Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Budidaya Kepiting Soka Terimpit Peraturan Menteri dan Anjloknya Harga

Kompas.com - 21/04/2016, 18:41 WIB
Dani Julius Zebua

Penulis

BALIKPAPAN, KOMPAS.com – Budidaya kepiting soka tidak lagi menarik bagi para petambak di Balikpapan, Kalimantan Timur. Harga jual yang tak lagi bersahabat serta pembatasan ukuran kepiting yang ditetapkan pemerintah membuat para pembudidaya kepiting kulit lunak tersebut mulai beralih ke usaha lain.

Kepiting soka adalah sebutan bagi kepiting bakau yang seluruh tubuhnya lunak akibat pergantian cangkang, capit, dan kaki.

Dari delapan petambak kepiting soka di Balikpapan, dalam setahun terakhir jumlahnya terus berkurang hingga tinggal tiga orang.

"Ada yang benar-benar tidak lagi kerja tambak sampai ada yang buka usaha dagang burung saja," kata Syamsudin, salah satu petambak kepiting soka yang bertahan di Kelurahan Teritip, Balikpapan Timur, Rabu (20/4/2016).

Dalam sebulan, Syamsudin hanya berani membudidayakan maksimal 1 ton bibit kepiting soka. Sebelumnya, ia bisa membudidayakan 3-4 ton bibit.

Negara-negara tujuan ekspor, seperti Hongkong dan Tiongkok, menyukai kepiting soka dengan ukuran di bawah 120 gram.

Namun, mengacu pada Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2015 tentang Penangkapan Lobster, Kepiting, dan Rajungan, kepiting soka harus memenuhi standar ukuran berat minimal 150 gram.

Tadinya ada delapan petambak besar soka di Balikpapan. Rata-rata mereka memperoleh 3-4 ton bibit soka dalam satu bulan dan produksi sekurangnya 1,7 ton saban bulan.

Produksi kepiting dengan karapas lunak ini terserap seluruhnya di pasar luar negeri, seperti Hongkong, Singapura, dan China.

Produksi tambak menyempit

Syamsudin mengatakan, petambak seperti dirinya cukup beruntung karena kini bisa panen 200 hingga 300 kilogram soka per bulan. Itu pun tidak terserap seluruhnya, bahkan oleh pasar domestik, seperti Jakarta, Surabaya, dan Bali.

"Pasar luar negeri tidak tertarik dengan ukuran 150 gram ke atas, seperti dalam aturan peraturan menteri. Mereka suka yang kecil, 80-120 gram," kata dia.

Akibatnya, produksi dalam negeri menumpuk, sedangkan pasar dalam negeri juga tidak besar.

KOMPAS.com/Dani J Tambak kepiting soka milik Syamsudin di Kelurahan Teritip. Salah satu tambak yang tersisa di Balikpapan, Kaltim.
Petambak yang tidak mampu bertahan akhirnya beralih usaha. Mereka terlilit sewa lahan yang tinggi dan terpaksa gulung tikar.

Menurut Syamsudin, rekannya sesama petambak bernama Tarman kini membiarkan tambaknya. Pekerjanya entah ke mana. Tarman kini membuka sumur galian yang airnya dialirkan ke rumah-rumah tetangga.

Yadi, petambak lain, juga beralih profesi. Ia menyewa kios kecil di pinggir kota dan menjual burung-burung di kios itu.

"Dia mendatangkan burung dari Jawa dan menjualnya di sana. Ada yang namanya Udin Taman, tak tahu ke mana. Bisnis biliarnya tutup, lantas pindah tak tahu ke mana," kata Syamsudin.

Syamsuddin mengaku bertahan dengan usaha kepiting meski kembang kempis. Ia ditinggal tiga pekerjanya dan kini tersisa seorang saja.

Usahanya pernah jaya dengan produksi kepiting soka 200 kilogram saban hari. Kini produksi terus menyusut hingga 300 kg per bulan.

Impitan usahanya bertambah karena anjloknya harga jual kepiting. Harga kepiting soka, yang tahun lalu Rp 120.000-Rp 130.000 per kilogram, beberapa bulan ini anjlok menjadi Rp 65.000 per kilogram.

Meski demikian, Syamsudin akan tetap bertahan melakoni bisnis yang ia rintis sejak 2006. Kini tambak sudah jadi miliknya sendiri.

Lagipula, kata dia, tiga dari empat anaknya sudah berdikari. Beban keluarga pun tidak sebesar bila mereka semua masih menjadi tanggungan.

"Petambak yang menyewa yang paling kesulitan. Karena menyewa lahan itulah, maka berat di sana," kata Syamsudin.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Balikpapan M Yosmianto mengakui bahwa ketidaknyamanan bisnis tambak kepiting soka di masa penyesuaian sejak pemberlakuan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/2015.

Ia mengatakan, produksi tambak sekarang ini besar-besar, berbeda dari harapan pasar yang menginginkan kepiting soka di bawah 120 gram.

Menurut Yosmianto, pemberlakuan peraturan itu justru memicu penyelundupan kepiting via darat. "Kita hanya berhasil mencegah yang antarpulau. Tapi yang via darat ini sulit," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com