Salin Artikel

Cerita Mahasiswa di Aceh 2 Tahun Mengabdikan Diri Jadi Marbut Masjid

Saat ditemui oleh Kompas.com, salah satu mahasiswa bernama Deskananda (19) mengungkapkan dirinya sudah dua tahun mengabdikan diri sebagai marbut di Masjid Al Jihad.

Di tahun 2022 saat pertama kali menawarkan diri untuk menjadi marbut, Nanda, sapaannya, baru saja mendaftar kuliah di Jurusan Sastra Arab UIN Ar Raniry, Banda Aceh.

“Saya dulu datang langsung ke masjid ini menjumpai pengurus menawarkan diri menjadi marbut, Alhamdulillah saat saya datang memang lagi kekurangan marbut di sini," katanya saat ditemui, Kamis (21/3/2024).

Setelah mengikuti wawancara, Nanda menjalani tes azan, mengaji, menjadi imam, dan membaca Al Quran.

Dia masih ingat, pada Minggu 18 Agustus 2022, pengurus mengangkatnya menjadi marbut.

Tugasnya, mengurus kegiatan dan kebutuhan masjid serta jemaah. Termasuk soal jadwal shalat dan kegiatan keagamaan di Masjid Al Jihad.

Tak sendirian, Nanda bersama dengan dua temannya yang lain.

“Saya, teman saya Mufaddal (19) dan Zakiyul Fahmi (23), kami disediakan tempat tinggal di sini, sembako seperti beras, minyak goreng, air mineral diberikan geratis untuk kami,” sebutnya.

Mereka bertiga berbagi tugas. Mulai dari menjaga kebersihan, ketersediaan air bersih, mengumandangkan azan, mempersiapkan shalat Jumat, shalat tarawih, dan ibadah saat Hari Raya.

Tugas itu dilakukan dengan mengatur waktu di sela jadwal kuliah.

"Kami di sini ada tiga orang yang mengurus masjid, sehingga kami bisa saling berbagi tugas saat di antara kami ada jadwal masuk kuliah atau kegiatan lain di luar,” katanya.

Selama menjadi marbut di Masjid Al Jihad, kata Nanda, dia banyak mendapatkan pengalaman dan pengetahuan berharga.

Seperti mengajarkan anak-anak mengaji, membangun komunikasi dan interaksi dengan semua kalangan dari berbagai latar yang datang ke masjid tersebut.

“Sebelum bergabung menjadi marbut saya dulunya agak tertutup, tidak banyak interaksi dengan orang lain, jarang saya keluar rumah dan bergaul waktu di kampung, tapi selama di sini Alhamdulillah sudah banyak hal yang sudah saya dapat dalam hidup saya,” ujarnya.

Menurut Nanda, menjadi marbut adalah sebuah pengabdian. Marbut adalah orang yang akan selalu melangkahkan kaki ke masjid, tidak pernah meninggalkan masjid, meski halangan dan rintangan mengadang.

“Terus orang yang tinggal di masjid itu sendiri orang yang terus semangat dalam meramaikan masjid, itu pemahaman saya, kan ada juga orang yang tinggal di masjid tapi mereka cuma numpang saja, tidak menjadikan masjid sebagai tempat penagabdian," ungkap Nanda.

Pengabdian tersebut membuat upah bukan menjadi hal utama baginya.

"Jadi marbut upah saya Rp 300.000 per bulan, cukuplah untuk tambah biaya kuliah meringankan biaya orangtua, orangtua juga mendukung saya jadi marbut, beliau berpesan jangan melihat bebas kecil gaji, tapi bekerjalah dengan ikhlas, dan saya akan menjadi marbut hingga selesai kuliah nanti," ujarnya.

https://regional.kompas.com/read/2024/03/24/033000078/cerita-mahasiswa-di-aceh-2-tahun-mengabdikan-diri-jadi-marbut-masjid

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke