Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Para TKI Membangun Sekolah di Banyuwangi

Kompas.com - 17/02/2016, 05:30 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis

Swakelola

Selain pengurus di Taiwan, mereka juga memiliki pengurus di Banyuwangi yang terdiri dari eks TKI asal Taiwan. Mereka inilah yang mengelola dana bantuan dari para TKI yang masih bekerja di luar negeri.

"Malah ada anggota pengurus di Banyuwangi yang berangkat lagi ke Taiwan untuk kembali bekerja," ujar Krisna.

Atin, salah satu pengurus yayasan tersebut menjelaskan, saat ada sekitar 170.000 TKI di Taiwan. Sebanyak 80.000 di antaranya asal Banyuwangi.

Perempuan yang pernah 9 tahun menjadi TKI di Taiwan itu menuturkan, awalnya hanya 14 orang yang berinisiatif membangun tempat belajar tersebut. Pada saat hari libur, mereka menggalang dana dari rekan-rekan seprofesi di taman-taman.

"Kami bawa kotak sumbangan dari satu orang ke orang yang lain. Biasanya ada tempat untuk berkumpul saat kami liburan," kata Atin.

Gayung pun bersambut. Mereka kemudian membentuk komunitas dan mempererat berkomunikasi hingga jumlah anggotanya bertambah.

Sumbangan yang diberikan pun kian besar sehingga tak lagi dikumpulkan dengan kotak sumbangan, tetapi dengan transfer ke rekening bank agar dapat dikelola secara transparan.

Mereka memilih membangun sekolah karena ingin mengambil peran untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak.

"Kami merasa pendidikan itu sangat penting. Apalagi banyak anak yatim piatu dan anak-anak dari keluarga miskin yang tidak bisa bersekolah karena faktor biaya. Kami ingin membantu mereka dengan cara kami," kata ibu dua anak tersebut.

Dengan mendirikan sekolah tersebut, para donatur tersebut ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa mereka bisa berbuat untuk tanah kelahirannya.

"Sekolah di Banyuwangi ini yang pertama kali dibuat oleh kawan-kawan tenaga kerja Indonesia dan kemudian jadi percontohan untuk daerah-daerah lainnya. Mereka secara kedaerahan sudah mulai berkelompok dan membuat di daerahnya masing-masing," kata Atin.

Saat rekan mereka pulang ke Banyuwangi, biasanya mereka menyempatkan datang ke sekolah dan bersilaturahim dengan guru serta pengurus yayasan.

Saat ini, baik Krisna Hadi maupun Atin serta pengurus Yayasan Warga Muslim Indonesia-Taiwan Ikatan Keluarga Banyuwangi, berharap agar pemerintah ikut membantu mereka dengan memberikan pengetahuan dan modal kewirausahaan agar yayasan tersebut bisa terus bertahan.

Menurut Atin, saat ini jumlah sumbangan dari TKI di Taiwan tidak sebanyak donasi pada awal pembangunan. Rata-rata dana dari donatur terkumpul Rp 10 juta per bulan dan habis untuk biaya operasional.

Ia berharap nantinya pemerintah bisa memberikan pelatihan kepada yayasan serta eks TKI dari Banyuwangi sehingga mereka tidak lagi mengandalkan bantuan dari rekan-rekan mereka yang membanting tulang di negeri seberang.

"Kami berharap bisa mandiri dan berwirausaha. Jadi yayasan tetap bisa jalan dan kawan-kawan bisa berwirausaha dan enggak ada niat untuk kembali ke luar negeri lagi," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com