Salin Artikel

ICW: Sanksi Politik Uang Harus Beri Efek Jera 

Ia mengatakan, sanksi politik uang yang diatur di Undang-Undang Pemilu masih tergolong ringan.

"Kalau kita melihat sanksi terhadap politik uang di Pasal 523 baik dari ayat 1 sampai dengan ayat 3 di Undang-Undang Pemilu, masih tidak terlalu tinggi, baik dari pemberian pidana penjaranya maupun juga pidana dendanya. Pemberian sanksinya ada yang 1 tahun, kemudian ada yang 2 tahun dan itu masih bisa ditingkatkan," kata Seira, Kamis (1/2/2024).

Menurutnya, Undang-Undang Pemilu saat ini belum cukup komprehensif mengatur tentang politik uang. Tidak ada ketentuan secara spesifik yang mengatur apa itu politik uang.

Namun, dia mengakui ada sejumlah ketentuan dalam Undang-Undang Pemilu yang mengatur kegiatan aktivitas atau perbuatan yang mengarah pada politik uang yaitu Pasal 280 dan Pasal 253.

Dia mengatakan, apabila dilihat pada Pasal 253, ada periode waktu aktivitas atau perbuatan bisa disebutkan politik uang. Di antaranya dilakukan pada masa kampanye, masa tenang, hari pemungutan suara, dan perhitungan suara. Sementara di luar itu tidak bisa disebut politik uang.

“Ini menurut kami belum cukup komprehensif, kenapa? karena proses pemilu sangat panjang,” sebut Seira.

“Peluang atau potensi politik uang terjadi di luar periode itu sangat besar,” imbuhnya.

Konsekuensinya ketika terjadi di luar periode yang telah diatur maka tidak bisa dilanjutkan ke penanganan ke tahap berikutnya.

Salah satu contoh yang bisa dijadikan rujukan ketika salah satu anggota dewan yang akan menjadi caleg lagi pada Pemilu 2024 dari salah satu partai viral membagikan uang di salah satu masjid wilayah Sumenep akhir April 2023.

Alibinya, uang yang dibagikan tersebut adalah zakat mal dimasukkan ke dalam amplop berlogo partai bersangkutan dan ada foto dirinya.

Saat itu belum masuk pada masa kampanye sehingga Bawaslu tidak bisa menindaklanjuti temuan tersebut. Hal ini implikasi dari tidak komprehensifnya aturan politik uang sehingga tidak bisa dilanjutkan ke tahap penanganan.

“Bawaslu juga mengatakan tidak bisa disebut pelanggaran karena belum masuk pada masa kampanye, padahal jelas bentuk dan bukti yang ada merujuk politik uang,” ujar Seira.

Ketika unsur periode waktu tidak terpenuhi mempersulit masuk ke penegakan berikutnya.

Ia mempertanyakan tujuannya membagi-bagi uang kalau bukan ingin memengaruhi psikologi pemilih, yaitu jemaah yang ada di masjid untuk memilih dia lagi.

Seira Tamara menjelaskan, ICW saat ini sedang mengumpulkan putusan-putusan dari Bawaslu pada Pemilu 2019 berkenaan dengan politik uang.

Pelanggaran terjadi di semua provinsi, tetapi tidak terlalu banyak jumlah putusan, padahal faktanya politik uang semakin banyak modusnya dan sudah bertransformasi dalam beragam bentuk.

“Kami menyoroti lima provinsi, yaitu Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, NTT, Jakarta, dan Jawa Timur,” papar Seira.

Faktanya, pada masing-masing provinsi tersebut banyak temuan kasus yang tidak memenuhi unsur hingga sampai diproses penegakan hukum dan keluar putusan di Sentra Gakkumdu.

Bahkan, menurutnya, di Provinsi Jawa Timur, tidak ada putusan sama sekali.

“Kita coba telaah isinya, tetapi masih minim upaya dari hakim untuk menggali keterkaitan antara operator atau tim di lapangan dengan kandidat yang sedang berkontestasi yang dipromosikan."

Saat orang yang bersangkutan tertangkap, upaya menggali keterkaitan dengan kandidat pun masih sangat minim.

“Politik uang akan tetap ada selama masih ada yang memberi dan menerima. Oleh karena itu, semua elemen harus satu suara perangi politik uang,” harap Seira.

Efek jera atau sanksi yang patut diberikan kepada orang yang melakukan tindak pidana politik uang ini seharusnya dalam bentuk diskualifikasi karena sangat besar dampaknya.

Regulasi semestinya diperbarui agar lebih progresif mengikuti perkembangan politik uang.

"Tentu supaya kewenangan Bawaslu bisa lebih kuat dalam penindakan maupun pencegahan potensi pelanggaran," pungkas Seira.

https://regional.kompas.com/read/2024/02/02/052849778/icw-sanksi-politik-uang-harus-beri-efek-jera

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke