Alasannya, Pemerintah belum bisa menjamin bahwa aktivitas tersebut aman bagi warga di sekitarnya. Pandangan ini diungkapkan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur, Ony Mahardika, Jumat (8/1/2016).
Bahkan, Ony menuding Pemerintah melakukan pembiaran terhadap nasib warga di sekitar lokasi pengeboran, jika aktivitas itu tetap dilaksanakan.
"Hingga sekarang, tidak ada satu pun mekanisme yang memastikan aset-aset sosial rakyat dan lingkungannya aman, atau dipastikan bisa segera dipulihkan jika terjadi bencana akibat kecelakaan pengeboran migas," ujar Ony.
Di Indonesia, sambung Ony, pertambangan migas di kawasan padat huni adalah problem besar. Bahkan di Jawa Timur, telah terbukti membawa kerusakan lingkungan maupun sosial.
"Tidak hanya di Kecamatan Porong Sidoarjo, ledakan sumur migas Sukowati 5 di Bojonegoro tercatat juga mengakibatkan sedikitnya 148 orang dirawat di rumah sakit dan ribuan lainnya mengungsi," tambah dia.
Pemerintah, menurut dia, harusnya memiliki konsep prinsip keselamatan pengeboran di wilayah padat huni.
"Jika tidak, lebih baik ditolak saja pengeboran Lapindo yang kedua itu. Bagaimana mungkin Negara membiarkan perusahaan yang telah menyebabkan kehancuran serupa beroperasi kembali tanpa memiliki konsep keselamatan," ujar Ony.
Seperti yang diberitakan, Lapindo Brantas Inc saat ini tengah mempersiapkan pengeboran di dua sumur yang lokasinya hanya dua kilometer dari pusat semburan lumpur di Kecamatan Porong, Sidoarjo.
Targetnya, dua sumur baru tersebut menghasilkan gas masing-masing 5 MMSCFD (million standard cubic feet per day) atau juta standar kaki kubik per hari.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.