Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyusuri Kehancuran Taman Nasional Tesso Nilo (2)

Kompas.com - 04/11/2015, 09:58 WIB
Syahnan Rangkuti

Penulis

KOMPAS.com - Jalur menuju lahan kebakaran hutan yang ditunjukkan Legiman ternyata sangat sulit dilalui dan berbahaya.  Muncul dugaan, Legiman sengaja menyesatkan.

(Baca : Menyusuri Kehancuran Taman Nasional Tesso Nilo 1).

Kami akhirnya berbalik arah menuju persimpangan awal di belakang dan memilih menyusuri jalur kanan. Ternyata, jalur baru ini jauh lebih bagus dan tampak sering dilalui kendaraan.

Ketika melewati sebuah parit kecil, kecil tidak ada masalah. Sudah ada jembatan darurat dibuat dari papan tebal. Di tepian, terlihat lagi ratusan bibit kelapa sawit tersusun.

Tidak jauh dari saluran air, kami menemukan seonggok kotoran gajah. Kotoran itu tidak baru, masih cukup utuh dan belum habis terurai oleh aktivitas mikroorganisme. Setelah mengamati sekeliling, onggokan kotoran ternyata tersebar di beberapa tempat.

Menurut Suhadi, pemandu kami, beberapa hari sebelumnya penduduk desa menginformasikan melihat gajah keluar dari hutan menuju areal konsesi hutan tanaman industri di sekitar itu.

Sehari setelah gajah lewat, ada laporan kebakaran di lokasi hutan itu. Besar kemungkinan gajah-gajah itu menghindar dari keganasan si jago merah.

KOMPAS/SYAHNAN RANGKUTI Kebun sawit baru di atas lahan yang telah dibakar. Pohon-pohon sawit muda tumbuh di sela-sela tunggul kayu yang menghitam.

Ladang sawit baru

Sekitar 200 meter dari kotoran gajah, mata terbelalak lagi melihat sebuah hamparan baru yang sudah terbuka. Pemandangan bekas terbakar masih sangat kental.

Di situ terdapat sebuah bedeng yang ditutupi terpal plastik berwarna biru. Dua orang laki-laki keluar dari bedeng itu dan memandang ke arah kami datang.

Tidak ada komunikasi dan lelaki itu juga tidak bereaksi saat kami mengambil gambar di areal terbuka itu.

Semakin ke dalam, terdapat dua sungai kecil selebar lima sampai enam meter membelah hutan taman nasional. Namun tidak ada masalah untuk menyeberanginya.

Sudah ada jembatan kayu selebar 80 centimeter dengan penyangga di bagian bawah yang cukup kuat menahan beban sepeda motor.

Hawa panas lingkungan bekas terbakar semakin terasa setelah menyeberangi jembatan itu. Ternyata,  asap mengepul dari beberapa tunggul batang kayu yang setengah hangus.

Tegakan kayu besar juga masih ada, namun seluruh daun  dan sulur tumbuhan merambat di batang sudah merangas terkena panas tinggi.

Dari penampakan luarnya, diperkirakan api baru padam satu atau dua hari sebelumnya. Dari seluruh lokasi kebakaran, tidak ada tanda-tanda bekas pemadaman oleh tim pemadam. Artinya api padam dengan sendirinya. 

Interogasi

Tidak lama setelah melewati bedeng itu, sayup-sayup terdengar raungan sepeda motor mendekat.

Suara mesin motor semakin keras dan dari balik pepohonan rusak bekas terbakar terlihat dua lelaki mengendarai sepeda motor jenis bebek, lagi-lagi tanpa plat nomor polisi. (Baca : Menyusuri Kehancuran Taman Nasional Tesso Nilo I).

Motor itu berhenti tidak jauh dari kami yang sedang mengambil gambar kondisi hutan observasi gajah Sumatera itu. 

Lelaki setengah tua yang mengendarai motor mematikan mesin. Dia langsung bertanya, mengapa kami datang ke hutan itu? Apa keperluannya?

