Salin Artikel

Mantan Kades di Lebak dan Suami Didakwa Pungli Sertifikat Tambak

Pasangan suami istri itu menerima uang pungli dari PT Royal Gihon Samudra (RGS) sebesar Rp 310 juta selama rentang 2021-2023.

Dalam dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Lebak, Seliya Yustika Sari disebut, kedua terdakwa bersama-sama menerima uang dari pengurusan dokumen sertifikat tanah.

"Melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan, yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum."

Demikian kata Seliya di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Serang Dedi Ady Saputra, Selasa (19/3/2024).

"Atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, yang dilakukan terdakwa," sambung Seliya.

Seliya mengatakan, kasus pungli bermula ketika PT RGS berencana melakukan investasi usaha tambak udang di Desa Pagelaran, Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak pada tahun 2021.

Untuk investasi usaha tambak udang tersebut, PT RGS membutuhkan lahan seluas kurang lebih 31 hektar.

Dalam rangka mencari lahan, Direktur Operasional PT RGS Gono Joko Mulyono kemudian meminta bantuan Farid Maulana dan Muhamad Ridwan untuk jual beli tanah.

Keduanya kemudian bertemu dengan Herliawati selaku Kepala Desa Pagelaran untuk meminta bantuan.

Namun, kedua terdakwa meminta fee Rp 5.000 per meter untuk pengurusan lahan. Namun, permintaan itu belum ditanggapi oleh Farid.

Kemudian, kata Seliya, Farid meminta bantuan warga Desa Pagelaran untuk mengidentifikasi pemilik lahan, serta mendatangi pemilik langsung guna melakukan negosiasi harga.

"Dari lahan seluas kurang lebih 31 hektar yang sedianya akan dibeli oleh PT RGS untuk tambak udang terdapat 37 bidang lahan milik warga, dengan total luas sekitar 23 Hektar yang ternyata belum bersertifikat," kata Seliya.

Sekitar Juli atau Agustus tahun 2021, Herliawati kembali didatangi oleh Farid di rumahnya dengan membawa dokumen surat-surat tanah yang belum bersertifikat yang akan dibeli oleh PT RGS.

Sebab, pengurusan sertifikat membutuhkan dokumen-dokumen yang diterbitkan oleh Pemerintah Desa Pagelaran dan ditandatangani oleh Kepala Desa.

Saat bertemu, Herliawati menolak menandatangani dokumen atau surat karena belum menerima uang yang dimintanya saat pertemuan pertama.

Akhirnya, Herliawati meminta Farid dan Ridwan "jatah" Rp 1.500 per meter dari luas lahan yang belum bersertifikat.

"Atas perhitungan Herliawati dan suaminya total uang yang harus dibayar sebesar Rp 345 juta," ujar Seliya.

Pemberian uang kemudian dilakukan secara bertahap karena Farid berada dalam posisi terpaksa, yakni Oktober 2021 hingga Mei 2023.

Ada pun total uang yang ditransfer dan diberi tunai sudah mencapai angka Rp 310 juta.

Perbuatan terdakwa Herliawati bersama-sama dengan Yadi, diancam pidana berdasarkan ketentuan Pasal 12 huruf e dan atau Pasal 12 B dan atau Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Menanggapi dakwaan jaksa tersebut, kedua terdakwa akan mengajukan eksepsi atau bantahan pada sidang selanjutnya yang digelar pekan depan.

https://regional.kompas.com/read/2024/03/19/153730478/mantan-kades-di-lebak-dan-suami-didakwa-pungli-sertifikat-tambak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke