Salin Artikel

Jalan Pengabdian Faturahman Jadi Marbut Masjid Agung Demak...

Menurut Faturahman, menjadi marbut bukanlah pilihan awalnya.

Di masa mudanya, ia sempat menjadi anak nakal dan kemudian tinggal di pesantren.

Perjalanan waktu, ia mengajar untuk organisasi remaja Masjid Agung Demak. Setelah beberapa bulan, tepatnya pada 1996, Ketua Takmir saat itu Zaini Dahlan menawarinya untuk mengirim lamaran menjadi marbut agar memperoleh tunjangan.

Namun sebelum ditetapkan menjadi marbut, syarat lain yang harus dipenuhi ialah meminta izin ke tempatnya belajar pondok pesantren Al Istiqomah di Kelurahan Bintoro yang diasuh Kiai Abdullah Muhdi bin Ahmad Badawi.

"Karena beliau mengizini, maka saya bismillah untuk pengabdian di Masjid Agung Demak. Saya mulai 1996, Alhamdulillah sudah lama sekali, saya bukan milih," kata Faturahman (55) di Masjid Agung Demak, Minggu (24/3/2024) malam.

Menurutnya, tugas marbut di Masjid Agung Demak lebih berat ketimbang di masjid-masjid biasa.

Hampir 24 jam ada tamu yang berkunjung baik peziarah yang mampir ke makam Raden Fatah maupun sekedar shalat dan kunjungan wisata.

Bisaroh atau upah yang pertama kali ia terima waktu itu sebesar Rp 150.000 setiap bulannya.

Dia dan 5 rekannya bekerja secara bergantian atau dibagi shift siang dan malam, mulai dari kebersihan menjaga masjid, menabuh beduk, hingga persiapan untuk hari Jumat.

"Jam 6 (sore) sampai jam 6 pagi, jam 8 sampai jam 12 malam istirahat. Jam 12 beduk dipukul masjid dibuka untuk qiyamullail maka kita juga kerja lagi di samping itu juga ngawasi," tuturnya.

"Ini kan urusannya banyak, Wali Sembilan, urusan orang ziarah, orang urusan musafir, urusan itu-itu kalau masjid biasa tidak ada," imbuhnya.

Sebagai informasi, di Masjid Agung Demak terdapat 30 marbut atau karyawan. 5 orang bagian masjid dan sisanya di obyek wisata religi makam Raja Demak dan museum.

Sewaktu tidak di masjid, dia pulang ke rumah di Desa Jali, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak.

Di kampung, ia menjadi seorang takmir masjid dan mengajar di salah satu Ponpes, mengajar ngaji Al Quran selepas subuh, habis dzuhur mengajar untuk anak-anak, dan selepas ashar mengajar kitab.

Di Masjid Agung Demak, dia juga mendapat bagian mengajar kitab setiap Selasa mulai dari jam 07.00-09.00 WIB.

Membaca maklumat setiap shalat Jumat dan memimpin istighosah di makam Raden Trenggono pada waktu malam Jumat Kliwon.

Untuk Ramadhan ini, selain menjadi marbut, ia juga mengampu kitab akhlak setiap Kamis dari pukul 21.00-22.00 WIB.

"Saya itu berusaha semaksimal mungkin untuk pengabdian, umpamanya saya tidak mengabdi di sini saya mengabdi di luar," kata Faturahman.

"Jadi waktu itu ibaratnya orang korupsi, ada gantinya dengan yang lain. Saya bukan enak-enak tidak, kalau ada kegiatan lain saya kegiatan lain, terus ke sini," imbuhnya.

Diangkat jadi juru kunci makam Raden Fatah

Perjalanan waktu, Faturahman sempat diangkat menjadi juru kunci makam Raden Fatah dari 2005-2023. Untuk saat ini, ia menjadi Koordinator Marbut Masjid.

Menjadi seorang marbut, Faturahman kini menerima uang bisaroh Rp 2,5 juta setiap bulannya. Jumlah yang kecil untuk menghidupi keluarga dan pendidikan ketiga anaknya.

Kendati demikian, ia selalu percaya dengan mengabdikan diri di Masjid Agung Demak peninggalan para wali dan meneruskan ajarannya, rejeki akan datang tanpa diduga-duga.

"Kalau segitu kan tidak cukup kan, tapi rejeki itu bukan sekedar untuk bekerja tapi terkadang tanpa dipikirkan ada," ungkapnya.

Faturahman menyebutkan, kedua anaknya mengemban pendidikan di luar kota, sedangkan satu lainnya masih SMP. Sehingga membutuhkan biaya besar.

Untuk menunjang kebutuhan keluarga, ia terkadang mendapat bisaroh saat mengisi ceramah di luar dan memiliki usaha kecil-kecilan.

"Alhamdulillah dapat sedikit-sedikit tercukupi, untuk keluarga dan biaya anak yang di pesantren juga," terangnya.

Selama menjadi marbut maupun juru kunci makam Raden Fatah, Faturahman mengaku banyak menuai berkah tersendiri.

Selang dua tahun menjadi marbut, dia mendapat beasiswa menempuh pendidikan di perguruan tinggi D2.

Selama pengabdian di Masjid Agung Demak, ia sempat mendapat tawaran tanah di Kalimantan untuk ditempati dan tawaran rumah di Ciputat dari orang berbeda apabila mau mengurus masjid di sana.

"Banyak yang minta saya waktu itu, di Kalimantan kalau saya mau sudah ada tanahnya," kata dia.

Kata Faturahman, berkah pengabdiannya sebagai marbut juga pernah keliling Asia. Untuk itu, ia menilai Masjid Agung Demak bukan sekedar masjid.

"Malaka Syekh Ismail, saya ke Singapura makamnya Habib Nuh sampai Thailand makamnya Kiai Demang ini berkah dari sini," katanya.

Untuk tahun ini, ia juga sudah dijadwalkan untuk berangkat ke tanah suci Mekkah. Dari uang pribadi dan bantuan jemaahnya.

"Alhamdulillah umrah sudah, InsyaAllah tahun ini akan pergi haji. Semuanya keberkahan sini. Jadi ini saya happy, senang banyak teman, banyak saudara saya ibadah," tuturnya.

Terpisah, Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Demak, Afief Mundzir mengatakan, sampai saat ini memang belum ada program khusus untuk menunjang kesejahteraan marbut masjid.

"Bicara kemampuan Demak itu kan tentu berbeda dengan Kemenag yang lain, artinya kami itu punya resosis yang cukup dalam konteks kesejahteraan masjid," katanya dihubungi melalui telepon, Senin (25/3/2024).

"Dari situlah kemudian kami berharap pembangunan berkelanjutan salah satu di antaranya peningkatan kesejahteraan para marbot itu bisa dilakukan dari sektor itu," sambung dia.

Untuk itu, perlunya revitalisasi Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) untuk peningkatan kesejahteraan marbut dan guru madrasah diniyah (Madin) atau nonformal.

Dia menyebutkan, di Demak sebagian marbut juga berperan sebagai tenaga pendidik nonformal, baik itu guru Madin ataupun Taman Pendidikan Al Quran (TPQ).

Kata Afief, kini setiap tahunnya Pemerintah Kabupaten Demak menghibahkan anggaran Rp 5 miliar untuk 5.000 guru nonformal atau Rp 1,2 juta per orang setiap tahunnya.

Dengan demikian, beberapa marbut yang juga berprofesi sebagai tenaga pendidik turut ter-cover.

"Guru Madin ini mendapat Rp 1,2 juta anggaran Rp 5 miliar. Untuk Ramadhan ini akan kita cairkan di angka Rp 3 M," beber dia.

Jumlah tersebut memang belum bisa meng-cover seluruh tenaga pendidik, mengingat banyak lembaga pendidikan nonformal di Demak.

Kendati demikian, ia menilai langkah ke depan marbut juga perlu dipikirkan sebagai salah satu bentuk memakmurkan masjid.

"Langkah ke depan memang harus ada kalau menurut saya, karena mau tidak mau salah satu pilar penting di dalam syiar memakmurkan masjid ya itu ada marbut," pungkasnya.

https://regional.kompas.com/read/2024/03/25/211242778/jalan-pengabdian-faturahman-jadi-marbut-masjid-agung-demak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke