penggunaan jam bencet sebagai penanda waktu shalat semakin memantapkan mereka dalam beribadah. Muhaimin, salah seorang jamaah Masjid Al Muttaqin mengatakan, dengan melestarikan pemakaian jam bencet ini dirinya merasa shalatnya lebih khusyuk karena ketepatan waktunya lebih terjamin.

"Kita melakukan shalat jadi tidak ragu, karena dari dulu memang yang kita pakai jam istiwak. Jam ini dikatakan jam alam karena itu dari Allah sendiri. Matahari ditentukan sehingga untuk menentukan waktu shalat itu akan lebih tepat," kata Muhaimin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com