Salin Artikel

Saat Kapal yang Bawa Pengungsi Rohingya Terbalik di Perairan Aceh Barat...

Pihak berwenang telah memindahkan para pengungsi ke lokasi yang lebih aman.

Wakapolres Aceh Barat, Iswahyudi, mengatakan bahwa saat 69 pengungsi yang berhasil dievakuasi oleh tim penyelamat pada Kamis (21/03) sedang dalam perjalanan tempat penampungan sementara di Desa Berureugang, Kecamatan Kaway XVI, mereka dihalangi warga setempat.

“Mereka menyekat jalan, membuat barikade di jalan yang akhirnya kendaraan tidak bisa lewat karena pada saat membawa pengungsi tadi kita kawal,” ujar Iswahyudi kepada BBC News Indonesia pada Kamis (21/03).

Untuk menghindari kericuhan, kepolisian akhirnya membawa para pengungsi ke Gedung Palang Merah Indonesia (PMI) di Suwakraya, Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat.

Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Camat Samatiga, Kabupaten Aceh Barat, M. Asmiruddin Al Nur, mengatakan bahwa para pengungsi akan ditampung di tempat bekas perawatan pasien Covid-19 milik pemerintah daerah yang letaknya di Desa Beureugang, Kecamatan Kaway, Kabupaten Aceh Barat.

Ketua Perkumpulan Suaka Indonesia, Atika Yuanita Paraswaty, mengatakan bahwa sentimen negatif terhadap pengungsi Rohingya masih cukup kuat di kalangan masyarakat, terutama dengan banyaknya berita hoaks dan disinformasi seputar para pengungsi.

“Mereka perlu pendampingan, itu yang pasti. Itu jadi kekhawatiran kami juga, terkait dengan penolakan warga. Itu sudah tidak bisa dilepaskan lagi dari kondisi saat ini. Dengan bergejolak berita-berita negatif,” kata Atika.

Menurut catatan badan PBB yang menangani pengungsi UNHCR, sampai dengan awal Januari 2024, jumlah pengungsi yang berada di Aceh sudah mencapai 1.800 jiwa, termasuk 140 orang yang bertahan dalam kurun waktu satu tahun.

Namun, gelombang kedatangan orang Rohingya ke Aceh diwarnai sentimen negatif warganet Indonesia.

Bahkan, narasi kebencian dan hoaks soal Rohingya marak beredar di media sosial.

Sejumlah petugas SAR membawa pengungsi yang kondisinya sudah sulit bergerak menggunakan tandu dan menggotong mereka ke tempat yang aman.

Adapun total pengungsi Rohinya yang berhasil dievakuasi pada Kamis (21/03) berjumlah 69 orang, terdiri dari 42 pria, 18 perempuan dan sembilan anak-anak.

Jika digabung dengan enam orang yang diselamatkan oleh nelayan sehari sebelumnya, total pengungsi yang berhasil diselamatkan sebanyak 75 orang. Mereka terdiri dari 44 pria, 22 perempuan dan sembilan anak.

Kasi Operasi dan siaga Basarnas Banda Aceh, M. Fathur Rahma, mengatakan bahwa proses evakuasi berlangsung selama tiga jam. Proses evakuasi cukup sulit lantaran hanya menggunakan satu kapal, katanya.

“Alhamdulillah berdasarkan luas area SAR map yang kita petakan pada hari ini membuahkan hasil, mendapat korban dan berhasil kita evakuasi dengan selamat sebanyak 69 orang,” ujar Fathur.

Anggota staf Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) Indonesia mengatakan jumlah pengungsi di dalam kapal itu sebanyak 142 orang, merujuk informasi dari pengungsi yang selamat. Namun, hanya 75 yang berhasil diselamatkan.

Namun, ketika ditanya terkait nasib pengungsi lainnya, Fathur mengatakan: “Kami hanya melakukan evakuasi dan tidak menemukan adanya laporan bahwa terdapat korban yang meninggal dunia di atas kapal yang kita lakukan evakuasi."

Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Camat Samatiga, Kabupaten Aceh Barat, M. Asmiruddin Al Nur, mengatakan kepada BBC News Indonesia bahwa saat ditemukan, kondisi mereka cukup lemah karena mengalami dehidrasi setelah terjebak di tengah laut.

“Kami sudah siapkan ambulans apabila memang ada pengungsi yang membutuhkan tindakan medis yang cepat,” ungkap Asmiruddin.

Korban yang terluka dibawa ke Rumah Sakit Cut Nyak Dien Meulaboh, ujarnya.

Dalam video yang ia bagikan, warga setempat berkerumun mendekati truk tersebut sambil membawa tongkat-tongkat kayu dan berteriak-teriak sambil menunjuk ke arah pengungsi.

Pada akhirnya, truk tersebut terpaksa mundur dan berbalik arah. Saat itu terjadi, para warga kampung itu terdengar bersorak sorai.

“Akhirnya terjadi penolakan dari warga, turun semua masyarakat, ibu-ibu, orang laki, dewasa dan sebagainya,”

“Daripada timbul masyarakat yang kita tidak inginkan, sementara suasana juga masih suasana Ramadan jadi atas persetujuan Pak Bupati, mereka diarahkan ke Gedung PMI,” kata Iswahyudi kepada BBC News Indonesia.

Sebelum pemerintah daerah memutuskan untuk memindahkan para pengungsi ke tempat bekas perawatan pasien Covid-19 di Desa Beureugang, Iswahyudi mengatakan bahwa mereka sudah berusaha melakukan mediasi dengan warga.

“Mereka sudah tahu akan dibawa ke situ, jadi Kapolsek sudah mulai turun dari awal untuk memediasi warga supaya menerima. Jangan sampai nanti semua terjadi hal yang tidak diinginkan dan akhirnya mereka juga tetap tidak mau menerima,” katanya.

Berbeda dengan kebanyakan sikap warga di Desa Beureugang, Rona Julianda, seorang warga Aceh Barat yang menyaksikan kedatangan pengungsi Rohingya setelah dievakuasi oleh Basarnas, menyatakan simpatinya terhadap para pengungsi.

“Apalagi ini bulan suci Ramadan, mari sama-sama kita memfasilitasi tempat untuk mereka kalau kita tidak bisa berbuat lebih untuk mereka tidak masalah. Intinya kita jangan menolak mereka,” ujar Rona.

Ia pun merasa kecewa karena banyak masyarakat Aceh yang percaya dengan informasi yang berseliweran di media sosial tentang pengungsi Rohingya yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya.

“Jadi saya melihat manusianya saja, jangan masyarakat termakan berita-berita hoaks di luar sana,” lanjutnya.

Menurut Atika, seringkali masyarakat sudah memiliki persepsi buruk terhadap pengungsi Rohingya, sehingga reaksi pertama mereka adalah penolakan.

“Sebenarnya sudah banyak disinformasi. Padahal, kita seharusnya mengetahui dulu kondisi Rohingya, bahkan dari permasalahan akarnya sampai mereka juga di perjalanan dan tiba di Indonesia,” ungkap Atika.

Ia berharap pemerintah setempat dan pihak berwenang dapat menjamin keamanan para pengungsi sebab mereka sangat rentan terhadap kriminalisasi dan aksi penolakan masyarakat.

“Penanganan pengungsi ini tidak bisa hanya tanggung jawab satu pihak saja tapi memang ini kami sebutnya memang burden sharing dan ini harus dibagi peran-perannya. Bahkan di Perpres [Nomor 125 Tahun 2016] pun sudah seperti itu,” ujarnya.

Meski begitu, ia mengatakan inilah pertama kalinya Basarnas turun untuk membantu menyelamatkan pengungsi Rohingya yang kecelakaan di tengah laut.

“Ini juga menjadi hal yang positif dan progresif. Kekhawatiran kami juga, di sisi lain, selain ada kekhawatiran dari nelayan, nanti mereka akan ditempatkan di mana.

“Jangan sampai ada lempar tanggung jawab antara Pemda dan juga satgas PPLN [Penanganan Pengungsi Luar Negeri],” kata Atika.

Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan Banda Aceh, Al Hussain, mengatakan bahwa operasi pencarian terhadap kapal pengungsi Rohingya yang terbalik di perairan Aceh Barat sudah berjalan hingga Kamis (21/03) pukul 03.00 WIB dan dilanjutkan kembali pada pukul 07.00 WIB

“Kapal SAR Kresna kembali melanjutkan pencarian dengan area pencarian berada 28 nautical mile dari pelabuhan Meulaboh dengan hitting 296 derajat dengan luas area pencarian pada hari ini sekitar 200 nautical mile dan tidak jauh dari lokasi kejadian kecelakaan,” ujar Al Hussain.

https://regional.kompas.com/read/2024/03/22/122200278/saat-kapal-yang-bawa-pengungsi-rohingya-terbalik-di-perairan-aceh-barat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke