Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita di Balik Pemakaman Massal Korban Longsor Banjarnegara

Kompas.com - 17/12/2014, 08:38 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin

Penulis


SEMARANG, KOMPAS.com — Iwan Suwandi (45) tak pernah ragu mengerjakan tugasnya sebagai penggali liang kubur di pekuburan massal korban bencana longsor di Banjarnegara. Sejak operasi pencarian korban dimulai hingga jenazah ditemukan, dia selalu terlibat dalam pemakaman jenazah warga Dusun Jemblung, dusun yang hancur akibat terjangan longsor.
 
Tiap jenazah yang sudah dikremasi akan dia kuburkan dengan dibantu warga lain. Dia pun tahu persis mengenai kondisi jenazah, yang masih utuh, luka, yang hancur, hingga jenazah yang sudah tidak utuh.
 
Dari pengalamannya itulah, dia mengetahui ada tiga jenazah yang telah ditemukan dalam kondisi utuh. Dia kemudian menandai beberapa jenazah itu dalam liang lahat yang berbeda-beda.
KOMPAS.com/Nazar Nurdin Pemakaman massal untuk korban bencana longsor di Banjarnegara telah disiapkan secara khusus. Pemakaman umum di desa Ambar, desa yang bersebelahan dengan Sampang, dipilih sebagai tempat pekuburan massal.

Tiga jenazah yang dimaksud adalah jasad atas nama Burhan serta seorang ibu dan anaknya atas nama Khilmah dan Diana. Ketiga jenazah tersebut utuh dan tidak memiliki bercak darah. Kulitnya pun masih utuh, tidak berubah, dan perutnya tidak menggembung.
 
"Dua jenazah itu kami makamkan khusus. Dia beda dengan yang lain. Saya enggak tahu persis apakah karena obat atau apa, tetapi seluruh tubuhnya masih utuh. Padahal mereka tertimbun selama tiga hari," kata Iwan, Selasa (16/12/2014).
 
Selain itu, lanjut Iwan, ketiga jasad itu juga tidak bau. Dalam pemahamannya, biasanya kondisi jasad yang tertimbun dalam material tanah tentu sudah membusuk. Sementara itu, tiga jenazah yang dikuburkan khusus itu tidak demikian.  
 
Sementara itu, kondisi jasad lain, kata dia, sudah rusak dan dalam kondisi tak menentu. Ada tangan yang ditemukan di dekat kepala, hidung pindah ke tempat lain. Bahkan, bau menyengat sudah ada dalam radius jarak satu meter.
 
"Kalau yang lain, satu meter saja sudah nyengat. Kalau tiga jenazah itu tidak, meski Fauzan ditemukan sebelum ibu dan anak ini," ujarnya seraya menunjukkan lokasi makam.
 
Untuk meminimalkan bau menyengat, dia mencoba membakar kopi. Asap yang mengepul ke udara diyakini bisa mengurangi bau busuk.
 
Koordinator relawan khusus pemakaman, Suwandi (61), mengiyakan apa yang disampaikan oleh Iwan. Sebelumnya, dia menilai bahwa tempat di Desa Ambar ini dipilih sebagai tempat pemakaman massal lantaran lokasinya berdekatan dengan Dusun Jemblung. Sementara ini, sudah ada 25 jenazah yang dikebumikan di lahan berbukit tersebut.
 
Untuk menguburkan jenazah, warga menyiapkan liang lahat. Ada beberapa liang lahat yang digali sedalam lebih kurang 1,5 meter. Satu liang bisa diisi dua hingga empat jenazah.
 
"Kami akan penuhi semua yang ada untuk pemakaman. Kalau kurang, nanti akan cari tempat lagi," cetus dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com