Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengais Berkah di Kawah yang Bergolak

Kompas.com - 23/11/2013, 08:53 WIB
Syamsul Hadi,
Harry Susilo

Tim Redaksi


KOMPAS.com - Dengan memikul keranjang kayu berisi bongkahan belerang seberat 90 kilogram, Cholik (45) berjalan tergopoh memasuki pos penimbangan di Paltuding, kaki Gunung Ijen, Jawa Timur, Senin (11/11). Dia baru saja turun dari kawah yang berjarak 3,8 kilometer dari Paltuding.

Warga Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi, tersebut merupakan satu dari sekitar 350 petambang belerang yang menyandarkan hidup dari Kawah Ijen. Aktivitas mereka dimulai sebelum fajar menyingsing.

Para petambang menjual belerang seharga Rp 780 per kilogram (kg) kepada PT Candi Ngrimbi, satu-satunya perusahaan yang memiliki lisensi atau izin pemanfaatan kawasan taman wisata alam di Gunung Ijen. Penghasilan setiap petambang tergantung jumlah belerang yang dipikul.

Cholik, misalnya, mendapat Rp 69.000 dari berat bersih 86 kg belerang setelah dikurangi berat keranjang kayu 4 kg. Setiap petambang dalam sekali angkut mampu membawa belerang 60-100 kg. Dalam sehari, mereka dapat mengangkut dua kali dari kawah. ”Untuk hari ini, saya cukup sekali angkut saja, sebab ada keperluan yang mendesak, sekarang sudah ditunggu istri di rumah,” kata Cholik.

Merangkap pemandu

KOMPAS Gunung Api Gunung Ijen

Sebaliknya, Saekoni (35), justru meliburkan diri dari aktivitas menambang belerang pada hari itu. Dia memilih memandu pengunjung yang ingin turun ke Kawah Ijen. Setelah mendapat imbalan dari jasanya itu, dia segera kembali ke tempat tinggalnya di Desa Kluncing, Kecamatan Licin, sekitar 24 kilometer dari Paltuding.

Di rumahnya yang sebagian masih beralaskan semen kasar, Saekoni tinggal bersama istri dan anaknya. Dalam seminggu, dia hanya 3-4 kali menambang belerang. ”Tadinya saya menambang setiap hari, tetapi sekarang sudah tidak lagi sejak cicilan sepeda motor sudah lunas. Hari ini saya mau ngarit, cari rumput buat pakan ternak,” ujar pria yang menambang belerang sejak lima tahun lalu.

Sebelum menambang belerang di Ijen, Saekoni pernah berjualan es krim tradisional di Bali serta bekerja serabutan di Surabaya. Dia memutuskan jadi petambang setelah diajak temannya. ”Penghasilan di sini lebih lumayan. Apalagi kalau dapat tambahan dari guide (pemandu) turis,” ucapnya.

Sejak ramai dikunjungi turis asing, para petambang belerang di Ijen memang turut kecipratan berkah. Setiap petambang diberi imbalan Rp 200.000-Rp 300.000 dalam sekali jalan menemani turis asing. Untuk mendampingi wisatawan lokal, mereka mendapat uang jasa Rp 100.000–Rp 150.000, tergantung dari kesepakatan.

”Dalam sebulan, paling banyak empat sampai lima kali menemani turis. Itu pun pas bulan Juli sampai November, saat ramai-ramainya turis datang,” kata Saekoni.

Upaya pemkab

Melihat kondisi itu, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas memberi dukungan positif. Para petambang pun diberi kaus bertuliskan I Love Banyuwangi dan sepatu bot secara gratis.

”Menghadapi wisatawan yang baru datang ke sini, kami diminta bersikap sopan dan tidak boleh memaksa wisatawan yang ingin naik ke puncak sendiri,” kata Saekoni seraya menunjukkan kaus I Love Banyuwangi yang dikenakannya.

Selain itu, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi juga memfasilitasi kursus bahasa Inggris secara gratis bagi warga Kecamatan Licin yang hendak jadi pemandu. Tak heran jika beberapa pemandu mampu bekerja secara profesional, termasuk berkomunikasi menggunakan bahasa asing.

Kedatangan para turis tak lepas dari pesona Kawah Ijen yang sudah tersohor hingga ke luar negeri. Daya tarik utamanya adalah petambang belerang yang lalu lalang, matahari terbit, serta fenomena api biru.

Karstens (42) dan Nathalie (40), pasangan suami istri asal Jerman, mengaku, berkunjung ke Ijen karena penasaran ingin melihat langsung para petambang dan kawah sulfur. Setelah menghabiskan bulan madu di Bali, kedua wisatawan ini singgah ke Ijen sebelum berwisata ke Gunung Bromo.

Maraknya wisatawan yang datang ke Ijen juga membuat bisnis hotel di Banyuwangi meraup untung. Executive Marketing Hotel Ketapang Indah Novita F Astuti mengakui, kedatangan turis asing ke Banyuwangi umumnya ramai pada Agustus hingga November. Tingkat okupansi di Hotel Ketapang Indah pada bulan ini rata-rata 75 persen dari 101 kamar.

”Dari seluruh tamu yang datang, lebih dari setengahnya merupakan wisatawan asing yang mau ke Kawah Ijen. Umumnya dari Perancis,” ujar Novita.

Untuk membidik turis asing ini, ia mengungkapkan, pihaknya bekerja sama dengan lebih dari seratus agen wisata baik yang ada di Bali maupun di Yogyakarta. ”Mereka mengurusi para turis yang akan ke Ijen dan menginapnya di tempat kami. Jika turis datang secara berkelompok, kami akan kenai tarif hotel lebih murah,” ucap Novita.

Ancaman

Kepala Bidang Wilayah III Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jatim Sunandar Trigunajasa mengakui, pihaknya akan mengkaji dampak dari semakin meningkatnya jumlah wisatawan ke Ijen. Hal ini agar turis tetap dapat menikmati Ijen tanpa merusak kawasan.

”Bisa jadi nanti pengunjung akan dibuat secara bergantian mendaki Ijen dan melihat kawah. Kami masih mengkaji hal ini,” ujar Sunandar. Pengelolaan Kawah Ijen selama ini ditangani oleh BKSDA Jatim.

Bagi Sunandar, Gunung Ijen yang selama ini jadi sandaran hidup bagi masyarakat sekitar yang menjadi petambang dan pemandu juga dapat menebar ancaman sewaktu- waktu. Gunung api aktif ini tak hanya memancarkan pesona api biru yang tersohor, tetapi juga menyimpan bahaya terpendam, seperti air kawah yang setiap saat bisa tumpah jika Ijen meletus.

Terlebih, tingkat keasaman air kawah antara nol (tidak terukur) dan 0,8. Bandingkan dengan derajat keasaman air aki mobil yang 2-3 atau air layak minum 6-7. Sebagian dari air kawah bahkan telah merembes ke Sungai Banyupahit, lalu dikonsumsi warga Kecamatan Asembagus, Situbondo, untuk minum dan irigasi sehingga menggerus kesehatan.

Kawah Ijen memang bagai pisau bermata dua. Satu sisi memberi manfaat nyata bagi masyarakat dengan kandungan belerang dan daya tarik wisatanya. Sisi lain, gunung api aktif ini dapat menjadi ancaman bagi warga di sekitarnya.

Agar masyarakat dapat memahami risiko hidup di zona bencana yang lebih mendalam, maka campur tangan pemerintah sangat dibutuhkan. Kondisi Kawah Ijen yang saat ini masih bergolak dapat berujung petaka yang jauh lebih besar dibanding berkah yang diperoleh warga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com