Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Perjuangan Bupati Rita untuk Kukar, Sang Ayah, dan Prabowo-Hatta...

Kompas.com - 23/09/2014, 08:00 WIB
Kontributor Samarinda, Hyuna Azamta Asyifa

Penulis

KUKAR, KOMPAS.com - Hingga tahun 2015 nanti, Rita Wiyasari, masih mengemban tugas menjadi orang nomor satu di Kukar. Bagi bupati berparas cantik ini, menjalankan tugas tersebut bukan perkara mudah. Banyak tantangan yang harus dia lewati selama memimpin Kukar.

“Dipercaya berarti harus bertanggung jawab. Sampai tahun depan, saya akan membangun Kukar,” tegas Rita saat ditemui Kompas.com, belum lama ini.

Segala macam bentuk pengabdian, dia berikan untuk masyarakat Kukar. Mulai dari pembangunan, pendidikan, insfratruktur hingga kesehatan. Sedangkan adat budaya hanya dia teruskan dari perjuangan Bupati terdahulu, Syaukani Hasan Rais, yang merupakan ayahnya sendiri.

“Statusnya memang bupati, tapi bupati milik rakyat Kukar. Jadi saya ini dipercaya untuk menyejahterakan Kukar dan segala isinya. Bukan berarti bupati, lantas saya mau semena-mena di Kukar,” sebutnya.

Mulanya, kata dia, tidak terbesit sama sekali menjadi seorang bupati. Sebab tahun 2009 kala itu, Rita sudah menjadi ketua DPRD Kukar. Namun tahun 2010, namanya masuk menjadi calon bupati dari Partai Golkar. Dia merasa beban itu terlalu berat, karena melihat bagaimana ayahnya lengser dan tersandung kasus korupsi.

“Saya lihat bapak saya waktu jadi bupati, 24 jam tidak pernah istirahat. Rumah jabatan selalu didatangi masyarakat, dan bapak selalu ada untuk mereka. Hari-harinya di pemkab dan masyarakat, saya berpikir manalah saya bisa seperti beliau,” ujarnya.

Tapi saat nama baik ayahnya jatuh, ada semangat dan harapan untuk mengembalikan nama baik Syaukani. “Saya bilang pada Tuhan, jika ini kesempatan saya mengembalikan nama baik keluarga saya, saya pasti akan sanggup membawa Kukar ke arah yang lebih baik. Karena itu, tekad saya bulat dan dukungan akhirnya terus mengalir tanpa henti,” jelas dia.

Jual tanah keluarga

Demikian juga waktu kampanye, Rita mengaku sama sekali tak punya uang. Belasan miliar rupiah uang hasil jual tanah milik keluarga, terpaksa harus diserahkan ke pemerintah untuk mengurangi kurungan ayahnya. Padahal, kata dia, hanya sisa tanah itu yang menjadi kekayaannya untuk kampanye.

“Saya sama sekali tidak punya uang, uang tanah semua untuk mengurangi kurungan bapak. Saya bilang, kalau memang saya yang dipercayakan Tuhan, maka tanpa uang pun saya akan menang,” katanya.

Hasilnya di luar dugaan, pada saat pemilihan bupati, Rita meraih suara terbanyak. Gabungan suara lima pasang lawannya pun tidak bisa menyamai skornya. Rita bersyukur, masyarakat memilihnya karena dia diyakini mampu menjadi ibu untuk Kukar. Ditambah, Rita merupakan perempuan berdarah Kutai tulen.

“Ya, mungkin masyarakat menilai dari sisi darah saya juga, saya asli perempuan Kutai. Ditambah masyarakat Kukar masih sayang dengan Pak Syaukani, jadi mereka yakin saya akan mampu menjadikan Kukar sehat. Seperti kata bapak saya, mereka mungkin bisa memenjarakan saya tapi tidak bisa memenjarakan semangat juang dan simpatisan saya,” tegas Rita menirukan kalimat sang ayah.

Akhirnya, langkah Rita ke kursi bupati terasa ringan. Sehari duduk di pemerintahan, Rita ternyata harus berhadapan dengan seribu persoalan Kukar yang berbelit. Rita akhirnya mengisahkan bagaimana Kukar yang sebenarnya, ibarat meluruskan benang kusut yang basah, perjalanan Kukar sangat tajam.

“Pada saat dilantik menjadi Bupati, ada haru dalam hati saya. Tapi begitu tahu, kondisi Kukar saat itu, saya meratap,” terangnya.

Tata kembali Kukar

Menurut Rita, di akhir masa jabatan sang ayah, Kukar terpuruk. Keuangan Kukar porak-poranda dan tidak tahu kemana alirannya. Belum lagi, masalah SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) tidak tertata.

“Jadi waktu bapak saya lengser, Kukar tiga kali di Plt-kan. Waktu itu kondisinya amburadul, jadi waktu saya dilantik, ya semua itu saya warisi. Kepala rasanya pening juga, tapi saya sadar saya dipilih ya untuk ini. Mau tidak mau, sanggup tidak sanggup, nasib Kukar dipercayakan pada saya. Saya harus bertanggung jawab,” ungkapnya.

Belum lagi persoalan tambang yang terus menghantui. Rita sadar usahanya untuk menyelamatkan Kukar dari eksploitasi tambang tidak mudah. Tuduhan demi tuduhan selalu datang padanya. Padahal, selama menjabat dia tidak pernah mengeluarkan izin tambang baru di Kukar.

“Saya tidak pernah mengeluarkan izin tambang, saya hanya memberi izin perpanjangan bagi tambang yang memenuhi syarat. Kalau tambang-tambang nakal, langsung saya cut,” ujarnya.

Terkait izin tersebut, Rita juga berhadapan dengan aktivis anti-tambang. “Tidak semua pengusaha tambang itu nakal kok, masih ada tambang-tambang yang profesional dan bekerja sesuai ketentuan. Makanya saya bilang, janganlah terlalu benci tambang. Tambang ini juga memberi pemasukan besar untuk Kukar. Memang saya kemudian berhadapan dengan persoalan kerusakan lingkungan, tapi di sisi lain tambang yang merusak wajib memperbaiki,” sebutnya.

Disinggung masalah daerah pesisir yang meronta ingin pisah, Rita menegaskan pihaknya tidak setuju. Pasalnya, Kukar bergantung dari hasil migas di daerah pesisir, maka DBH dari pusat sedikit banyak merupakan sumbangsih daerah pesisir.

“Saya tidak setuju daerah peisisir pisah, Kukar bergantung dari sana. Kecuali Kukar kemudian menjadi provinsi sendiri seperti Kukar Raya, mungkin saya bisa berpikir. Karena penghasilan dari pusat akan masuk langsung dan tidak dibagi di provinsi Kaltim lagi,” tegasnya,

Sampai sekarang, kata dia, Kukar terus membangun. Bahkan di tahun 2015 nanti, target memiliki bandara sendiri sudah harus tercapai. “Bandaraku harus jadi, pokoknya Kukar harus punya bandara. Jembatan pasti jadi tahun depan, jembatan pedalaman Kukar juga sudah dikejar,” sebutnya.

Lelang tas mewah

Rita awalnya pehobi koleksi tas mewah. Dia sampai membeli tas seharga Rp 200 juta. Namun sejak mengenal kerajinan Ulap Doyo, Rita langsung jatuh cinta pada kerajinan khas Kalimantan itu. Rita pun mulai meninggalkan hobi lamanya mengoleksi tas mewah.

Bahkan tas tersebut dia lelang. Hasilnya disumbangkan untuk membantu masyarakat, sebagian lagi dipakai untuk membantu kampanye pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, Prabowo Subianto-Hatta Radjasa, saat Rita menjadi tim pemenangan pasangan tersebut di Kalimantan.

“Semuanya saya lelang, habis. Terakhir saya gunakan untuk kampanye Prabowo – Hatta di Kukar. Tas hadiah dari Pak Syaukani juga saya relakan, sekarang saya hanya mengoleksi ulap doyo. Lebih murah, tapi tetap berkelas dan merupakan warisan tanah Kutai,” jelasnya kepada Kompas.com, belum lama ini.

Menurut Rita, daerah Kukar bukan hanya dikenal sebagai perajin Ulap Doyo, tetapi juga kabupaten yang warganya pecinta musik rock. Sudah tiga tahun terakhir, Kukar mendatangkan band-band rock legendaris dari luar negeri, yakni Sepultura tahun 2012, Halloween 2013 dan Testament 2014. Tidak terkecuali band tanah air seperti Power Metal, God Bless dan lainnya.

Semua masyarakat menonton gratis, termasuk masyarakat Samarinda dan Balikpapan juga ikut memadati Stadion Aji Imbut Kukar, setiap band-band itu datang.

“Rencana tahun depan ada lagi, tapi masih belum dipastikan siapa yang datang. Pokoknya Kukar Rockin Fest,” ujarnya. (Bersambung)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com