Salin Artikel

Amukan Gajah di Kebun Sawit, Dibalas Aksi Anarkis Warga

Warga yang marah juga merusak kendaraan operasional milik Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi, dan melempari kantor lapangan serta membakar mes milik FZS.

Mes tersebut berada di Simpang Burut, Desa Tanah Tumbuh, Kecamatan Renah Mendaluh, Kabupaten Tanjung Jabung Barat.

Tidak hanya itu, warga juga sempat menyandera lima orang pekerja lapangan FZS selama dua jam, sejak pukul 19.00 sampai pukul 21.00 WIB, pada Minggu (25/2/2024).

"Warga awalnya demo minta pindahkan tiga individu gajah karena dinilai merusak tanaman sawit."

"Tapi kemudian terprovokasi dan melakukan tindakan anarkis," kata Kepala BKSDA Jambi, Donal Hutasoit dalam konferensi pers, Selasa (27/2/2024).

Ia mengatakan, sekitar 50-100 orang tiba-tiba datang dan melakukan demo menuntut jaminan dari BKSDA Jambi untuk memindahkan gajah-gajah yang berada di Desa Muara Danau, Kelurahan Lubuk Kambing, dan sekitarnya.

Tidak berselang lama masyarakat yang sudah terprovokasi melakukan tindakan anarkis.

"Selain melakukan perusakan, masyarakat juga melakukan ancaman terhadap tim di lokasi," kata Donal.

Warga yang marah kemudian bergerak mendatangi stasiun )pen Orangutan Sanctuary (OOS) Danau Alo, lalu menahan dan membawa empat orang petugas FZS ke Desa Muara Danau.

"Kami prihatin dengan kondisi ini dan berharap semua pihak dapat menahan diri, serta bersama-sama mencari solusi untuk menyelamatkan satwa liar."

"Khususnya gajah sumatera dan orangutan sumatera sebagai aset dan kebanggaan bangsa Indonesia," kata Donal.

Donal meminta masyarakat memahami jika ruang jelajah gajah sudah menyempit, akibat pembukaan kawasan hutan untuk tanaman sawit.

"Kawasan hutan sebagai rumah gajah sudah berubah menjadi kebun sawit, dampaknya ruang jelajah gajah menyempit," kata Donal.

Sementara itu, Peter Pratje Direktur FZS Indonesia menuturkan, gajah pada dasarnya dapat hidup berdampingan dengan manusia seperti di India dan Srilanka.

Untuk mendorong agar manusia dapat hidup berdampingan dengan gajah, FSZ sudah menghabiskan waktu selama 10 tahun untuk melatih petani, agar terbiasa dengan gajah.

"Ada 30 kelompok masyarakat yang dilatih untuk meredam konflik."

"Kemudian membentuk 30 orang dalam komunitas peduli gajah serta mengerahkan 16 staf lapangan terlatih untuk memitigasi konflik antara gajah dan manusia," kata Peter.

Ia mengatakan agar konflik dengan gajah mereda, masyarakat yang membuka kawasan hutan untuk kebun, harus bertani multikultur.

Namun, yang terjadi justru masyarakat memilih monokultur sawit. Padahal tanaman ini termasuk makanan kesukaan gajah.

Hasil riset FZS, untuk tanaman terbaik di kawasan hutan adalah tanaman campur seperti durian, petai, kopi, dan vanili.

Dengan demikian potensi gangguan nyaris tidak ada, namun nilai ekonominya tetap tinggi.

Selanjutnya, BKSDA Jambi akan membagikan alarm pendeteksi suara gajah hasil penelitian Universitas Gadjah Mada.

Setelah terdeteksi adanya gajah dekat kebun warga, mereka dapat mengaktifkan pagar listrik yang sesuai standar, untuk menghindari kerusakan tanaman.

https://regional.kompas.com/read/2024/02/27/201144478/amukan-gajah-di-kebun-sawit-dibalas-aksi-anarkis-warga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke