Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompleks Makam Korban Peristiwa 1965 Dibangun

Kompas.com - 08/06/2015, 12:27 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin

Penulis


SEMARANG, KOMPAS.com – Lokasi penemuan dua liang lahat yang diduga mengandung makam massal korban peristiwa 1965 mulai dibangun secara layak. Setelah pada hari Pancasila, 1 Juni 2015, dipasangi nisan secara simbolis, kini di sekeliling area makam mulai dipasangi paving.

“Paving itu kami pasang sejak tanggal 2 Juni lalu. Kami sudah dapat izin dari pengelola Perhutani untuk dipasangi paving di tepi makam,” ujar Koordinator Perkumpulan Masyarakat Semarang untuk Hak Asasi Manusia, Yunantyo Adi S, Senin (8/6/2015).

Pemasangan paving itu, menurut dia, sebagai bentuk awal untuk memanusiakan makam yang ada di Dukuh Plumbon, Kelurahan Wonosari, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang. Paving dipasang di sekitar makam di atas lahan luas 5 x 10 meter persegi.

Setelah mendapat izin dari Perhutani, pihaknya lantas meminta tukang batu untuk meratakan tanah hingga membawa bongkahan paving ke lokasi makam. Proses tersebut membutuhkan waktu sehari.

“Hari Jumat lalu, paving sudah dibawa ke makam, dan langsung dipasang oleh tukang,” tambahnya.

Setelah paving selesai dipasang, esok harinya, masyarakat sudah mulai berkunjung. Menurut Yunantyo, ada 30 orang dari perwakilan mahasiswa dari Universitas Negeri Semarang berkunjung untuk tahu sejarah tragedi massal tersebut hingga korban dimakamkan di lahan perhutani yang berada di tengah hutan Kota Semarang.

Izin dari Perhutani keluar pada 30 April 2015 dan diterima oleh pihak aktivis Hak Asasi Manusia pada Selasa, 5 Mei 2015. Dalam surat bernomor 561/044.3/Hugra/Knd/DivreJtg, pihak Perhutani memberi izin pemasangan paving. Ketentuannya, lokasi yang dibangun hanya 50 meter persegi, lokasi nisan dan paving tidak permanen serta tidak untuk dikuasai.

Pihak aktivis HAM juga dilarang untuk menebang pohon di area makam. Mereka juga diminta untuk selalu berkoordinasi dengan kantor Perum Perhutani KPH Kendal terkait kegiatan selanjutnya.

“Setelah surat itu turun, kami langsung bergerak sampai sekarang ini,” paparnya.

Sebelumnya, para aktivis ini membutuhkan waktu delapan bulan melakukan sosialisasi mengenai penemuan kuburan massal, hingga makam bisa dikenalkan secara lebih santun ke masyarakat. Mereka menekankan misi kemanusiaan, sejarah dan kebudayaan, dengan tidak melihat siapa mereka yang menjadi korban. Mereka sepakat tidak dapat membenarkan adanya orang yang dieksekusi di luar putusan pengadilan, tanpa tahu kesalahannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com