Salin Artikel

Angka Pernikahan di Indonesia Terendah, Begini Kata Anak Muda di Semarang

SEMARANG, KOMPAS.com- Angka pernikahan di Indonesia terus mengalami penurunan.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia 2024, angka pernikahan pada 2023 sebanyak 1.577.255 atau menurun 128.093 dibandingkan tahun 2022, yakni sebanyak 1.705.348.

Di samping itu, BPS juga merilis bahwa angka pernikahan di Jawa Tengah berkurang sebanyak 14.160 sepanjang tahun 2023.

Menanggapi hal tersebut, salah satu anak muda di Kota Semarang, Ara (27) mengaku, memang sengaja menunda pernikahan lantaran masih ingin fokus dengan pengembangan diri sendiri.

Pekerja swasta itu menyebut, pernikahan bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan.

Terlebih, jika kedua belah pihak antara perempuan dan laki-laki belum siap secara finansial, maupun mental.

"Soalnya untuk menuju itu harus dipikirkan baik-baik. Tidak sembarangan, kan pernikahan untuk seumur hidup," ucap Ara kepada Kompas.com, Jumat (8/3/2024).

Karena menunda pernikahan di usia 27 tahun, Ara mengaku kerap mendapat stigma buruk oleh tetangga sekitar, bahkan anggota keluarganya sendiri.

Padahal, menurut Ara, menikah merupakan sesuatu yang dapat dipilih dan ditentukan oleh individu masing-masing.

"Kalau dorongan dari orang tua ada, disuruh cepet nikah. Sampai tetangga-tetangga juga pada jodoh-jodohin. Tapi kan orang punya waktu masing-masinh," tutur dia.

Senada dengan Ara, Utami (29), juga mengalami hal serupa. Menurut dia, tren pernikahan sudah bergeser seiring berkembangnya zaman.

Menurut Utami, pernikahan tidaklah menjadi kebutuhan yang wajib dia lakoni. Alasannya, lantaran akan meghambat pekerjaan, kewajiban, ataupun aktivitasnya sehari-sehari.

"Ya mungkin pernikahan sudah tidak menjadi kebutuhan. Karena menurut saya pernikahan akan berpotensi menghambat ruang gerak, karir, dan kebebasan saya. Apalagi pekerjaan saya mengharuskan untuk di luar rumah," tutur Utami.

Di samping itu, imbuh Utami, kehidupan setelah menikah akan menambah banyak beban dan tuntunan dari berbagai pihak. Seperti keluarga pasangan, saudara, bahkan masyarakat sekitar.

Dengan demikian, dirinya lebih memilih untuk hidup single dan melakukan hal apapun yang dapat membuatnya merasa bahagia.

"Belum lagi kalau misal dituntut untuk punya anak. Selain itu, saat ini saya masih bebas melakukan apapun, menghabiskan uang untuk diri saya sendiri. Dan saya belum siap untuk membagi dengan orang lain," ujar Utami.

Bahkan jika menikah pun, Utami menyebut, akan memilih untuk childfree lantaran keadaan bumi yang tidak mendukung tumbuh kembang anak di masa depan.

"Menurut saya punya anak sangat berisiko. Saya juga belum siap untuk memikul tanggungjawab sebesar itu. Saya merasa dunia ini semakin tidak ramah anak, jadi kasian aja kalau tercipta manusia baru," ucap dia.

Sementara itu, Farah (35) mengatakan, tidak semua pasangan bisa mudah memutuskan untuk menikah. Biasanya, ada beberapa hal yang menghambat, seperti faktor keluarga, kepercayaan, hingga kesiapan finansial.

"Kalau kita terkendala beda agama. Karena aturannya kan harus nikah seagama. Ya sudah kita komitmen bareng-bareng, memang berpasangan tapi tidak berniat secara legal," tutur Farah.

Dirinya menyebut, standar pernikahan di Indonesia juga terbentuk dari konstruksi sosial. Tak heran, jika banyak masyarakat yang mepertanyakan status pernikahan pada dirinya.

"Dampaknya ke stereotipe masyarakat. Tapi selama yang menjalani kita bersama, omongan orang lain bodo amat. Karena kita juga punya hak. Yang terpenting kita menjalani dengan bahagia," pungkas Farah.

https://regional.kompas.com/read/2024/03/09/101817778/angka-pernikahan-di-indonesia-terendah-begini-kata-anak-muda-di-semarang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke