Salin Artikel

Pilunya Apriani, Bocah 1 Tahun Penderita Hidrosefalus yang Butuh Dana Berobat ke Bali

Seharusnya, pada usia tersebut ia sudah bisa duduk bahkan merangkak seperti anak-anak pada umumnya.

Namun, kondisi yang dialami membuat Apriani hanya bisa terbaring. Kepalanya terus membesar.

Ia tak bisa duduk apalagi merangkak. Supaya bisa duduk, ibu dan bapak serta kakaknya mesti menopang Apriani dari belakang.

UPDATE: Kompas.com memberikan kesempatan pada para pembaca dapat meringankan beban derita bayi Apriani dengan cara berdonasi klik di sini

Seakan merindukan kebahagiaan, Apriani tampak senyum bahagia saat Kompas.com memasuki kediaman mereka pada Senin (22/3/2024).

Apriani yang tengah dipangku sang ibunda, tampak baik-baik saja. Tiada suara tangis atau merengek sedikit pun selain senyuman dari wajahnya.

"Begitu memang dia. Selalu senyum dan tertawa kepada setiap tamu yang datang ke rumah." 

"Mungkin mau sapa, tetapi tidak bisa," celetuk sang ibunda, Helena Yastina Amus (35), Senin pagi.

Helena bercerita, sang anak bungsu itu memang menderita hidrosefalus sejak lahir pada 18 April 2023. Kala itu kepalanya tidak terlalu besar seperti sekarang.

"Kecil saja pas lahir. Makin hari, tambah besar seperti ini. Jadinya dia tidak bisa duduk apalagi mau merangkak karena berat kepalanya," tutur Helena terbata-bata.

Ia mengaku pernah pergi USG ke dokter saat mengandung. Berdasarkan hasil pemeriksaan saat itu, dokter menyatakan ada cairan di kepala janin.

Ternyata apa yang dikatakan dokter menjadi kenyataan saat Apriani lahir di Ruteng. Sang putri menderita hidrosefalus.

Dokter di RSUD Ruteng langsung menyarankan Apriani harus dibawa ke Bali atau Kupang untuk bisa operasi sedot cairan di kepala.

"Begitu dokter omong begitu, kami hanya bisa diam karena ke Bali dan Kupang itu pasti butuh biaya besar." 

"Uang dari mana kami untuk biaya ke sana. Untuk biaya operasi lahir Apriani saja untung ada BPJS," tuturnya.

Lantaran tak ada biaya ke Bali atau Kupang, ia dan suami memutuskan membawa Apriani ke kampung halaman di Kembur, Manggarai Timur.

Sejak itu, Helena bersama suaminya selalu memikirkan bagaimana cara agar anak bungsu mereka itu bisa berobat sesuai anjuran dokter.

Namun apa mau dikata, kondisi ekonomi menjadi penghalang orangtua ini untuk menyembuhkan sang putri.

"Sedih juga setiap hari, dia seperti berusaha untuk bangun. Tetapi tidak bisa. Dia juga tidak menangis. Kalau mau minta makan baru dia merengek sedikit," kisah Helena.

Kondisi Apriani ini pun membuat Helena tak bisa beraktivitas seperti biasanya. Ia tidak bisa keluar rumah untuk bekerja seperti sebelumnya karena sang anak harus dijaga 24 jam.

Sebelumnya, Helena biasa mencari uang dengan cara menjadi buruh harian di kebun orang.

"Sekarang ini tidak bisa buat apa-apa lagi. Hanya harap suami saja yang kerja. Paling saya bisa keluar sedikit pas kakaknya dua orang pulang sekolah. Dari pagi sampai siang tidak bisa berbuat apa-apa," katanya.

Kordianus Nator (37), sang ayah, mengaku punya kerinduan besar agar anaknya bisa berobat sesuai arahan dokter.

Namun, ia dan istri hanya petani yang tak punya penghasilan tetap. Tampaknya keinginan membawa Apriani berobat ke Bali atau Kupang hanya sebatas kerinduan.

"Hari-hari saya kerja di orang untuk bisa beli beras dan kebutuhan lainnya di rumah. Itu tadi, pikiran tidak tenang." 

"Di kepala, hanya ingat anak yang sakit ini. Kapan anak kami ini bisa berobat. Itu saja yang ada di kepala setiap saat," tutur Kordianus.

Selama ini, kata dia, mereka sekeluarga hanya pasrah dan berharap ada mukjizat Yang Mahakuasa untuk kesembuhan Apriani.

"Kami hanya berharap akan ada rahmat Tuhan melalui tangan-tangan orang baik agar Apriani bisa berobat." 

"Untuk kami sendiri, jujur tidak bisa. Mau penuhi kebutuhan hari-hari saja kami ini susah," ujarnya.

Dikunjungi staf Dinsos

Kordinus menyebut, pada Kamis (18/4/2023), tepat Apriani genap setahun, beberapa staf dari Dinas Sosial Manggarai Timur mengunjungi kediaman mereka.

Adapun kedatangan orang-orang dari Dinsos yakni meminta informasi tentang sakit yang diderita.

"Mereka datang tanya-tanya dan foto Apriani ini," katanya.

Dirinya bersama istri pun berharap itu adalah tanda kepedulian pemerintah kepada putri mereka.

"Semoga ada tindaklanjutnya nanti karena kami ini sangat merindukan Apriani berobat sesuai arahan dokter. Tapi itu tadi, kendala kami di dana," keluhnya.

Dirinya pun memohon bantuan media massa untuk menuliskan kondisi Apriani agar mendapatkan perhatian dari Pemerintah Daerah Manggarai Timur hingga pusat.

"Siapa tahu dengan baca berita pemerintah dan orang-orang baik bisa tergerak hati, peduli denga anak kami ini." 

"Mohon bantu kami. Kami sangat menginginkan Apriani segera berobat," imbuhnya sembari mengusap air mata. 


UPDATE: Kompas.com memberikan kesempatan pada para pembaca dapat meringankan beban derita bayi Apriani dengan cara berdonasi klik di sini

https://regional.kompas.com/read/2024/04/23/162027078/pilunya-apriani-bocah-1-tahun-penderita-hidrosefalus-yang-butuh-dana

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke