Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyusuri Kehancuran Taman Nasional Tesso Nilo (1)

Kompas.com - 03/11/2015, 10:27 WIB
Syahnan Rangkuti

Penulis

KOMPAS.com - Perjalanan dari Pekanbaru, menuju lokasi Taman Nasional Tesso Nilo di wilayah administrasi Dusun Dolik dan Kuala Renangan, Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Pelalawan, Riau, memakan waktu sekitar tujuh jam.

Meski berada di Pelalawan, lebih enak masuk melalui Baserah, di Kabupaten Kuantan Singingi.

Menurut Suhadi, warga desa yang menjadi pemandu, dari Baserah menuju TNTN akses jalan lebih mudah dicapai. Di Baserah, mobil ditinggal dan perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan sepeda motor.

Setelah masuk dan keluar dari beberapa perkampungan warga, kebun kelapa sawit, menyusuri jalan setapak, naik dan turun di tanah kontur berbukit serta menerobos semak belukar selama 90 menit, Suhadi berhenti.

Dia berhenti di areal kebun sawit berumur sekitar dua tahun di sebuah hamparan terbuka luas, diperkirakan lebih dari 200 hektar. “Ini sudah masuk wilayah taman nasional,” kata Suhadi menunjukkan kebun sawit itu.

Kelapa sawit dalam hamparan itu tersusun rapi dan tumbuh subur. Tanaman jenis palma itu hidup di sela-sela tunggul kayu yang sudah dipotong dengan menggunakan gergaji mesin.

Tunggul itu berwarna hitam, bekas terbakar. Adapun potongan kayu-kayu kecil di bawahnya masih berserakan, dan juga gosong.

Pemandangannya sama seperti di lokasi Suaka Margasatwa Kerumutan, Kecamatan Teluk Meranti, Pelalawan yang baru-baru ini terbakar. (Baca: Ribuan Hektar Suaka Margasatwa Kerumutan Terbakar)

Di tengah-tengah hamparan terdapat sebuah rumah pondok kayu beratap seng. Tidak tampak kehidupan di rumah itu, namun di halaman terlihat beberapa lembar pakaian yang lagi dijemur.

Dari lokasi awal di kebun sawit luas itu, perjalanan dilanjutkan memasuki kawasan hutan yang semakin dalam. Pepohonan kayu besar jarang terlihat. Pemandangan dominan adalah kebun-kebun sawit lain yang berumur lebih muda.

Potretnya juga sama, sawit tumbuh di sela-sela tunggul kayu hitam. Yang berbeda, masih ada bara api di beberapa kebun yang masih mengeluarkan asap.

Di sebuah bukit, kami berpapasan dengan seorang lelaki bertopi lebar, memakai sepeda motor bebek tanpa pelat nomor polisi, berumur sekitar 35 tahun.

Kami saling menyapa, namun dia terus berlalu. Tidak lama kemudian, lelaki itu berbalik lalu berhenti di dekat kami yang sedang mengambil gambar bara api kecil di tengah kebun sawit.

KOMPAS/SYAHNAN RANGKUTI Pohon sawit di sela tunggul kayu yang menghitam bekas terbakar.

Perambah

Setelah lelaki itu membuka topi, Suhadi ternyata mengenal lelaki itu sehingga muncul percakapan yang lebih ringan.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com