Salin Artikel

Petani Milenial Bengkulu Torehkan Sejarah Panen Padi 13 Ton Per Hektar

Bram sibuk mempersiapkan panen padi berbasis total organik terintegrasi MA-11 yang  dikerjakan bersama 25 petani milenial lainnya.

"Hasil ukur pengubinan dari Badan Pusat Statistik (BPS) didapat 8,14 kilogram, artinya sehektar sawah yang kami kelola selama 4 bulan ini menghasilkan 13 ton gabah. Ini seperti mimpi, sementara angka panen nasional hanya 5 ton per hektar, panen kami melampaui standar panen nasional," kata Bram sambil membersihkan kakinya dari lumpur sawah, Kamis (1/2/2024).

Bram adalah Ketua Kelompok Generasi Tani Muda (GTM), Kecamatan Lubuk Pinang, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu.

Sejak beberapa tahun lalu ia bersama 25 anggota kelompok tani yang umumnya anak muda mendirikan kelompok tani. Fokus pada petani sawah.

"Semua anggota kelompok tani kami anak muda kelahiran tahun 1990-an," tegasnya.

Mendirikan kelompok tani bagi petani muda ini awalnya lebih kepada upaya goton-groyong.

Pada 2023, melalui Dinas Pertanian Bengkulu kelompok tani yang Bram pimpin dikenalkan pada Bank Indonesia (BI) serta ikut program Generasi Tani Muda.

Menurut Bram, dalam program GTM inilah para petani milenial ini dikenalkan dengan pengelolaan tanah, tanaman berbasiskan total organik terintegrasi MA-11 di bawah bimbingan full expert Bank Indonesia Prof. Nugrogo Widiasmadi.

"Selama 4 bulan kami dibimbing Prof. Nugroho, belajar langsung di sawah, alhasil panen kami sehektar mencapai 13 ton. Tak pernah kami dapat sebanyak itu sebelumnya," jelas Bram.

Menurutnya, metode pertanian total organik terintegrasi MA-11 ini mengandalkan pengelolaan tanah yang sehat berbasis kotoran hewan, kontrol tanah, dan lainnya.

Cara ini diklaim para petani muda menjadi lebih murah 70 persen dibanding pengelolaan padi menggunakan metode kimiawi.

"Selain bisa memangkas 70 persen operasional pengelolaan sawah, terbukti tanaman tahan hama, batang kuat serta hasil maksimal serta tanah menjadi sehat," jelasnya.


Dampingi ribuan petani milenial

Sukses petani milenial seperti Bram tak luput dari pengabdian Prof. Nugroho Widiasmadi, yang merupakan peraih penghargaan Kalpataru 2023.

Ia juga dosen Teknik Mesin di Universitas Wahid Hasyim dan peneliti Biosoildam, yaitu teknologi penggemburan tanah yang terintegrasi dengan sistem pengairan.

Proses panjang melakukan riset dan pengalaman bersama petani menjadikan Nugroho menemukan formula total organik MA-11, sebuah metode perbaikan tanah menggunakan kotoran hewan, air dan udara.

Sumbangsihnya ini menjadikan dirinya diangkat sebagai pakar bidang pertanian oleh Bank Indonesia (BI).

"Teknologi ini kami kembangkan di beberapa tempat di Indonesia termasuk Bengkulu. Intinya kegiatan kita adalah menyiasati kelangkaan pupuk, kelangkaan pupuk ini semakin tahun semakin berat. Bahan pupuk kimia makin langka. Bersama BI sejak 10 tahun lalu kami bergerak," jelasnya.

Selanjutnya, dikatakan Nugroho, pertanian metode ini untuk menghadapi perubahan iklim.

Saat ini situasi iklim makin parah untuk mendukung keberadaan petani. Ancaman El nino yang diprediksi semakin panjang tentu akan merugikan petani.

"Ini merupakan siasat kita bersama petani untuk menghadapi tekanan ekonomi global, kelangkaan pupuk dan perubahan iklim. Kalau pertanian tidak di-support dengan masalah ilmu teknis jelas akan menghantam ketahanan pangan kita. Kita tahu semua negara importir saat ini mulai stop jadi mau tidak mau kita harus mandiri secara pangan," tegasnya.

Ia mengeklaim, pengetahuan pertanian yang diberikan cukup cepat hanya empat bulan kepada petani serta petani dapat mengaplikasikan langsung pada petani lainnya.

"Fenomena pertanian organik kita itu ramah, murah, dan cepat, serta mudah dipahami dengan hasil yang maksimal," tegasnya.


Revolusi organik dilakukan mulai dari tanam, merawat, hingga masa panen, didampingi serta terukur.

Petani yang tidak sekolah juga mampu menciptakan sejarah satu hektar menghasilkan 13 ton padi.

Nugroho bersama BI terus melakukan pendampingan terhadap petani muda di seluruh Indonesia. Hasil risetnya tersebut tidak dijual atau komersil oleh Nugroho.

"Saya tidak mengomersialkan hasil penelitian ini, saya inginkan semua petani dapat mengaplikasikannya untuk kemandirian pangan dan kedaulatan petani kita," ungkapnya.

Sementara itu, Deputi Bank Indonesia Perwakilan Bengkulu, Aditya Nugraha, mengemukakan, Gerakan Tani Muda merupakan langkah BI bersama semua pihak untuk melaksanakan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi.

"Tantangan di sektor pertanian demikian berat, kami dari BI sangat konsen akan hal ini. Jadi BI menggandeng Prof. Nugroho untuk membimbing petani agar produktifitas meningkat. Kenapa beras kita pilih, karena beras salah satu komponen penyumbang inflasi," kata Aditya.

Dilanjutkan Aditya, pertanian padi sangat rentan akibat kelangkaan pupuk, elnino, maka terknologi temuan Nugroho adalah sebuah jawaban sudah terbukti meningkatkan produktifitas petani.

Pendampingan petani milenial tidak saja berbasis pertanian padi, beberapa kelompok petani milenial yang ikut didampingi yakni petani hortikultural dengan hasil yang sangat mencengangkan. 

Nugroho berharap hasil pendampingan terhadap petani muda Bengkulu dapat ditindaklanjuti Pemda dalam sebuah program pertanian yang baik.

"Kami sudah menghantarkan, berbagi pengalaman, dan petaninya siap. Sekarang tinggal Pemda bagaimana agar usaha ini terus diseriusi sebagai upaya membantu petani," sebut Nugroho.

https://regional.kompas.com/read/2024/02/02/112603678/petani-milenial-bengkulu-torehkan-sejarah-panen-padi-13-ton-per-hektar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke