Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sudah Siapkah Madura Menjadi Provinsi?

Kompas.com - 14/11/2015, 07:24 WIB
Kontributor Pamekasan, Taufiqurrahman

Penulis

MADURA, KOMPAS.com — Angan-angan Madura untuk memisahkan diri dari Provinsi Jawa Timur, menjadi provinsi sendiri, terlihat masih memiliki tantangan berat.

Sektor ekonomi empat kabupaten di Madura, masing-masing Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, dan Kabupaten Sumenep, masih jauh jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain.

Empat kabupaten ini pada tahun 2014 hanya memperoleh pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp 532 miliar.

Rincian PAD tahun 2014 masing-masing kabupaten, yakni Kabupaten Sumenep Rp 166 miliar, Kabupaten Pamekasan Rp 125 miliar, Kabupaten Sampang Rp 121 miliar, dan Kabupaten Bangkalan Rp 120 miliar.

PAD empat kabupaten ini, contohnya, belum bisa setara Kabupaten Sidoarjo tahun 2014 yang sebesar Rp 800 miliar.

Wakil Bupati Bangkalan Mundir Rofii menjelaskan, peningkatan ekonomi Madura harus menjadi agenda utama sebelum Madura dijadikan provinsi.

Sebab, banyak potensi ekonomi yang masih belum digarap secara serius oleh tiap-tiap pemerintahan di Madura.

Migas
Potensi ekonomi yang dimaksud Mundir adalah di sektor minyak dan gas (migas). "Migas di Madura ini cukup besar potensi ekonominya. Namun, yang masuk ke pendapatan daerah minim sekali. Bahkan, di Bangkalan, sepeser pun tidak masuk ke dalam PAD," kata Mundir Rofii, awal pekan lalu.

Mundir memprediksi, jika semua sektor migas dikelola oleh tiap-tiap pemerintahan di Madura, maka peningkatan PAD bisa mencapai ratusan miliar.

Tiga kabupaten, masing-masing Bangkalan, Sampang, dan Sumenep, semua sumber migasnya sudah beroperasi.

Sementara itu, di Kabupaten Sampang, harapan terbesar untuk peningkatan PAD bersumber dari sektor pengelolaan migas.

Tahun 2015 ini, sektor migas sudah bisa menyumbangkan PAD sebesar Rp 6,7 miliar. Namun, pengelolaannya masih menjadi wewenang perusahaan asing.

Adapun pendapatan yang masuk ke PAD diperoleh dari badan usaha milik daerah (BUMD) yang sebagian ikut mengelola migas.

Suhartini Kaptiati, Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten Sampang, mengatakan, sektor migas menjadi harapan besar dalam meningkatkan perekonomian Kabupaten Sampang.

Namun, yang menjadi kendala, regulasi migas tidak berada dalam kewenangan pemerintah daerah. Daerah menerima segala hal yang sudah diberikan oleh pemerintah daerah.

"Saya tidak berani untuk memprediksi keuangannya berapa untuk sektor migas. Yang diperoleh dari sektor migas selama ini hanya sebatas dari perusahaan daerah," ungkap Suhartini, Jumat (13/11/2015).

Kabupaten Pamekasan merupakan satu-satunya kabupaten di Madura yang tidak memiliki kekayaan alam dari sektor migas.

Meskipun sudah ada beberapa titik yang dibor untuk kebutuhan eksplorasi migas, tempat-tempat tersebut masih belum beroperasi.

Yang menjadi andalan peningkatan ekonomi Pamekasan hanyalah sektor perdagangan, pajak, dan jasa.

"Dari tahun ke tahun, PAD kami terus meningkat, terutama dari sektor jasa dan perdagangan. Memang kami dituntut untuk terus mencari sumber-sumber pendapatan lain yang sah untuk menambah PAD, terutama di sektor pertanian dan kelautan," ungkap Bupati Pamekasan Achmad Syafii, Rabu (12/11/2015).

Khusus untuk Kabupaten Sumenep, wilayah ini dikenal sebagai daerah paling kaya sumber daya alam, terutama migas.

Anggota DPRD Sumenep asal Kepulauan Sapeken, Nur Asyur, mengatakan, beberapa titik eksplorasi migas di Sumenep, baik yang di lautan (off shore) ataupun di daratan (on shore) ada di Pulau Kangen dan Pulau Pagerunga, ditambah lagi dengan Migas Blok Maleo (Perairan Giligenting).

Namun, tidak satu pun penghasilan industri migas di dua pulau itu yang masuk ke PAD Sumenep.

"Sumenep hanya kebagian dana bagi hasil migas, sama dengan daerah-daerah lain di Jawa Timur yang tidak punya sumber migas. Uang orang Sumenep lari ke luar daerah," kata Nur Asyur, Jumat (13/11/2015).

Kepala Bidang Pendapatan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten Sumenep, Imam Sukandi, mengaku, perolehan dana bagi hasil migas masih minim, bahkan sering meleset dari target.

Tahun 2014, dari target Rp 6,18 miliar, yang tercapai hanya Rp 5,38 miliar. "Dari tahun ke tahun, kami terus coba tingkatkan pendapatan dari sektor migas, walaupun hanya DBH (dana bagi hasil)," ungkap Imam Sukandi.

Dosen Universitas Madura (Unira) Pamekasan, Hazin Mukti, menjelaskan, gagasan Madura untuk menjadi provinsi masih menjadi mimpi. Sebab, kemauan pemerintah di empat kabupaten untuk mengembangkan ekonominya masih sangat sulit.

Terlebih lagi, kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Madura masih rendah. "Keran investasi di Madura masih tertutup. Pemerintah daerah butuh keberanian dan terobosan agar mendapat kepercayaan dari investor," ungkap Hazin Mukti.

Hazin mengatakan, Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu) sudah lima tahun beroperasi. Namun, dampak terhadap pengembangan ekonomi di Madura belum terasa.

Pembangunan di bidang ekonomi, infrastruktur, pertanian, dan perkebunan, masih jalan di tempat. Potensi ekonomi Madura besar, tetapi hanya masyarakat yang bergerak untuk maju, sedangkan pemerintah enggan mendorongnya.

"Jangan terlalu jauh bicara soal Madura sebagai provinsi. Yang dibutuhkan, pengembangan ekonomi yang serius dulu agar tidak jadi provinsi yang gagal," ungkap mantan konsultan Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi (Bappeprov) Jawa Timur ini. 

Lantas, siapkah Madura menjadi provinsi?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com