Penerapan metode organik ini di samping berfungsi mengembalikan kesuburan lahan dinilai bermanfaat pula terhadap kualitas produk buah naga yang dihasilkan.
"Kebun buah menempati lahan seluas 5.000 meter persegi di Desa Lumbungrejo, Kecamatan Tempel. Pengelolaan program ini dijalankan oleh Sub Terminal Agribisnis (STA) Sleman," terang Kepala STA setempat, Dibyo Warasto, Senin (10/2/2014). Ia mengungkapkan seluruh tanaman di lahan ini menggunakan pupuk kandang.
Per bulan, sebut Dibyo, rata-rata dibutuhkan 20 kilogram pupuk organik untuk satu tegakan buah naga. Saat ini ada 821 tegakan buah naga yang sudah mulai ditanam sejak dua tahun lalu. "Harga pupuk kandang jauh lebih murah dibanding kimia. Kalau dihitung, jatuhnya tetap sama," ujarnya.
Buah naga yang dibudidayakan di Sleman ini masih satu jenis yakni Sabila Putih. Ke depan, kata Dibyo, akan dikembangkan pula buah naga warna merah dan kuning. "Buah naga organik ini memiliki rasa lebih legit dan manis," kata dia.
Dalam setahun, ujar Dibyo, STA Sleman bisa memetik panen sekitar 2,5 ton buah naga. Itu pun belum mampu memenuhi kebutuhan pasar. Harga jual buah naga juga relatif menguntungkan, dengan harga pasaran sekitar Rp 10.000 sampai Rp 15.000 per kilogram.
Dengan prospek tersebut, kata Dibyo, dia berharap budi daya buah naga bisa dikembangkan pula secara mandiri oleh petani. Sentra budi daya buah naga di wilayah Sleman sudah dapat ditemukan di Kecamatan Pakem, Ngaglik, Tempel, Kalasan, Prambanan, dan Sleman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.