Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setelah Positif HIV, Nenek Ini Jadi Konselor ODHA

Kompas.com - 01/12/2015, 23:18 WIB
Kontributor Kendari, Kiki Andi Pati

Penulis

KENDARI, KOMPAS.com - Dunia serasa runtuh ketika dokter menyampaikan bahwa HT telah terjangkit virus human immunodeficiency virus (HIV).

Ibu rumah tangga berusia 54 tahun warga Kota Kendari, Sulawesi Tenggara itu tertular virus mematikan tersebut dari suaminya yang telah meninggal dunia lima tahun silam, akibat penyakit paru-paru.

“Suamiku paru-parunya sudah dilumuri dengan cairan dan harus dioperasi, saya sempat dikeluarkan dari ruangan kamar dan sempat protes karena itu suami saya. Kemudian saya bawa suamiku ke rumah sakit di Makassar dan di situ dokter melakukan pemeriksaan dan dia positif HIV,” kenang HT, Selasa (1/12/2015).

Pascakematian suaminya, HT kemudian menemui Ketua konselor RS Wahidin di Makassar dr Mahmud. Dokter menyarankan HT untuk menjalani pemeriksaan HIV.

“Dua kali dites dan benar saya positif, langsung saya drop dan pingsan. Dokter Mahmud terus memberikan saya semangat hidup, pulang ke rumah di Kendari ada dua konselor rumah sakit provinsi Sultra datangi saya terus dan saya usir,” ungkapnya.

Awalnya, lanjut HT, hanya anaknya yang mengetahui jika dirinya adalah orang dengan HIV AIDS (ODHA).

Namun, belakang lingkungan sekitarnya juga telah mengetahui kondisi kesehatannya itu.

“Saya sempat dikucilkan tetangga, tapi ada beberapa orang yang juga pegawai rumah sakit selalu membela saya dan memberikan pemahaman kepada warga termasuk ibu lurah dan camat turun langsung dan alhamdullilah sekarang sudah biasa," ujar dia.

"Seharusnya sudah tidak ada lagi diskriminasi dan stigma jelek terhadap ODHA, karena Kota Kendari dan Pemerintah Provinsi sudah menerbitkan perda penangulangan HIV AIDS,” katanya.

Sejak kondisinya sebagai ODHA diketahui banyak orang, usaha yang selama ini menjadi pendukung ekonomi keluarganya mulai menurun.

Meski demikian, HT berusaha tetap bersemangat menjalani hidup. Sejak dirinya tertular virus HIV tahun 2012 lalu, HT rajin melakukan terapi antiretroviral (ARV).

Terapi itu dilakukan untuk melawan infeksi yang diakibatkan virus tersebut.

“ Obatnya itu mahal bu, satu butir sampai Rp 80.000. Nah kalau saya mungkin masih bisa beli obatnya karena anak-anakku bisa membantu, lalu bagaimana dengan ODHA yang kurang mampu tidak semua penderita orang mampu,” imbuhnya.

Saat ini, HT bergabung dengan Lembaga Advokasi HIV AIDS (LAHA) Sultra. Bahkan, dia menjadi petugas Dukungan Konselor Sebaya (KDS) yang memotivasi para ODHA.

“Saya biasa dipanggil bila ada penderita baru untuk terus menyemangati mereka, biasa saya juga melakukan testimoni di hadapan para ODHA. Kumpul dengan mereka saya rasa seperti keluarga sendiri, ada komunitas waria juga,” ujarnya.

Tak hanya itu, HT juga sering diutus ke Jakarta untuk berkumpul bersama dengan para ODHA dari seluruh Indonesia, berbagi cerita suka dan duka sebagai sesama penderita HIV.

“Saya biasa dengan ibu bidan yang juga ODHA dari Kabupaten Muna ke Jakarta mengikuti pertemuan nasional, dari situ kami berbagi dan saling menyemangati satu sama lain,” paparnya.

Angka penderita HIV AIDS di Sulawesi Tenggara, sudah sangat mengkhawatirkan.

Kabid Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (KP2LP) Dinas Kesehatan Provinsi Sultra, drg Heny Triviani mengatakan, sepanjang 2004-2015 terjadi peningkatan kasus.

“Dari Januari- September 2015 tercatat 605 penderita HIV/AIDS, ada 123 orang yang berobat dan 104 merupakan penderita baru dan satu orang meninggal. Kota Kendari masih peringkat pertama untuk kasus penyakit ini, kemudian kota Baubau dan Kabupaten Muna,” kata Heny.

Jumlah penderita HIV/AIDS  di Kabupaten Muna terus mengalami peningkatan. Hal itu disebabkan banyaknya penduduk di wilayah tersebut yang bekerja di Papua.

“Kita ketahui saat mereka pulang ke Muna dan sudah dalam kondisi sakit, jadi mereka dapatkan virus itu di Papua,” ujarnya.

Sementara untuk kasus di Kota Kendari, dinas kesehatan mengetahuinya dari penderita yang merupakan populasi kunci yaitu, Lelaki Seks Lelaki (LSL), Wanita Penjaja Seks (WPS), waria, pelanggan dan pencandu narkoba.

“Jadi untuk mengatasi penyebaran virus ini kita terus melakukan promosi kesehatan dan menambah pengetahuan tentang HIV/AIDS dan screening pada saksi kunci,” tambahnya.

Pihaknya juga mengharapkan agar para ODHA mendapatkan jaminan kesehatan. Karena, setelah pihak keluarga mengetahui ada anggota keluarga yang terjangkit HIV, mereka kadang dikucilkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com