Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krisis Air Bersih di Pulau Ay Sudah Sejak Zaman Belanda

Kompas.com - 30/10/2015, 15:54 WIB
Kontributor Ambon, Rahmat Rahman Patty

Penulis

AMBON, KOMPAS.com - Krisis air bersih di Pulau Ay, Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah sudah berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu.

Namun, hingga kini pemerintah daerah tidak juga memerhatikan nasib ribuan warga penghuni pulau tersebut.

Ismawati Djawar, salah seorang warga Pulau Ay, menceritakan, semula mata air yang menjadi sumber air bersih untuk keperluan warga ada di pulau tersebut.

Saat itu persediaan air bersih belum menjadi masalah. Namun dalam masa penjajahan Belanda satu-satunya sumber mata air di pulau itu tiba-tiba kering sehingga warga hingga kini mengalami kesulitan air bersih.

”Ceritanya begini, dulu orangtua kami itu tidak senang dengan kehadiran Belanda di pulau kami ini. Para orangtua dulu lalu berdoa dan meminta agar sumber mata air itu hilang sehingga Belanda segera angkat kaki dari pulau Ay. Semua orang di sini percaya dengan cerita itu,” kata Ismawati kepada Kompas.com Jumat (30/10/2015).

Dia menambahkan, dari cerita turun temurun masyarakat setempat, kebencian penjajah Belanda terhadap warga membuat para tetua adat Pulau Ay marah.

Namun, karena tidak berdaya melawan penjajah Belanda secara fisik mereka memakai taktik lain untuk mengusir penjajah dengan cara mematikan sumber air di pulau tersebut.

“Jadi doa mereka terkabul dan mata air di Pulau Ay langsung kering hingga saat ini,” tambah dia.

Menurut Ismawati, sejak itulah warga Pulau Ay terus mengandalkan air hujan untuk keperluan mendapatkan air bersih.

Tak pelak saat musim kemarau panjang tiba warga harus mendapatkan air bersih dengan cara menyeberangi lautan.

“Sebenarnya kita di sini sudah terbiasa, karena setiap rumah warga disini ada bak penampung air. Jadi saat turun hujan kita langsung menampungnya di bak itu,”ujarnya.

Namun kata dia kondisinya berubah dalam beberapa bulan terakhir setelah kemarau ekstrim melanda Pulau Ay.

Akibatnya persediaan air bersih warga kini telah kehabisan dan mereka terpaksa harus membeli air dari pulau seberang.

“Sudah sebulan lebih kita beli air di Pulau Neira, kalau dengan botol bekas minyak goreng itu harganya Rp 1.000 kalau dengan jerigen 30 liter itu harganya Rp 5.000,” ujarnya.

Manfaatkan air laut

Krisis air bersih yang sudah berlangsung lebih dari ratusan tahun itu membuat warga terpaksa memanfaatkan air laut untuk keperluan sehari-hari seperti mencuci pakaian dan mandi.

“Kalau untuk mandi dan cuci pakaian kita biasanya menggunakan air laut, itu sudah jadi kebiasaan di sini selama ini, tapi kalau untuk minum kita gunakan air hujan,” kata Rahman Arif, warga Pulau Ay.

Menurut warga, krisis air bersih di Pulau Ay semakin parah setelah bencana kekeringan terjadi di wilayah itu dalam beberapa bulan terakhir.

Menurut Camat Banda, Kadir Sarlian sumber air bersih memang tidak ada di Pulau Ay sehingga warga yang mendiami pulau itu biasanya selalu mengandalkan air hujan.

“Warga selalu mengandalkan air hujan namun belakangan tidak ada lagi hujan sehingga warga harus membeli air dengan cara menyeberangi pulau,” ujar Kadir kepada Kompas.com.

Kondisi itu semakin memprihatinkan setelah kapal yang biasa digunakan untuk mengangkut air bersih untuk warga di pulau itu kini rusak.

Padahal dalam beberapa bulan terakhir kapal itu selalu diandalkan untuk mengangkut air bersih untuk warga Pulau Ay.

Alhasil untuk mendapatkan air bersih warga harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.Tak hanya mengeluarkan biaya untuk membeli air, warga juga harus patungan untuk menyewa transportasi laut untuk mengangkut air bersih.

“Kami harap pemerintah daerah bisa melihat masalah ini. Bantulah kami di sini jangan biarkan kami seperti ini,”kata Ismawati Djawar.

Perhatian pemerintah

Menurut Ismawati pemerintah harusnya peka terhadap penderitaan yang dialami masyarakat, karena itu sudah merupakan tugas mereka.

Warga, kata dia, selama ini berkeinginan agar masalah yang mereka hadapi bisa segera diselesaikan.

Namun, hingga kini tak ada langkah apapun dari pemerintah daerah untuk menyelesaikan masalah itu.

“Kalau menggunakan pipa antarpulau mungkin terlalu jauh karena jarak tempuh dari Pulau Ay ke Pulau Neira itu membutuhkan waktu 1 jam perjalanan laut pokoknya jauh sekali. Jadi kami harap sebaiknya ada penyulingan air di sini itu saja,” harapnya.

Warga pun berharap permintaan mereka itu dapat dikabulkan sehingga mereka tidak lagi kesusahan memperoleh air bersih.

”Harapan kami kami cuma itu tak ada yang lain kami hanya ingin diperlakukan dengan baik agar kami juga bisa menikmati air bersih sebagaimana warga desa lain,” tambah Ismawati.

Terkait masalah itu, baik Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Maluku Tengah maupun Bupati Maluku Tengah Abua Tuasikal memberikan tanggapan resminya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com