Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dukungan NU Jateng untuk Calon Ketua Umum Masih Terbelah

Kompas.com - 04/08/2015, 09:38 WIB
Kontributor Ungaran, Syahrul Munir

Penulis

SEMARANG, KOMPAS.com - Struktural Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Tengah belum satu suara dalam mengusung calon Ketua Umum Pengururus Besar NU (PBNU) maupun Rais A'am (Pimpinan Tertinggi) PBNU untuk masa khidmat 2015-2020.

Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Semarang Ahmad Hanik mengungkapkan, para muktamirin dari Jawa Tengah masih terbelah atas beberapa nama kandidat Ketua Umum Tanfidfziyah maupun Syuriah atau Rais A'am.

Sejumlah nama yang disebut sebagai calon Ketua Umum adalah KH Said Aqil Sirad (Ketum PBNU sekarang), As'ad Said Ali (Mantan Ketua BIN), KH Shalahudin Wahid dan Muhammad Adnan (Mantan Ketua PWNU Jawa Tengah).

"Jateng belum solid usung nama calon Ketum PBNU. Ada yang ke incumbent, Gus Sholah, ada ke Pak Adnan dan ada yang ke Pak As'ad Ali. Kami belum bisa mengidentifikasi secara riil. Soal pilihan kami tergantung 'hidayah' di dalam bilik suara," kata Hanik yang saat ini berada di Ponpes Tebu Ireng Jombang, saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (4/8/2015) pagi.

Sementara, untuk kandidat Rais A'am, imbuh Hanik, muncul tiga nama, yakni KH Hasyim Muzadi (Mantan Ketua Umum PBNU), KH Mustofa Bisri (Gus Mus) dan KH Tolhah Hasan. "Kalau Pak Hasyim didukung oleh penuh oleh Jam'iyaah Ahlut Tariqoh Annahdliyah. Kemudian muncul Gus Mus, muncul juga KH Tolhah Hasan. Beliau adalah Kiai-kiai sepuh yang dipandang bisa menengahi berbagai kubu di NU," kata dia.

Terkait kemelut yang timbul di dalam pembahasan tata tertib, Hanik mengakui Muktamar kali ini berjalan sangat memprihatinkan. Dia menengarai kisruh Muktamar disebabkan banyaknya kepentingan yang akan memanfaatkan NU untuk kepentingan politik dan kelompok.

Hal itu juga memunculkan fenomena peserta gelap, pemalsuan kartu identitas peserta, isu politik uang, hingga tata cara penyampaian pendapat yang jauh dari ahlakul karomah (sopan santun).

Hanik menyayangkan hal ini terjadi karena kemelut dan kekisruhan di Muktamar ini menyebabkan muru'ah (keperwiraan) NU ternodai. "NU itu kalau diibaratkan gadis, ya gadis yang cantik sekali sehingga banyak yang masuk ingin meminang. Saya melihat pada pembahasan tatib pada muktamar sebelumnya ramai juga, tapi tidak seperti ini karena memang begitu banyaknya kepentingan," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com