Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asyani Menangis Histeris karena Disebut Mencuri

Kompas.com - 16/04/2015, 19:01 WIB

SITUBONDO, KOMPAS — Terdakwa Asyani menangis histeris pada akhir sidang pembacaan replik atas kasus pencurian kayu jati. Ia tidak bisa menerima tuduhan sebagai pencuri karena merasa tak mencuri. Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Situbondo, Jawa Timur, I Kadek Dedy Arcana kewalahan untuk menenangkan perempuan berusia 63 tahun itu dan langsung menutup sidang.

Dalam sidang tersebut, jaksa penuntut umum Ida Haryanti membacakan replik atau jawaban atas pembelaan Asyani. Dalam replik disebut, Asyani tak bisa menunjukkan surat keterangan asal-usul hasil hutan. Dari sidang lapangan juga disebut, tonggak kayu PT Perhutani yang batangnya hilang identik dengan batang kayu yang menjadi barang bukti di pengadilan. Kayu itu sebagian diakui Asyani sebagai miliknya.

Jaksa menuntut Asyani dengan hukuman 1 tahun penjara dengan masa percobaan 18 bulan dan denda Rp 500 juta subsider 1 hari kurungan agar bisa memberikan pelajaran bagi terdakwa. Selain itu, jaksa memberi peringatan kepada warga lain agar tak melakukan hal serupa.

Seusai pembacaan replik, Asyani menangis. Ia turun dari kursi dan bersimpuh di lantai sambil bersujud ke arah majelis hakim. "Ampun, Pak Hakim, saya tak mencuri. Itu kayu saya yang saya simpan sejak lama. Saya bukan pencuri," kata Asyani dengan air mata terurai.

Hakim meminta Asyani tenang, tetapi tak berhasil. Asyani semakin histeris sehingga hakim menutup sidang. Tangisan Asyani terus berlanjut meski majelis hakim sudah meninggalkan ruang sidang.

Ibu-ibu yang mendampinginya turun menjemput Asyani yang masih bersimpuh. Mereka mencoba menenangkan dengan meminta Asyani istigfar, tetapi Asyani masih tetap histeris.

Tangisnya kian menyayat saat didudukkan di kursi ruang sidang. Tangisan Asyani menyentuh para pengunjung, termasuk ibu-ibu yang datang mendampinginya secara sukarela. Mereka ikut menitikkan air mata sambil terus menenangkan Asyani.

Tangis Asyani baru mereda saat terdengar azan Dzuhur dari mushala di kompleks pengadilan tersebut. Asyani semakin tenang setelah didudukkan di mushala.

Pengacara Asyani, Supriyono, mengatakan akan mengajukan duplik atau pembelaan terhadap jawaban jaksa. Menurut Supriyono, surat-surat kayu Asyani sudah dibuktikan di pengadilan. Di lapangan, mereka bahkan sudah melihat bukti lahan Asyani.

Selain itu, menurut dia, kecocokan tonggak antara bonggol kayu di lahan Perhutani dan batang kayu yang menjadi barang bukti di pengadilan hanya berdasarkan pengamatan biasa. "Seharusnya ada penelitian ilmiah, bukan berdasarkan pengamatan biasa. Ini menyangkut nasib seseorang," katanya.

Tuduhan pencurian

Perkara Asyani bermula ketika ia dituduh mencuri dua balok kayu milik PT Perhutani di Petak 43F Blok Curah Cotok, Jatibanteng, Situbondo, pada 4 Juli 2014. Polisi menyeret Asyani dengan barang bukti 38 sirap kayu jati.

Sebelum ini, Asyani tak pernah menghadapi acara formal, apalagi sidang pengadilan yang menghadirkan dirinya sebagai pesakitan. Setelah suaminya, Muaris, meninggal enam tahun lalu, ia tinggal sendirian. Ia menghabiskan waktu sebagai tukang pijit dengan penghasilan Rp 15.000-Rp 20.000 per hari.

Menurut Linda Nia Sunandar, putri Asyani, harta peninggalan ayahnya hanya sedikit. Salah satu yang tersisa adalah balok kayu jati yang tersimpan di kolong tempat tidur ibunya. Sebelum meninggal, ayahnya menebang pohon di lahan mereka. Lahannya kini sudah terjual, sementara sisa balok kayu masih disimpan ibunya.

Persoalan muncul pada Juli 2014 saat Asyani membawa balok kayu itu kepada Cipto, tetangganya yang tukang kayu, untuk dijadikan kursi. Ia menyewa mobil pikap Rp 40.000 milik Abdussalam dan meminta menantunya, Ruslan, membawa balok kayu ke bengkel Cipto.

Hampir bersamaan, polisi hutan kecurian dua gelondong kayu jati. Mereka melakukan penelusuran ke sejumlah tempat dan menemukan 38 sirap jati di rumah Cipto. Sirap kayu jati itulah yang diklaim sebagai kayu Perhutani yang hilang. Asyani pun ditangkap karena tidak bisa menunjukkan surat keabsahan kayu.

Ia meminta pengampunan, tetapi justru ditahan sejak Desember 2014. Tidak hanya Asyani, Ruslan, Abdussalam, dan Cipto pun ditangkap. Hingga kini, mereka masih ditahan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com