Salin Artikel

3 Orangutan Korban Perdagangan Satwa Liar Direpatriasi dari Thailand ke Jambi

JAMBI, KOMPAS.com - Sebanyak tiga orangutan korban perdagangan satwa diterbangkan dari Thailand untuk dilepasliarkan di Jambi.

Sebelum akhirnya dirilis ke alam liar, tiga orangutan akan dilakukan rehabilitasi dan sekolah di Santuari Danau Alo, Tanjung Jabung (Tanjab Barat).

Tiga orangutan tersebut adalah Nobita (7) jantan, Shisuka (7) betina, dan Bryant (4) jantan.

"Repatriasi 3 orangutan sitaan dari Thailand ini merupakan keberhasilan dalam penyelamatan satwa liar dilindungi," kata Kepala Balai BKSDA Jambi, Donal Hutasoit saat rilis di Terminal Kargo Bandara Sultan Thaha Jambi, Jumat (22/12/2023).

Donal mengungkapkan, repatriasi orangutan menjadi bagian komitmen bersama antara Pemerintah Indonesia dan Thailand untuk memerangi perdagangan satwa liar.

Sebelum dilakukan tindakan repatriasi, penegakan tindak pidana penyelundupan oleh Polisi Penanggulangan Kejahatan Sumber Daya Alam dan Lingkungan (Natural Resources and Environmental Crimes Division) Thailand di Bangkok berlangsung sejak 2016.

"Ini sudah lima kali kita lakukan repatriasi orangutan dari Thailand. Totalnya ada 71 individu sejak 2006 lalu," kata Donal.

Sedangkan khusus di Jambi repatriasi dari Thailand ini menjadi yang kedua setelah pada tahun 2020, dua individu orangutan bernama Ung Aing dan Natalee yang saat ini telah berhasil dilepasliarkan di Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT).

Donal merinci, KLHK bersama mitra kerja sama konservasi Orangutan Sumatera Frankfurt Zoological Society (FZS) sejak tahun 2003, telah melepasliarkan 204 individu orangutan. Terdiri dari 98 betina dan 106 jantan serta terpantau 21 individu telah lahir di Bukit Tigapuluh.

Sementara itu, Manager Sumatera Orangutan Conservation Project Frankfurt Zoological Society (FZS), Andani menuturkan, sebelum dilakukan repatriasi orangutan telah menjalani pemeriksaan medis, agar tidak membawa penyakit seperti hepatitis A dan B, HIV/AIDS dan tuberkolosis.

Ketika baru datang kondisi orangutan sedikit mengalami stres. Pantauan Kompas.com saat dilepaskan dari kandang kecil (kargo) ke kandang besar di FZS, kondisi Bryant tidak mau keluar kandang. Berbeda dengan Nobita dan Shisuka yang langsung aktif bergerak.

Namun setelah beberapa menit di kandang rehabilitasi, Bryant sudah mau makan.

"Bahkan dia sudah aktif manjat dan gelantungan di dalam kandang," kata Andani.

Perubahan pola makan orangutan dari awalnya mie ke buah dan sayur terkadang membuatnya diare. Pasalnya ketika ditangani FZS, orangutan harus diajari untuk memakan buah-buahan dan sayuran.

Untuk mengembalikan orangutan ke alam liar membutuhkan proses yang panjang dan waktu lama yakni sekitar 3-5 tahun.

"Kita memang harus mengembalikan naluri orangutan dalam berburu makanan, membuat sarang dan kehidupan alam liar, agar ketika dilepaskan dia dapat bertahan," kata Andani.

Menurut Andani TNBT masih sangat layak untuk melepasliarkan orangutan. Buktinya setelah ada pelepasan di kawasan itu, sudah lahir 21 individu baru.

Terkait ancaman pembukaan hutan di kawasan penyangga TNBT, Andani mengaku khawatir dapat mengganggu orangutan dan berpotensi memunculkan konflik manusia dan satwa.

https://regional.kompas.com/read/2023/12/22/224423778/3-orangutan-korban-perdagangan-satwa-liar-direpatriasi-dari-thailand-ke

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke