Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gaji Pendamping Wali Kota Makassar Lampaui Gaji Presiden dan Wapres

Kompas.com - 28/10/2015, 23:11 WIB

MAKASSAR, KOMPAS.com — Gaji Tim Pendamping Wali Kota Makassar menyulut pro dan kontra. Pasalnya, honorarium tim pendamping ini dinilai di atas rata-rata gaji pegawai lainnya.

Rata-rata satu orang dari enam koordinator tim pendamping ini menerima gaji Rp 86,6 juta per bulan.

Pendapatan mereka bahkan lebih tinggi dari gaji resmi presiden, yaitu Rp 62.740.000 sebulan. Apalagi wakil presiden yang hanya Rp 42.160.000.

Gaji para pendamping ini bahkan jauh lebih tinggi dari gaji resmi para menteri, jaksa agung, Panglima TNI, dan pejabat setingkat kementerian yang hanya Rp 18.648.000.

Bahkan gaji keenam koordinator tim pendamping itu lebih tinggi dari gaji resmi Ketua DPR RI, yaitu Rp 30.908.000, Ketua Mahkamah Agung (Rp 24.390.000), dan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (Rp 23.940.000).

Malahan lebih tinggi dari gaji resmi Ketua KPK Abraham Samad ketika masih aktif, yaitu Rp 70.225.000. 

Akibatnya, sejumlah anggota DPRD Makassar meminta wali kota membubarkan tim pendamping ini.

Hanya saja, Danny bersikukuh mempertahankan tim itu. Menurut Danny, biaya yang dikeluarkan Pemkot untuk enam pakar itu lebih murah ketimbang membayar auditor profesional.

Danny mengakui keberadaan tim pendamping itu memang banyak mendapat sorotan. Tetapi, dia menilai, para penyorot itu bersuara karena enggan dipantau secara detail dan profesional.

Polemik di DPRD

Wakil Ketua DPRD Makassar, Adi Rasyid Ali, menyebut honor tim pendamping ini bahkan melebihi gaji anggota DPRD Makassar.

"Per bulan rata-rata anggota DPRD gajinya tak sampai Rp 20 juta. Padahal, untuk sampai ke DPRD, kita kampanye," kata Ketua DPC Demokrat Makassar ini.

Adi dalam kapasitas anggota Badan Anggaran berjanji menghapuskan alokasi honor tim pendamping ini.

"Katanya Pemkot mau hemat. Apanya yang hemat kalau uang Rp 6 miliar dihabiskan per tahun untuk item kegiatan yang tujuannya tidak jelas. Lebih baik itu uang dipakai bangun jalan dan sekolah," kata Adi.

Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Makassar, Mudzakkir Ali Djamil, mengatakan tak masalah Danny membentuk tim pendamping.

“Kalau kami di Fraksi PKS tak masalah, yang jelas itu kan kita sudah sahkan kemarin anggarannya, jadi tak masalah untuk kami,” ujarnya.

Mudzakkir mengungkapkan, saat ini tim pendamping sudah jalan dan itu tergantung Danny Pomanto.

“Saya rasa ini adalah hak dari Pak Danny yang diatur dalam undang-undang pemerintah daerah,” katanya.

Sedangkan Ketua Fraksi Nasdem DPRD Makassar, Mario David, lantang meminta tim pendamping dibubarkan.

Mereka menolak pembentukan tim pendamping jika menggunakan anggaran sebesar Rp 6 miliar pada APBD Perubahan.

Mario David menganggap anggaran tim pendamping adalah pemborosan anggaran karena tidak memiliki dasar hukum yang jelas.

“Kami menilai tidak ada gunanya pembentukan tim pendamping sebanyak 6 orang dengan anggaran sebesar itu, mending anggaran itu dialihkan untuk pembangunan infrastruktrur,” ujarnya.

Anggota Fraksi Nasdem, Irwan Djafar, menilai tim pendamping yang berhonor jumbo itu tak lagi bisa diandalkan untuk meningkatkan kinerja SKPD. Buktinya daya serap SKPD tak maksimal.

"Tim pendamping SKPD selama ini bukan membantu SKPD, malah mengganggu program kerja. tim ini justru membuat SKPD tak bisa berimprovisasi. Ada doktrin dan tekanan yang sangat kuat. Mereka seolah-olah lebih hebat daripada wali kota dan wakil wali kota," katanya.

Sementara politisi PDI-P, Willian Laurin, mengatakan, terjadi tumpang tindih antara tim pendamping SKPD dengan KP3S.

"Katanya ada KP3S yang dibentuk untuk mengawasi SKPD, jadi untuk apa ada tim pendamping lagi," ujarnya.

Berbasis kinerja

Ada enam bidang pendampingan, yakni Bagian Data, Smart City, Komunikasi/Humas, Desain Kreatif, dan Kinerja.

Koordinator tim pendamping bidang kinerja Nurmal Idrus mengatakan, tim pendamping memiliki kerja yang cukup berat. Mantan Ketua KPU Makassar bersama tim surveyor-nya menangani 15 SKPD.

Mereka harus membuat Laporan Pendampingan dan Monitoring Kinerja (LAPMIK). Isi LAPMIK perihal masalah yang terjadi di SKPD, hambatan, kelemahan, kelebihan, dan solusi mengatasinya dan diakhiri dengan sebuah rekomendasi triwulan.

"Artinya, honor diambil berdasarkan kinerja, yaitu ketika tim pendamping dan surveyor datang memberi asistensi ke SKPD dan ada laporan triwulan. Jika itu tak ada dan tak dilakukan maka honor juga tak bisa diambil. Jadi, kelihatannya jumlah anggarannya besar, tetapi implementasinya tak sebesar itu," jelasnya.

Nurmal menambahkan, honor penampingan setiap SKPD berkisar Rp 15 juta per tahun, setelah dipotong pajak.

Jadi, jika 15 SKPD berhasil didampingi, berarti Nurmal dkk mampu mengantongi Rp 225 juta per tahun.

"Tapi paling banyak yang kita selesaikan cuma 10 SKPD karena pekerjaannya cukup berat," ungkapnya.

Tim pendamping bidang kinerja, kata Nurmal, memiliki 8 tugas, antara lain pendampingan untuk meningkatnya performa SKPD dalam kinerja pelayanan dan pelaksanaan reformasi birokrasi beserta penerapan berbagai program inovasi.

Mantan Koordinator Tim Pendamping Bidang Publikasi dan Dokumentasi, dr Wachyudi Muchsin, tak bersedia berkomentar mengenai jumlah honor yang pernah diterima. Wachyudi mundur dari tim pendamping Danny Pomanto per Maret 2015.

Sedangkan Koordinator Tim Pendamping Wali Kota Bidang Data, Fadly M Noor, mengatakan, semua SKPD telah dibuatkan aplikasi, tetapi dengan honor tidak sampai Rp 20 juta per SKPD.

“Kalau mau berhitung kasar, mana ada aplikasi seharga itu,” ujar konsultan TI di sejumlah perusahaan itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com