Pertanyaan itu memang disampaikan dengan nada datar, namun terkesan mengintimidasi dan penuh kecurigaan.

Sedangkan lelaki yang duduk diboncengan, memakai celana loreng militer dengan topi berpangkat tiga bintang, memilih berdiri agak jauh di belakang. Posisinya seakan-akan berjaga-jaga atau bahkan sedang mempersiapkan serangan fisik.   

Setelah menerangkan bahwa kedatangan kami terkait informasi kebakaran hutan, pengendara motor yang mengaku bernama Sukiman, entah itu nama aslinya, tampak lega.

“Kami pikir bapak dari PT,” katanya.

KOMPAS/SYAHNAN RANGKUTI Hamparan kebun kelapa sawit yang ditanam di sebelah lokasi kebakaran Suaka Margasatwa Kerumutan, Rabu (28/10/2015). Kebun itu diduga berada di dalam areal hutan konservasi itu.

Yang dimaksud Sukiman tentang PT adalah perusahaan HTI yang berada di sekitar Dusun Kuala Renangan dan Dusun Dolik, Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Pelalawan, Riau, wilayah administrasi hutan TNTN yang kami masuki.

Setelah peristiwa “interogasi” berlalu, Suhadi mengatakan, dua orang itu adalah “intel” warga dusun. Warga disana memang alergi pendatang, apalagi terhadap karyawan perusahaan HTI atau petugas Balai  TNTN.

PT dalam terminologi warga, adalah kelompok yang kerap membuat susah dan mengancam keberlangsungan kehidupan warga dusun yang sepenuhnya perambah hutan ilegal.

Dalam persepsi warga, orang-orang PT dan petugas kehutanan adalah wujud musuh yang akan membuat hidup mereka mengalami masalah.

Kedatangan orang asing selalu dikaitkan dengan rencana mengusir warga perambah dari tanah harapan untuk memperbaiki masa depan.

 

Warga perambah

Tandia, Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo yang dikonfirmasi secara terpisah mengungkapkan, warga dusun perambah sangat kompak saat berhadapan dengan petugas kehutanan sehingga kerap menciptakan problem pelik di lapangan.

Pihaknya menghadapi dilema saat berupaya mengamankan perambah yang tidak mengenal takut.

Apabila tidak dihadapi secara keras, perambahan akan terus berlangsung dan semakin besar, namun bila ditertibkan akan muncul konflik yang dapat menjadi peristiwa berdarah-darah.

“Mereka (warga dusun) itu setiap musim panas membakar  areal TNTN. Pada tahun ini luas kebakaran semakin berkurang karena ada patroli TNI dari Kostrad dikirim ke TNTN. Di lokasi yang Anda masuki, memang belum ada patroli Kostrad,” kata Tandia.  

Tandia mengatakan interogasi di tengah hutan, adalah peristiwa biasa dan belum apa-apa dibandingkan kejadian yang dihadapi pihaknya.

Petugas TNTN, pernah menjemput seorang tersangka kasus perambahan di Dusun Kuala Renangan dengan kawalan polisi.

Saat masuk dusun tidak terjadi masalah, namun ketika akan membawa tersangka, puluhan warga berbekal senjata tajam, memblokade jalur keluar dan tidak membolehkan petugas membawa warganya.

Daripada timbul konflik berdarah, petugas TNTN dan polisi akhirnye batal membawa tersangka penduduk dusun.

“Anda sudah lihat sendiri kan bagaimana berhadapan dengan perambah. Tidak mungkin kami sendiri melakukan penindakan terhadap perambahan. Penindakan semestinya mendapat bantuan Kostrad, karena pasukan itu terbukti ditakuti perambah,” kata Tandia. (Bersambung)

_______________

Sebelumnya:
Menyusuri Kehancuran Taman Nasional Tesso Nilo (1)

Selanjutnya:
Menyusuri Kehancuran Taman Nasional Tesso Nilo (3)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com