Salin Artikel

Saat Prabowo-Gibran Unggul di "Kandang Banteng"

Berdasar data hasil hitung cepat sementara dua lembaga survei Charta Politika dan Lembaga Survei Indonesia (LSI), Prabowo-Gibran mengalahkan pesaingnya Ganjar Pranowo-Mahfud MD – pasangan yang diusung PDI-P – di kantung basis suara partai berlambang banteng ini.

Padahal, menurut peneliti dari Charta Politika, Nachrudin, elektabilitas partai pengusung Ganjar-Mahfud itu masih tergolong tinggi. Pengaruh sosok Presiden Joko Widodo tak bisa dilepaskan dari kemangan Prabowo-Gibran di wilayah-wilayah tersebut.

“Memang kuatnya faktor Jokowi adalah PDI-P, lalu Jokowi adalah bapaknya Gibran. Itu rasanya lebih mendominasi dan membuat orang sadar terhadap atribusi tersebut daripada mengenal Ganjar sebagai orang PDI-P,” ujar Nachrudin kepada BBC News Indonesia pada Kamis (15/02).

Senada, peneliti dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Aisah Putri Budiatri menjelaskan pengaruh Jokowi ini tak hanya dari sisi personal, tapi karena "punya bobot pemerintahan".

Meski begitu, politikus PDI-P, Masinton Pasaribu, mengatakan rendahnya suara Ganjar-Mahfud di sejumlah daerah yang dianggap lumbung suara PDIP akibat adanya "tangan-tangan berkuasa" yang turut andil.

Ia pun menyangkal apa yang disebut sebagai 'Jokowi effect' atau efek Jokowi, yang membuat suara Ganjar-Mahfud turun dalam hasil hitung cepat.

Apa efek Jokowi di "kandang banteng"?

Berdasarkan hasil sementara hitung cepat (quick count ) dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Charta Politika pasangan calon nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, berhasil meraih mayoritas suara di Jawa Tengah & Yogyakarta, Jawa Timur, Bali & Nusa Tenggara.

Sementara, jika dibandingkan dengan hasil resmi KPU dalam Pilpres 2019, pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin berhasil unggul di ketiga wilayah tersebut.

Di Jawa Tengah, misalnya, Jokowi berhasil meraih suara sebesar 76,47%. Pada pemilu kali ini, Prabowo mendapatkan mayoritas suara, yakni 52,98% berdasarkan LSI dan 50,78% berdasarkan Charta Politika.

Di Bali dan Nusa Tenggara, jumlah suara yang diperoleh Prabowo-Gibran mencapai kisaran 60,04% hingga 62,19%. Hasil ini mencerminkan perolehan suara Jokowi di daerah tersebut yang mencapai 69,15%.

Peneliti dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Aisah Putri Budiatri, mengatakan ada ‘gap’ antara perolehan suara yang besar bagi Prabowo-Gibran dan untuk partai-partai pengusungnya.

“Misalnya di beberapa daerah yang diunggulkan dan menjadi basis PDIP ternyata juga tidak memenangkan Ganjar," ungkap pengamat yang biasa dipanggil Puput.

"Menurut saya di situ irisan Jokowi yang kemudian jadi berpengaruh dalam konteks pilpres 2024 ini,” lanjutnya.

Sementara, PDIP masih menjadi partai yang mendominasi di Pemilu 2024, meskipun elektabilitas Ganjar-Mahfud berada di peringkat terakhir.

Puput menduga hal itu berkat fenomena yang disebut ‘efek Jokowi’.

“Jadi efek Jokowi ada dua, Jokowi sebagai personal. Yang kedua adalah bobot Jokowi sebagai presiden dan tentunya punya bobot pemerintahan dan lain-lain berpengaruh terhadap elektabilitas Prabowo-Gibran,” katanya.

Karena Prabowo-Gibran selalu menyampaikan bahwa mereka berencana melanjutkan program-program Jokowi, kebanyakan pemilih setia Jokowi lebih memilih mereka daripada Ganjar-Mahfud yang diusung PDIP.

Terbukti, menurut hasil exit poll dari Litbang Kompas, sebanyak 53,5% dari pemilih Jokowi-Ma’ruf pada Pilpres 2019 memilih Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024.

Sementara, hanya 23,2% dari pemilih Jokowi memilih Ganjar-Mahfud pada Pilpres 2024.

Di luar daerah-daerah kandang banteng, ada pula Kalimantan yang juga didominasi oleh pemilih Prabowo-Gibran dengan 65% suara, berdasarkan data dari Litbang Kompas.

Menurut peneliti Charta Politika, Nachrudin, sentimen positif pada Prabowo-Gibran cukup tinggi di Kalimantan karena mereka berkomitmen untuk melanjutkan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang diusung Presiden Jokowi.

“Kalau saya menilai bahwa ketika ibu kota negara ditempatkan di Kalimantan, memang ada rasa kebanggaan masyarakat Kalimantan terhadap apa yang dilakukan oleh Pak Jokowi.

“Sehingga ketika ada beberapa paslon yang kontra terhadap IKN, itu membuat elektabilitas tidak terlalu baik di wilayah Kalimantan,“ ujar Nachrudin.

Selain pengaruh sosok Jokowi, Nachrudin juga menyebut aktivitas pemerintah seperti pembagian bansos dan kunjungan pemerintah ke daerah-daerah yang seharusnya menjadi ceruk suara Ganjar-Mahfud turut meningkatkan elektabilitas Prabowo-Gibran.

“Jadi memang yang target utama terkait penggerusan suara paslon untuk memenangkan Prabowo-Gibran, itu memang target utamanya adalah paslon Ganjar-Mahfud,“ ungkapnya.

“Itu difokuskan di kantong -kantong suara Ganjar Mahfud. Kalau kita lihat trennya, kumpulan suara partai politik, itu mereka tidak terlalu memfokuskan untuk partai politik pengusung 02,” kata Masinton kepada BBC News Indonesia.

Selain itu, ia mengatakan bahwa daerah-daerah seperti Bali, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Nusa Tenggara masih ia anggap sebagai ‘kandang banteng’. Sebab, elektabilitas PDIP masih unggul di daerah-daerah itu.

“Melihat realita lapangan, masyarakat yang pro-PDI-P kemudian kompromikan. Permainan di lapangannya sudah begitu, terserah mereka pilihnya partai apa aja, yang penting 02 menang,” kata Masinton.

Lebih lanjut, ia membantah adanya pengaruh Jokowi yang kuat dalam kemenangan Prabowo-Gibran.

Meski begitu, Nachrudin dari Charta Politika menyatakan bahwa PDI-P masih menjadi partai yang melekat pada sosok Jokowi. Sehingga, di beberapa daerah, PDIP masih tetap unggul meskipun Ganjar-Mahfud tidak mendominasi.

“Secara pilihan elektoral di pileg DPR RI, saya lihat PDI-P masih unggul di wilayah -wilayah tersebut. Memang agak anomali ketika hari ini. Ketika PDI-P yang mencalonkan Ganjar tapi pemilihnya tidak memilih pasangan Ganjar-Mahfud,” katanya.

"Alasan pertama saya beralih dukungan ke Anies adalah karena saya merasa kecewa dengan keputusan Prabowo yang mau menjadi menterinya Jokowi," kata Sri Hartati, warga Kota Padang, Rabu (14/04).

Selain itu, dia juga mengaku kecewa dengan dipilihnya putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sebagai pendamping Prabowo dalam Pilpres 2024.

"Menurut saya, dia tidak pantas menjadi wakil presiden," kata Sri.

Menurut pengamat politik BRIN, Aisah Putri Budiarti, peralihan suara warga Sumatera Barat dari Prabowo ke Anies merupakan tren yang wajar dan konsisten.

Sebab, masyarakatnya cenderung memihak pada calon yang berseberangan dengan Jokowi.

“Memang dari pilpres-pilpres dan pileg sebelumnya, trennya memang bukan pemilih PDI-P dan bukan pemilih Jokowi juga. Jadi pasti bekerja dalam konteks kelompok yang berlawanan arah dari Prabowo-Gibran, dalam hal ini Anies,” kata Puput.

Berdasarkan data real count di situs resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jumat (16/02) pukul 08.00 WIB, Anies unggul sebesar 57,3% di Sumatera Barat.

“Sumatra Barat memang loyalis dari dulu kelompok non-PDI-P dan kelompok Islamis juga, jadi pasti arahnya ke Anies bukan Prabowo,” pungkasnya.

https://regional.kompas.com/read/2024/02/16/152500778/saat-prabowo-gibran-unggul-di-kandang-banteng-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke