Salin Artikel

Saat Berziarah di Makam yang Tenggelam, Untaian Doa Terucap dari Atas Perahu

Hal ini seperti yang dilakukan oleh Dani Rujito (46) bersama bersama belasan anggota keluarganya pada Rabu (10/4/204). Mereka menaiki dua perahu untuk pergi berziarah menuju ke pesisir Tambakrejo, Semarang Utara. 

Tak sampai 10 menit, mereka pun di pesisir Tambakrejo yang masih ditumbuhi beberapa batang pohon mangrove. Dani meyakini lokasi tersebut merupakan makam kakek dan ayahnya.

Setelah tiba di lokasi, dia lantas melantunkan tahlil dengan khusyuk bersama keluarganya. Baginya, doa jauh lebih penting daripada poisi makam. 

"Iya hari pertama lebaran ini, kami datang ziarah ke makam. Untuk posisi doa, kami hanya mengira-ngira saja makamnya di sini, yang penting doanya sampai," katanya usai melakukan ziarah kubur, Rabu (10/4/2024), dikutip dari TribunJateng.com.

Dani mengaku rutin berziarah ke makam ayah dan kakeknya meskipun secara fisik telah ditelah oleh lautan. Di lokasi tersebut tampak ban truk dan sampah botol plastik. 

"Ya meskipun sudah jadi lautan tetapi tempat itulah makam ayah dan kakek berada sehingga tetap harus diziarahi. Harus itu, wajib biar ikatan batin terjaga," ungkapnya.

Selepas berdoa, prosesi ziarah itu diakhiri dengan menabur bunga di atas air laut.

Dani menyebut ada 19 keluarganya yang terdiri dari anak, mantu, cucu dan kerabat lainnya ikut berziarah. Bahkan, kata dia, para menantunya sempat kaget ketika pertama kali diajak ziarah ke makam tersebut.

"Mereka kaget ziarah makam kok ke laut. Selepas tahu, ya akhirnya biasa saja," bebernya.

Dari tempat itu, mereka biasanya berkumpul sembari berdoa seperti yang dilakukan keluarga Dani.

"Masih banyak yang berziarah, biasanya seminggu jelang lebaran sampai hari lebaran seperti sekarang," tuturnya

Tenggelam sejak 2015

TPU Tambakrejo dahulu seperti pemakaman pada umumnya dengan banyak pohon cemara. Luasan makam kala itu sekira 200 meter x 10 meter yang sudah diisi oleh ratusan makam.

Makam tersebut untuk melayani warga dari tiga wilayah meliputi Tambarejo, Tambaklorok, dan Tambakmulyo.

Namun, air rob mulai menggerus area pesisir mulai tahun 2000. Lalu pada tahun 2015,area pemakaman sudah mulai tenggelam.

Dia mengaku punya kesempatan untuk memindahkan kedua makam keluarganya tersebut. Namun, setelah berkonsultasi dengan seorang kyai, makam itu tak perlu dipindah.

"Kata kyai cukup didoakan, jangan dipaksakan makam dipindah, paling penting doanya," ujarnya.

Dani juga mengaku pernah mendapatkan pekerjaan untuk memindahkan jenazah dari makam di area tersebut sebanyak tiga kali. Dia memindahkan jenazah saat air laut surut. 

"Kerjaan itu saya lakukan lima tahun lalu, pertama ada 11 jenazah, lalu dua jenazah, dan yang berikutnya ada satu jenazah," katanya. 

"Itu air laut sudah rendem makam, kami bongkar saat air laut surut," sambungnya.

Untuk saat ini, para warga sekitar yang meninggal dunia akan dialihkan ke pemakaman terdekat seperti makam Tenggang, Terboyo, dan Genuk.

"Agak jauh tapi mau gimana lagi," imbuh Dani.

Di sisi lain, ada beberapa warga tetap membiarkan makam keluarganya itu hilang tenggelam. Meskipun secara ekonomi mereka mampu memindahkannya.

"Syarat memindahkannya itu berat. Bukan sembarangan," tutur peziarah makam Tambakrejo, Aris Triyatmoko.

Dia menyebut saat itu belum dapat memenuhi syarat tersebut. Seperti harus sudah 'mantu' atau menikahkan anak.

"Ketika itu saya belum mampu," jelasnya.

Ia mengatakan, proses memindahkan makam itu memang berdasarkan Kejawen. Maka proses pemakaman harus berdasarkan syarat-syarat yang sudah ditentukan.

"Tidak sembarangan, kalau tidak sesuai syarat nanti berimbas pada keluarga," paparnya.

Penyebab tenggelamnya makam

Pakar Lingkungan dan Tata Kota Unissula Semarang, Mila Karmila mengatakan makam tersebut berada di kawasan pesisir Semarang.

Menurutnya, tenggelamnya wilayah pesisir karena pembangunan yang masif di kawasan tersebut sehingga terjadi penurunan muka tanah. Di samping itu, terjadi kenaikan permukaan air laut.

Kondisi itu diperparah dengan masifnya pengambilan air tanah.

"Kalau itu dihentikan mungkin saja kawasan permukiman tenggelam dapat terhindar," bebernya.

Menurutnya, penanganan banjir harus dilakukan secara menyeluruh. Dengan begitu tenggelamnya wilayah pesisir bisa dicegah. 

"Jangan bangun yang berat-berat di pesisir seperti kawasan industri. Kalau sudah ada ya berhentilah karena dari industri itu kebutuhan air tanah juga dikuras habis," tegasnya.

Ia menilai, konservasi mangrove menjadi solusi dari persoalan tersebut. Tercatat ada 62,9 hektar lahan mangrove di Semarang yang hendak dilakukan konservasi.

Namun, kata dia, belum ada langkah sistematis yang dilakukan pemerintah di lapangan. Padahal mangrove menjadi solusi tahan lama dibandingkan bangunan infrastruktur.

"Tanggul laut bukan solusi, bersifat temporer, harus dibarengi dengan konservasi mangrove," paparnya.

Menurutnya, konservasi mangrove perlu dilakukan secara kombinasi. Dalam hal ini boleh dilakukan pembuatan tanggul laut tapi bersifat sementara.

"Di belakang tanggul nantinya dilakukan konservasi mangrove secara masif sehingga ketika tanggul itu pecah sudah terbentuk sabuk mangrove," tuturnya. 

Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Kisah Perjuangan Keluarga di Semarang Tiap Lebaran Ziarahi Makam Tenggelam di Laut, Mantu pun Syok.

https://regional.kompas.com/read/2024/04/11/081549578/saat-berziarah-di-makam-yang-tenggelam-untaian-doa-terucap-dari-atas-perahu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke